Benteng Bali Menuju Pusat Peradaban Dunia
Koster Luncurkan Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali
Gubernur Koster komitmen tangkal masuknya budaya luar yang ancam eksistensi budaya Bali, termasuk film kartun yang tidak bagus bagi anak-anak
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali antisipasi arus globalisasi yang disertai masuknya budaya luar, dengan sebuah regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda), yakni Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Perda yang baru diluncurkan Gubernur Wayan Koster, Kamis (16/7), ini nantinya akan menjadi benteng Bali menuju pusat peradaban dunia.
Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini dilaunching Gubernur Koster di Bale Karangasem Museum Bali, sebelah selatan Pura Jagatnatha Denpasar, Kamis pagi. Gubernjur Koster jalan kaki ke lokasi acara dari Rumah Jabatan Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, dengan didampingi Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana.
Dalam sekapur sirihnya, Gubernur Koster mengungkap Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang resmi diberlakukan sejak 16 Juli 2020 ini merupakan antisipasi terhadap dinamika perubahan masyarakat yang bersifat lokal, nasional, dan global yang berdampak terhadap kebudayaan Bali dan pengembangannya. "Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini jadi benteng untuk mengembalikan Bali sebagai pusat peradaban dunia atau Bali Padma Bhuwana (hulunya dunia)," jelas Gubernur Koster.
Koster mengaku sudah memiliki pemikiran untuk memperkuat kebudayaan Bali sejak duduk di Komisi X DPR RI (yang membidangi pendidikan, pariwisata, dan kebudayaan) selama tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018). Hanya saja, pemikirannya tersebut tidak dibukanya saat itu.
“Sekarang setelah jadi Gubernur Bali, barulah saya buka. Waktu DPR RI itu, saya berjuang untuk terwujudnya Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. Sekarang sudah ada UU Pemajuan Kebudayaan yang dulu saya perjuangkan, sehingga jadi nyambung dengan Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini,” jelas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
"Dulu saya punya target sebelum menjadi Gubernur Bali, UU Pemajuan Kebudayaan sudah harus jadi. Ya, pas sekarang, karena UU Pemajuan Kebudayaan menjadi payung hukum Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang kita miliki," lanjut politisi senior PDIP asal Desa Semburan, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Menurut Koster, Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini adalah regulasi menuju ‘Bali Era Baru’. Karena ini akan menjaga keseimbangan alam dan budaya Bali, satu tatanan kehidupan yang terkandung dalam visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. "Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini sudah mendapatkan persetujuan dan fasilitasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," tandas Koster.
Dalam kesempatan itu, Koster menegaskan sikapnya sebagai Gubernur Bali, dia akan selalu membela dan memperkuat kebudayaan Bali sesuai dengan visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Memperkuat kebudayaan Bali, kata Koster, dilandasi dengan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari kearifan lokal, kemanusiaan, gotong-royong, dan asas kesejahteraan berdasarkan satu kesatuan wilayah satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. Semua berdasarkan kesucian, kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Sebagai bukti keberpihakan penguatan terhadap kebudayaan Bali, Koster mengaku telah mengeluarkan sejumlah Peraturan Gubernur (Pergub) dan mendorong Perda untuk melindungi dan menguatkan kebudayaan Bali. Pergub dimaksud, antara lain, Pergub Nomor 79 Tahun 2018 tentang Penggunaan Busana Adat Bali, serta Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
"Jadi, kalau mau Bali itu maju, ya kuatkan dulu budayanya. Kalau budayanya tidak kuat, sama saja kayak daerah lain. Daerah lain itu nggak bisa saingi Bali karena budayanya. Kalau alam boleh mereka lebih bagus, tapi budaya mereka kalah," terang politisi-akademisi bergelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Koster menegaskan, kalau kebudayaan Bali kuat, maka pariwisata sebagai ekornya akan kuat pula. "Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata mau bikin 10 Bali Baru, juga nggak apa-apa. Karena Bali itu memiliki budaya yang mendukung pariwisata," katanya.
