Sapi Bali Dilarang Dijualbelikan di Semarang
Dinilai Rawan Penularan Penyakit
SEMARANG, NusaBali
Pengiriman sapi dari Bali menuju Jawa Tengah mengalami hambatan. Padahal jelang hari raya Idul Adha, ada peningkatan kebutuhan di pasar.
Justru Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kota Semarang menghambat dengan mengingatkan agar masyarakat lebih teliti, saat membeli hewan kurban, termasuk menanyakan kepemilikan dokumen Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
Kepala Dispertan Kota Semarang, Hernowo Budi Luhur menandaskan, pihaknya juga memperketat pengawasan hewan yang datang dari luar kota menjelang hari raya Idul Adha. Terutama dalam upaya pencegahan penularan penyakit zoonosis, atau penyakit yang bersumber dari hewan. “Selain antraks atau cacing hati pada sapi, juga perlu waspada dengan penyakit jembrana atau keringat darah. Khusus untuk jembrana ini, kita melarang sapi Bali masuk ke Kota Semarang, sebab secara secara medis rentan membawa penyakit tersebut, dan dikhawatirkan dapat menulari hewan yang lain,” kata Budi dikutip Cendana News.
Hernowo menandaskan, pelarangan tersebut sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Disebutkan, hewan yang berpotensi membawa penyakit yang menular antar hewan dan manusia, dilarang masuk ke provinsi yang bebas dari penyakit tersebut.
“Kita sudah menyiapkan tim untuk melakukan pengawasan dan pengecekan kesehatan hewan kurban, yang dijual oleh para pedagang. Ada sekitar 160 petugas Dispertan dan 80 dokter hewan. Mereka akan melakukan pengawasan hewan kurban di 16 kecamatan, yang ada di Kota Semarang. Tim ini akan mengawasi hewan yang dijualbelikan hingga proses penyembelihan,” tegasnya.
Terpisah, salah seorang pedagang hewan kurban, Budiman, mengaku tidak menjual sapi Bali. “Tidak tahu juga kalau ada aturan seperti itu, namun memang saya tidak menjual sapi Bali, hanya jenis limousin dan brahman,” pungkas penjual hewan kurban di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang ini. *
Kepala Dispertan Kota Semarang, Hernowo Budi Luhur menandaskan, pihaknya juga memperketat pengawasan hewan yang datang dari luar kota menjelang hari raya Idul Adha. Terutama dalam upaya pencegahan penularan penyakit zoonosis, atau penyakit yang bersumber dari hewan. “Selain antraks atau cacing hati pada sapi, juga perlu waspada dengan penyakit jembrana atau keringat darah. Khusus untuk jembrana ini, kita melarang sapi Bali masuk ke Kota Semarang, sebab secara secara medis rentan membawa penyakit tersebut, dan dikhawatirkan dapat menulari hewan yang lain,” kata Budi dikutip Cendana News.
Hernowo menandaskan, pelarangan tersebut sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Disebutkan, hewan yang berpotensi membawa penyakit yang menular antar hewan dan manusia, dilarang masuk ke provinsi yang bebas dari penyakit tersebut.
“Kita sudah menyiapkan tim untuk melakukan pengawasan dan pengecekan kesehatan hewan kurban, yang dijual oleh para pedagang. Ada sekitar 160 petugas Dispertan dan 80 dokter hewan. Mereka akan melakukan pengawasan hewan kurban di 16 kecamatan, yang ada di Kota Semarang. Tim ini akan mengawasi hewan yang dijualbelikan hingga proses penyembelihan,” tegasnya.
Terpisah, salah seorang pedagang hewan kurban, Budiman, mengaku tidak menjual sapi Bali. “Tidak tahu juga kalau ada aturan seperti itu, namun memang saya tidak menjual sapi Bali, hanya jenis limousin dan brahman,” pungkas penjual hewan kurban di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang ini. *
Komentar