Bali Mulai Ekspor Handicraft Lagi
Amerika dan Eropa Buka Lockdown
Di saat pariwisata belum jalan, sektor handicraft sudah menggeliat. Perhatian dari pemerintah untuk sektor itu pun diharapkan lebih ditingkatkan.
DENPASAR,NusaBali
Ekspor barang kerajinan atau handicraft Bali mulai lagi setelah sempat mati suri akibat pandemi Covid-19. Memang belum banyak, namun ekspor tersebut sebagai sinyal positif perekonomian Bali, khususnya perdagangan luar negeri untuk produk handicraft. Asosiasi Produsen dan Eskpotir Handicraft Indonesia (ASEPHI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bali meminta Pemprov memberikan porsi perhatian lebih banyak untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor tersebut.
Ketua DPD ASEPHI Bali I Ketut Darma Siadja menyatakan geliat ekspor handicraft sudah mulai Juni lalu. Hal tersebut menyusul berakhirnya masa lockdown di Amerika Serikat dan Eropa- dua kawasan yang merupakan pasar potensial handicraft Bali. “Belum banyak memang, tetapi sudah ada teman- teman (eksportir) yang mengirim,” ujar pria asal Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, Kamis (9/7).
Kondisi ini, kata Darma Siadja, tentu lebih baik, daripada tidak sama sekali sebagaimana waktu sebelumnya.Pertama para pengusaha maupun perajin sudah bisa memulai produksi. “Pekerja yang awalnya menganggur bisa kembali bekerja.Yang kedua otomatis sudah ada imbas berupa pendapatan kepada perajin, yang jelas berpengaruh terhadap gerak perekonomian,” ujarnya.
Sebelumnya sejak Maret-April ekspor handicraft Bali macet sama sekali, karena pandemi Covid-19. Dua kawasan pasar handicraft Bali, Amerika dan Eropa tutup total. “Sekarang sudah buka, walau kondisinya belum maksimal benar, karena masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi seperti gejolak sosial di negara-negara tersebut,” lanjutnya.
Jika kondisi membaik, Darma Siadja optimis ekspor handicraft Bali akan semakin meningkat. ASEPHI, kata Darma Siadja, meminta pemerintah membantu memfasiltasi untuk meningkatkan akses pasar luar negeri, apakah dalam bentuk pameran dan bentuk promosi lainnya ke luar negeri untuk penjajagan pasar.
Darma Siadja menyatakan perhatian pemerintah terhadap sektor handicraft masih kurang dibanding sektor lain, terutama sektor pariwisata dan turunannya.Memang tidak bisa ditampik peran sektor pariwisata dan turunannya dominan terhadap perekonomian Bali. Porsinya mungkin sampai 78 persen. Namun perhatian terhadap sektor lain diharapkan juga ditingkatkan porsinya. Dengan demikian sektor pariwisata terpuruk sekarang ini sektor lain masih bisa membantu perekonomian Bali. “Seperti sekarang ini handicraft sudah mulai bergerak sedang pariwisata masih belum,” katanya.
Peningkatan porsi tersebut, lanjutnya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Bali pada satu sektor pariwisata semata. Sehingga ketika sektor pariwisata terganggu, yang lain masih bisa menopang ekonomi Bali. Data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali menunjukkan ekspor industri kerajinan menyumbang peran signifikan terhadap total ekspor Bali. Setidaknya itu ditunjukkan realisasi ekspor pada Januari- Februari. Total nilai ekspor industri kerajinan atau handicraft mencapai 24 juta dollar AS. Nilai tersebut memberi kontribusi 47 persen lebih terhadap total ekspor Bali sebesar 51 juta dollar dalam periode Januari- Februari. Sektor kerajinan merupakan penyumbang terbesar kedua setelah sektor industri sebesar 47,77 persen. *k17
Ketua DPD ASEPHI Bali I Ketut Darma Siadja menyatakan geliat ekspor handicraft sudah mulai Juni lalu. Hal tersebut menyusul berakhirnya masa lockdown di Amerika Serikat dan Eropa- dua kawasan yang merupakan pasar potensial handicraft Bali. “Belum banyak memang, tetapi sudah ada teman- teman (eksportir) yang mengirim,” ujar pria asal Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, Kamis (9/7).
Kondisi ini, kata Darma Siadja, tentu lebih baik, daripada tidak sama sekali sebagaimana waktu sebelumnya.Pertama para pengusaha maupun perajin sudah bisa memulai produksi. “Pekerja yang awalnya menganggur bisa kembali bekerja.Yang kedua otomatis sudah ada imbas berupa pendapatan kepada perajin, yang jelas berpengaruh terhadap gerak perekonomian,” ujarnya.
Sebelumnya sejak Maret-April ekspor handicraft Bali macet sama sekali, karena pandemi Covid-19. Dua kawasan pasar handicraft Bali, Amerika dan Eropa tutup total. “Sekarang sudah buka, walau kondisinya belum maksimal benar, karena masih ada faktor-faktor yang mempengaruhi seperti gejolak sosial di negara-negara tersebut,” lanjutnya.
Jika kondisi membaik, Darma Siadja optimis ekspor handicraft Bali akan semakin meningkat. ASEPHI, kata Darma Siadja, meminta pemerintah membantu memfasiltasi untuk meningkatkan akses pasar luar negeri, apakah dalam bentuk pameran dan bentuk promosi lainnya ke luar negeri untuk penjajagan pasar.
Darma Siadja menyatakan perhatian pemerintah terhadap sektor handicraft masih kurang dibanding sektor lain, terutama sektor pariwisata dan turunannya.Memang tidak bisa ditampik peran sektor pariwisata dan turunannya dominan terhadap perekonomian Bali. Porsinya mungkin sampai 78 persen. Namun perhatian terhadap sektor lain diharapkan juga ditingkatkan porsinya. Dengan demikian sektor pariwisata terpuruk sekarang ini sektor lain masih bisa membantu perekonomian Bali. “Seperti sekarang ini handicraft sudah mulai bergerak sedang pariwisata masih belum,” katanya.
Peningkatan porsi tersebut, lanjutnya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Bali pada satu sektor pariwisata semata. Sehingga ketika sektor pariwisata terganggu, yang lain masih bisa menopang ekonomi Bali. Data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali menunjukkan ekspor industri kerajinan menyumbang peran signifikan terhadap total ekspor Bali. Setidaknya itu ditunjukkan realisasi ekspor pada Januari- Februari. Total nilai ekspor industri kerajinan atau handicraft mencapai 24 juta dollar AS. Nilai tersebut memberi kontribusi 47 persen lebih terhadap total ekspor Bali sebesar 51 juta dollar dalam periode Januari- Februari. Sektor kerajinan merupakan penyumbang terbesar kedua setelah sektor industri sebesar 47,77 persen. *k17
Komentar