Suami dari seniwati multitalenta Ni Putu Putri Suastini ini memaparkan, dirinya selaku Gubernur sudah komitmen untuk menangkal masuknya budaya luar yang mengancam eksistensi budaya Bali. Misalnya, soal siaran televisi yang menampilkan budaya luar dan berpotensi merusak budaya lokal.
"Contohnya, film kartun luar itu sangat tidak bagus untuk anak-anak kita. Mendingan televisi nasional tayangkan film yang ada cerita lokal, seperti cerita ‘Bawang Putih dan Bawang Merah’ cerita ‘Tantri’. Itu lebih tepat," tegas Koster.
Menurut Koster, Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang diluncurkan kemarin mengatur objek, penguatan dan pemajuan, tugas dan wewenang, Majelis Kebudayaan Bali, ekosistem kebudayaan, apresiasi budaya, Pesta Kesenian Bali, Jantra Tradisi Bali, Festival Seni Bali Jani, perayaan kebudayaan dunia, penghargaan, peran aktif masyarakat, sarana dan prasarana, serta pendanaan dan sanksi.
Ada 19 objek yang diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini. Ke-19 objek itu meliputi kearifan lokal, ritus, benda sakral, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, pengobatan tradisional, tradisi lisan, manuskrip, situs, adat istiadat, deni, arsitektur tradisional, bahasa aksara, permainan rakyat, olahraga tradisional, kerajinan, desain, busana, dan boga (kuliner).
Sementara itu, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan Kun Adnyana, mengatakan Gubernur Koster baru pertama kali mengunjungi Museum Bali. Koster juga menjadi Gubernur pertama yang mengunjungi Museum Bali. Itu sebabnya, peluncuran Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali di Museum Bali, Kamis kemarin, menjadi istimewa. "Kehadiran Pak Gubernur di Museum Bali kali ini sangat istimewa. Ini menjadi simbol dari bangkit dan menguatnya kebudayaan Bali," ujar Kun Adnyana. *nat
Pemprov Bali antisipasi arus globalisasi yang disertai masuknya budaya luar, dengan sebuah regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda), yakni Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Perda yang baru diluncurkan Gubernur Wayan Koster, Kamis (16/7), ini nantinya akan menjadi benteng Bali menuju pusat peradaban dunia.
Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini dilaunching Gubernur Koster di Bale Karangasem Museum Bali, sebelah selatan Pura Jagatnatha Denpasar, Kamis pagi. Gubernjur Koster jalan kaki ke lokasi acara dari Rumah Jabatan Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, dengan didampingi Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana.
Dalam sekapur sirihnya, Gubernur Koster mengungkap Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang resmi diberlakukan sejak 16 Juli 2020 ini merupakan antisipasi terhadap dinamika perubahan masyarakat yang bersifat lokal, nasional, dan global yang berdampak terhadap kebudayaan Bali dan pengembangannya. "Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini jadi benteng untuk mengembalikan Bali sebagai pusat peradaban dunia atau Bali Padma Bhuwana (hulunya dunia)," jelas Gubernur Koster.
Koster mengaku sudah memiliki pemikiran untuk memperkuat kebudayaan Bali sejak duduk di Komisi X DPR RI (yang membidangi pendidikan, pariwisata, dan kebudayaan) selama tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018). Hanya saja, pemikirannya tersebut tidak dibukanya saat itu.
“Sekarang setelah jadi Gubernur Bali, barulah saya buka. Waktu DPR RI itu, saya berjuang untuk terwujudnya Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. Sekarang sudah ada UU Pemajuan Kebudayaan yang dulu saya perjuangkan, sehingga jadi nyambung dengan Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini,” jelas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
"Dulu saya punya target sebelum menjadi Gubernur Bali, UU Pemajuan Kebudayaan sudah harus jadi. Ya, pas sekarang, karena UU Pemajuan Kebudayaan menjadi payung hukum Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang kita miliki," lanjut politisi senior PDIP asal Desa Semburan, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Menurut Koster, Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini adalah regulasi menuju ‘Bali Era Baru’. Karena ini akan menjaga keseimbangan alam dan budaya Bali, satu tatanan kehidupan yang terkandung dalam visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. "Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini sudah mendapatkan persetujuan dan fasilitasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," tandas Koster.
