Air Danau Beratan Menyusut 15 Meter
Petani di hilir danau kelimpungan karena krisis air dan terpaksa pakai air PDAM untuk siram sayur di sawah dengan biaya rata-rata Rp 900 ribu per bulan.
TABANAN, NusaBali
Air Danau Beratan menurun hingga 15 meter akibat musim kemarau berkepanjangan. Akibatnya, jaba (halaman) Pura Ulun Danu Beratan di Desa Candi Kuning yang biasanya digenangi air, kini kering kerontang. Wisatawan pun bisa masuk ke jaba pura untuk berfoto selfie.
Manajer DTW Ulun Danu Beratan, Wayan Mustika mengatakan dari jalan setapak di tepi danau, air terlihat turun hingga 4 meter. Biasanya saat air danau normal, permukaan air hanya belasan centimeter di bawah jalan setapak. Namun kini air menyusut bahkan permukaan air jauh ke tengah hingga di timur Pura Ulun Danu Beratan. “Air Danau Beratan menyusut sejak 9 bulan lalu. Kira-kira menyusut hingga 15 meter, sama ketika musim kemarau pada tahun 1976,” ungkap Mustika, Rabu (18/11).
Dikatakan, pada musim kemarau tahun-tahun sebelumnya, air Danau Beratan tak sampai turun hingga belasan meter. Rata-rata air menyusut hingga 4 meter. Mustika bersyukur, air Danau Beratan yang menyusut tak pengaruhi jumlah kunjungan ke DTW Ulun Danu Beratan. Pun wahana air yang dikelola DTW Ulun Danu dan pengelola objek wisata lainnya di tepi Danau Beratan aktivitasnya tak sampai terganggu.
Mustika menyebutkan, kunjungan ke DTW Ulun Danu Beratan sempat turun hingga 32 persen akibat erupsi Gunung Barujari Lombok yang mengakibatkan bandara Ngurah Rai buka tutup. Dijelaskan, jumlah kunjungan rata-rata per hari sebanyak 1.500 orang. Pantauan di lapangan, wisatawan turun ke jaba Pura Ulun Danu Beratan untuk berfoto selfie. Halaman luar pura tampak kering kerontang. Kondisi itu justru disukai karena wisatawan bisa selfie berlatar keindahan pura yang terpasang pada uang Rp 50.000 itu.
Jika turunnya air Danau Beratan tak pengaruhi kunjungan wisatawan ke objek wisata di tepi danau, namun kalangan petani dibuat kelimpungan karena krisis air. Sejak air Danau Beratan turun akibat musim kemarau, pasokan air ke hilir terganggu. Sehingga Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Holtikultura, Made Budana sarankan petani, khususnya di daerah atas seperti Kecamatan Marga, Penebel, dan Baturiti beralih ke holtikultura. “Memang tak bisa tanam padi akibat air danau menyusut, namun bisa tanam sayur karena tak butuh air yang banyak,” ungkap Budana.
Budana menyebutkan, hasil budidaya sayur, belum lama ini cukup menggemberikan utamanya jenis kubis. Sebab petani bisa menebas kubis dari Rp 25 juta hingga Rp 40 juta dengan harga rata-rata Rp 5 ribu per kilogram. Salah seorang petani sayur di Banjar Batusesa, Desa Candi Kuning, Baturiti mengungkapkan, akibat krisis air dampak air Danau Beratan menyusut, petani terpaksa beli air. Selain beli air dari pedagang keliling juga beli air PDAM. Baik beli air keliling yang dalam bentuk tangki (1 tangki isian 1000 liter harga Rp 25 ribu) dengan beli air PDAM rata-rata petani keluar biaya Rp 900 ribu. “Saya manfaatkan air PDAM untuk siram tanaman sayur di sawah. Sebulan bayar air hingga Rp 900 ribu,” ungkap petani di Banjar Batusesa.
Sementara Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Anak Agung Raka Icwara juga mengakui jika air Danau Beratan di Kecamatan Baturiti turun akibat musim kemarau berkepanjangan. Awal musim kemarau, BLH sempat turun dan melakukan pengecekan di lokasi pembuangan air di Desa Batunya, Kecamatan Kerambitan. Di lokasi pembuangan air di bagian hilir itu tampak air turun dari garis hingga 1 meter. “Tapi itu dulu, sekitar 8 bulan yang lalu. Sekarang pasti airnya turun lebih dalam,” ungkap Raka Icwara.
1
Komentar