Covid-19: Pressure Test Menuju Pilkada 2020
Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) segera digelar pada tanggal 9 Desember 2020 di seluruh Indonesia termasuk di 6 kabupaten/kota di Bali.
Penulis : I Gede Heprin Prayasta
Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
Pelaksanaan kontestasi politik di masa pandemi seperti sekarang ini jelas menjadi sesuatu yang tidak biasa. Hantaman keras hampir ke seluruh lini kehidupan telah memaksa semua lapisan masyarakat untuk berubah ke dalam sebuah tatatan hidup yang disebut normal baru. Transformasi ini pun menuntut para kandidat calon kepala daerah dan tim suksesnya cerdik memilih strategi dalam rangka memenangkan suara rakyat. Pemilih pun harus lebih cerdas menentukan pilihannya di kala pandemi. Meskipun ruang pertemuan fisik untuk komunikasi politik antara calon dan pemilih sangat terbatas karena alasan physical distancing upaya untuk mengoptimalkan kualitas dan kuantitas partisipasi politik di Pilkada 2020 harus terus digaungkan.
Lalu, bagaimakah gambaran kehidupan berdemokrasi di Bali? Indeks Demokrasi di Provinsi Bali pada tahun 2018 dilaporkan meningkat drastis hingga 82,37 (kategori baik) dari capaian sebesar 78,80 (kategori sedang) pada tahun sebelumnya. Indikator ini menjadi modal sosial demokrasi yang baik dalam pelaksanaan kehidupan berdemokrasi khususnya di Bali. Indeks ini meliputi tiga aspek yaitu aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik serta aspek lembaga demokrasi. Peningkatan nilai indeks demokrasi di Bali disebabkan oleh adanya peningkatan pada indikator aspek hak-hak politik yaitu hak memilih dan dipilih yang semula tercatat 78,92 menjadi 79,50. Begitu juga dengan indikator partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan yang naik menjadi 56,66 dari 54,68. Aspek lembaga demokrasi turut serta berkontribusi lewat kenaikan pada indikator peran partai politik yang cukup signifikan dari 35,71 menjadi 100,00. Iklim positif kehidupan berdemokrasi di Bali pun membuahkan hasil yang cukup menggembirakan pada Pemilu 2019. Dikutip dari Medcom.id, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menyatakan partisipasi pemilih di Pulau Dewata pada Pemilu 2019 telah melampaui target nasional. Partisipasi pemilih di Bali mencapai sekitar 81,25 persen. Dengan partisipasi tersebut, Bali sudah di atas rata-rata nasional yang ditargetkan 77,5 persen. Berangkat dari latar belakang yang cukup stabil pada kontestasi sebelumnya layaknya penduduk Bali cukup siap untuk berpesta kembali dengan situasi normal, bagaimana dalam situasi pandemi ?
Meluasnya mata rantai penyebaran penyakit akibat virus korona menyebabkan perekonomian Bali terguncang. Pukulan telak bagi basis perekonomian Bali yaitu industri pariwisata bahkan diprediksi berpotensi memberi dampak yang lebih buruk dari guncangan tragedi Bom Bali I dan II serta krisis moneter 1998. Data dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali hingga 18 Juni 2020 jumlah tenaga kerja formal di seluruh kabupaten/kota di Bali yang dirumahkan karena dampak dari Covid-19 telah mencapai 73.397 orang karyawan, sedang yang di-PHK sebanyak 2.625 orang seperti dikutip dari NusaBali.com. Kondisi perekonomian di Bali kini memang babak belur. Kepala BI Perwakilan Bali Trisno Nugroho bahkan mengungkapkan perekonomian Bali diperkirakan baru akan bangkit pada kurun waktu Juli hingga Desember mendatang. Tatanan kehidupan era baru yang disepakati oleh para bupati/walikota se-Bali sejak 9 Juli 2020 diharapkan mampu menghidupkan kembali aktivitas perekonomian Bali dengan tetap berpedoman pada Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 3355 Tahun 2020. Protokol kesehatan tetap prioritas utama. Tak lupa kami titipkan optimisme akan kehidupan yang lebih baik di era normal baru kepada calon pemimpin yang akan dipilih pada Pilkada 2020.
