Petani Tembakau Buleleng Tiarap di Musim Pandemi
Melemahnya sektor perekonomian di masa pandemi Covid-19 saat ini menjadi alasan utama petani tembakau memutuskan untuk off sejenak.
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah petani tembakau di Buleleng tahun ini memutuskan untuk istirahat sejenak untuk menanam tembakau. Budidaya tembakau tahun ini hanya terpantau di wilayah Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Buleleng seluas 30 hektare dengan varietas tembakau rajangan.
Biasanya puluhan petani tembakau yang tersebar di sejumlah kecamatan Buleleng sudah memulai musim tanamnya dari medio Mei-Juni dengan rata-rata luas tanam mencapai 300 hektare setiap tahunnya.
Varietas tembakau Virginia menjadi varietas dominan yang biasanya ditanam oleh petani tembakau Buleleng untuk suplai bahan baku rokok. Namun memasuki pertengahan bulan Juli ini lahan-lahan tembakau yang biasanya digunakan sebagai lahan budidaya tembakau terlihat dibiarkan mengering begitu saja.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, dihubungi Minggu (12/7), menjelaskan petani tembakau yang tahun ini tiarap masih terkendala biaya operasional dan sarana prasarana. “Permasalahan di budidaya tembakau selama ini memang dalam penyediaan sarpras seperti pupuk, pola kemitraan, biasa sewa lahan juga yang mahal, jadi di masa pandemi ini, perusahaan dan petani juga berpikir panjang untuk berproduksi tahun ini,” kata Kadis Sumiarta.
Petani tembakau dalam satu kali produksi di lahan seluas 2 hektare biasanya menghabiskan biasa operasional hingga Rp 60 juta. Biaya itu terakumulasi dari proses pembibitan, pemeliharaan, pupuk, ongkos tenaga kerja, biaya pengopenan hingga pengiriman ke perusahaan yang bekerjasama. Nasib petani tembakau pun disebut tak hanya bergantung dengan musim, tetapi juga harga pasaran yang disebut sedang tak bersahabat.
Namun di tengah krisis produksi tembakau tahun ini, varietas tembakau rajangan masih tetap eksis di lahan tanam wilayah Desa Petemon Kecamatan Seririt Buleleng seluas 30 hektare.
Daerah yang memang menjadi basis tembakau rajangan ini memang tak pernah absen memproduksi tembakau rajangan yang distribusinya ke pasar-pasar tradisional.
Produksi tembakau rajangan ini disebut Kadis Sumiarta lebih hemat biaya produksi, karena cost pengopenan nol. Selain itu dalam satu lahan tanam juga dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya. Tembakau jenis ini setelah dipanen hanya diiris tipis dan dijemur di bawah sinar matahari.
Di tengah tak stabilnya usaha tembakau saat ini Dinas Pertanian Buleleng mengaku melirik pengembangan tembakau rajangan. “Walaupun harganya lebih murah sekitar Rp 45 ribu per kilogram, tetapi stabil. Ke depan ini kita melirik pengembangan yang rajangan untuk perluasan tanam. Karena permintaan pasarnya juga tinggi untuk sarana upacara dan konsumsi rokok kretek juga,” jelas Sumiarta.*k23
Biasanya puluhan petani tembakau yang tersebar di sejumlah kecamatan Buleleng sudah memulai musim tanamnya dari medio Mei-Juni dengan rata-rata luas tanam mencapai 300 hektare setiap tahunnya.
Varietas tembakau Virginia menjadi varietas dominan yang biasanya ditanam oleh petani tembakau Buleleng untuk suplai bahan baku rokok. Namun memasuki pertengahan bulan Juli ini lahan-lahan tembakau yang biasanya digunakan sebagai lahan budidaya tembakau terlihat dibiarkan mengering begitu saja.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, dihubungi Minggu (12/7), menjelaskan petani tembakau yang tahun ini tiarap masih terkendala biaya operasional dan sarana prasarana. “Permasalahan di budidaya tembakau selama ini memang dalam penyediaan sarpras seperti pupuk, pola kemitraan, biasa sewa lahan juga yang mahal, jadi di masa pandemi ini, perusahaan dan petani juga berpikir panjang untuk berproduksi tahun ini,” kata Kadis Sumiarta.
Petani tembakau dalam satu kali produksi di lahan seluas 2 hektare biasanya menghabiskan biasa operasional hingga Rp 60 juta. Biaya itu terakumulasi dari proses pembibitan, pemeliharaan, pupuk, ongkos tenaga kerja, biaya pengopenan hingga pengiriman ke perusahaan yang bekerjasama. Nasib petani tembakau pun disebut tak hanya bergantung dengan musim, tetapi juga harga pasaran yang disebut sedang tak bersahabat.
Namun di tengah krisis produksi tembakau tahun ini, varietas tembakau rajangan masih tetap eksis di lahan tanam wilayah Desa Petemon Kecamatan Seririt Buleleng seluas 30 hektare.
Daerah yang memang menjadi basis tembakau rajangan ini memang tak pernah absen memproduksi tembakau rajangan yang distribusinya ke pasar-pasar tradisional.
Produksi tembakau rajangan ini disebut Kadis Sumiarta lebih hemat biaya produksi, karena cost pengopenan nol. Selain itu dalam satu lahan tanam juga dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lainnya. Tembakau jenis ini setelah dipanen hanya diiris tipis dan dijemur di bawah sinar matahari.
Di tengah tak stabilnya usaha tembakau saat ini Dinas Pertanian Buleleng mengaku melirik pengembangan tembakau rajangan. “Walaupun harganya lebih murah sekitar Rp 45 ribu per kilogram, tetapi stabil. Ke depan ini kita melirik pengembangan yang rajangan untuk perluasan tanam. Karena permintaan pasarnya juga tinggi untuk sarana upacara dan konsumsi rokok kretek juga,” jelas Sumiarta.*k23
1
Komentar