Dalam kesempatan itu, Koster menegaskan sikapnya sebagai Gubernur Bali, dia akan selalu membela dan memperkuat kebudayaan Bali sesuai dengan visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Memperkuat kebudayaan Bali, kata Koster, dilandasi dengan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari kearifan lokal, kemanusiaan, gotong-royong, dan asas kesejahteraan berdasarkan satu kesatuan wilayah satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. Semua berdasarkan kesucian, kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Sebagai bukti keberpihakan penguatan terhadap kebudayaan Bali, Koster mengaku telah mengeluarkan sejumlah Peraturan Gubernur (Pergub) dan mendorong Perda untuk melindungi dan menguatkan kebudayaan Bali. Pergub dimaksud, antara lain, Pergub Nomor 79 Tahun 2018 tentang Penggunaan Busana Adat Bali, serta Pergub Nomor 80 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
"Jadi, kalau mau Bali itu maju, ya kuatkan dulu budayanya. Kalau budayanya tidak kuat, sama saja kayak daerah lain. Daerah lain itu nggak bisa saingi Bali karena budayanya. Kalau alam boleh mereka lebih bagus, tapi budaya mereka kalah," terang politisi-akademisi bergelar Doktor Ilmu Matematika jebolan ITB Bandung ini.
Koster menegaskan, kalau kebudayaan Bali kuat, maka pariwisata sebagai ekornya akan kuat pula. "Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata mau bikin 10 Bali Baru, juga nggak apa-apa. Karena Bali itu memiliki budaya yang mendukung pariwisata," katanya.
Suami dari seniwati multitalenta Ni Putu Putri Suastini ini memaparkan, dirinya selaku Gubernur sudah komitmen untuk menangkal masuknya budaya luar yang mengancam eksistensi budaya Bali. Misalnya, soal siaran televisi yang menampilkan budaya luar dan berpotensi merusak budaya lokal.
"Contohnya, film kartun luar itu sangat tidak bagus untuk anak-anak kita. Mendingan televisi nasional tayangkan film yang ada cerita lokal, seperti cerita ‘Bawang Putih dan Bawang Merah’ cerita ‘Tantri’. Itu lebih tepat," tegas Koster.
Menurut Koster, Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang diluncurkan kemarin mengatur objek, penguatan dan pemajuan, tugas dan wewenang, Majelis Kebudayaan Bali, ekosistem kebudayaan, apresiasi budaya, Pesta Kesenian Bali, Jantra Tradisi Bali, Festival Seni Bali Jani, perayaan kebudayaan dunia, penghargaan, peran aktif masyarakat, sarana dan prasarana, serta pendanaan dan sanksi.
Ada 19 objek yang diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali ini. Ke-19 objek itu meliputi kearifan lokal, ritus, benda sakral, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, pengobatan tradisional, tradisi lisan, manuskrip, situs, adat istiadat, deni, arsitektur tradisional, bahasa aksara, permainan rakyat, olahraga tradisional, kerajinan, desain, busana, dan boga (kuliner).
Sementara itu, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan Kun Adnyana, mengatakan Gubernur Koster baru pertama kali mengunjungi Museum Bali. Koster juga menjadi Gubernur pertama yang mengunjungi Museum Bali. Itu sebabnya, peluncuran Perda Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali di Museum Bali, Kamis kemarin, menjadi istimewa. "Kehadiran Pak Gubernur di Museum Bali kali ini sangat istimewa. Ini menjadi simbol dari bangkit dan menguatnya kebudayaan Bali," ujar Kun Adnyana. *nat
Komentar