Kondisi luar biasa akibat pandemi menjadi ujian ketangguhan bagi semua pihak dalam perhelatan besar Pilkada yang akan dilaksanakan di 270 daerah di Indonesia. Perubahan yang secara masif dalam waktu singkat memerlukan penyesuain baik dari segi teknis maupun non-teknis. Semuanya harus dipersiapkan dengan akurat dalam waktu yang singkat dan pastinya harus tetap merakyat. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebutkan setidaknya ada empat prinsip yang dihimbau untuk dipedomani dalam pelaksanaan Pilkada di era new normal. Pertama, perlindungan keamanan jiwa dan kesehatan bagi semua pihak yang terlibat. Kesehatan adalah prioritas utama dimana sesuai rekomendasi BNPB tahapan pilkada dapat dilanjutkan dengan memenuhi protokol kesehatan. Kedua, ketersediaan hukum yang adaptif dan akuntabel merespon dinamika keamanan dan kesehatan masyarakat. Ketiga, adanya dukungan anggaran dan logistik yang tepat waktu. Prinsip ini menimbang bahwa proses penyesuaian anggaran di masa pandemi merupakan sebuah tantangan sehingga perlu penyusunan skala prioritas untuk optimalisasi pelaksanaan Pilkada. Terakhir yaitu komitmen semua pihak untuk menjaga keberlanjutan tahapan pilkada yang jujur, adil, dan demokratis. Pilkada harus dapat berlangsung deokratis walaupun dilaksanakan di tengah pandemi.
Tantangan berikutnya adalah sosialisasi pilkada harus tetap dimaksimalkan. Minimnya sosialisasi penyelenggaraan pilkada karena alasan pandemi merupakan opsi yang kontraproduktif dengan upaya meningkatkan partisipasi masyarakat. Penyelenggara dituntut untuk melakukan terobosan dalam rangka menggugah partisipasi masyarakat dalam pilkada. Banyak alternatif cara pasangan calon menjadi dekat dengan tetap dirumah saja di era yang semua berbasis digital seperti saat ini. Media massa daring, media sosial cukup efektif menjadi sarana untuk menarik perhatian para netizen. Menurut GlobalWebIndex pada tahun 2019 penduduk Indonesia rata-rata menghabiskan waktunya sebanyak 195 per hari untuk mengakses media sosial. Masalah lainnya yakni peluang praktik politik uang (money politic) di tengah pandemi. Kondisi perekonomian masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 berpotensi menjadi celah yang cukup legit bagi para kandidat untuk membagi-bagi uang, sembako dan sumbangan dalam bentuk lainnya atas nama bantuan sosial bagi masyarakat terdampak. Di samping itu, politisasi program jaring pengaman sosial yang digulirkan pemerintah dalam rangka bantuan atas dampak pandemi Covid-19 kepada masyarakat, juga sangat rentan menjadi ruang politisasi bagi kandidat petahana (incumbent). Tidak dapat dipungkiri entitas kandidat petahana berpotensi meningkatkan popularitas bakal calon. Meskipun demikian masa pandemi juga merupakan ujian yang sebenarnya dari calon petahana akan sepak terjang serta kapabilitas mereka. Jika berhasil mengatasinya dengan baik maka jelas tingkat kepercayaan masyarakat akan meningkat. Jika tidak otomatis karir politik mereka dapat saja terhenti akibat hilangnya kepercayaan publik akan kompetensi mereka.
Pelaksanaan pilkada di tengah pandemi memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Perppu No 02 Tahun 2020. Artinya, pelaksanaan pilkada bukan semata kemauan KPU sebagai penyelenggara tetapi amanat undang-undang dalam hal ini Perppu. Peraturan tersebut juga menjadi pedoman kejelasan sistem demokrasi untuk mengantisipasi munculnya polemik baru akibat penundaan pelaksanaan pilkada. Setiap kepala daerah memiliki masa kerja yang jelas sesuai undang-undang. Pemerintah wajib menjamin hak asasi politik yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum) melalui pemilihan umum. Sehingga pilkada sebaiknya ditunda sekalipun dimasa pandemi.
Antusiasme positif dapat menjadi salah satu indikator akan optimisme pelaksanaan pilkada 2020. Hasil survei Litbang Kompas yang terbaru pada 5 Juni 2020, 64,8 persen publik tetap bersedia ikut serta saat pencoblosan jika pilkada tetap digelar saat pandemi. Peluang kenaikan target partisipasi di Provinsi Bali pun dinaikkan menjadi 85 persen karena secara nasional target dinaikkan menjadi 79 persen. Nampaknya tidak ada alasan lagi untuk menghindar dari ujian pandemi. Kehidupan harus terus berjalan, termasuk kehidupan berdemokrasi. Pilkada menjadi ajang untuk kehidupan yang lebih baik dan keluar dari jebakan masa sulit selama pandemi. Siapapun yang terpilih dari seleksi ini semoga mampu turut serta memimpin dan membawa Bali khususnya kembali pulang pada masa kejayaannya seperti sebelum pandemi. Semuanya dari kita, oleh kita dan untuk kita. Kalau bukan kita siapa lagi? Mari bergegas bersiap untuk berpesta demokrasi di masa pandemi.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar