Satpol PP Telusuri Dugaan Privatisasi Pantai
Ayunan di pantai bertulisan nama hotel yang memicu kontroversi, batal dibongkar. Objek tersebut menjadi aset Desa Adat Tengkulung selaku pengelola Pantai Telaga Waja.
MANGUPURA, NusaBali
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Badung bersama aparat Kecamatan Kuta Selatan mendatangi Pantai Telaga Waja, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Selasa (28/7) siang. Kedatangan petugas ini untuk mengecek dugaan privatisasi kawasan pantai oleh salah satu akomodasi wisata di tempat tersebut. Pasalnya, di lokasi yang dikelola Desa Adat Tengkulung itu sudah terpasang ayunan beserta nama hotel.
Kepala Satpol PP Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara, menerangkan setelah ada aduan terkait privatisasi kawasan Pantai Telaga Waja oleh salah satu akomodasi pariwisata, pihaknya melakukan koordinasi dengan Camat Kuta Selatan untuk memeriksa kebenaran aduan dimaksud. Sehingga, tim Satpol PP mendatangi lokasi selama dua hari berturut-turut, Senin (27/7) dan Selasa kemarin. Tujuan kedatangan untuk menemui pihak hotel yang melakukan pemasangan, serta mempertanyakan perihal alasan pemasangan ayunan yang berukuran besar berisi tulisan nama hotel.
“Dari kemarin (Senin, 27/7) kami datang cek kebenaran informasi itu. Dan ternyata aduan dimaksud benar adanya. Makanya, tadi (Selasa kemarin) langsung turun ke lapangan dan membongkar ayunan tersebut,” ungkap Suryanegara, Selasa sore.
Dalam penindakan di lapangan, pihak hotel mengakui kesalahannya karena memasang ayunan di pantai yang notabene public area. Namun, dari penjelasan perwakilan pihak hotel bernama Dony, bahwa tidak ada niatan untuk melakukan privatisasi kawasan Pantai Telaga Waja. Atas hal itu, pihak Satpol PP melakukan pembongkaran ayunan tersebut. Nah, saat melakukan penggalian, pihak desa adat dalam hal ini Bendesa Tengkulung I Made Rustam mendatangi lokasi dan melakukan koordinasi untuk membiarkan ayunan tetap ada dan masuk dalam aset Desa Adat Tengkulung. “Kami memang berencana membongkar, tapi karena satu dan lain hal dan setelah koordinasi dengan desa adat, rencananya pembongkaran ayunan dibatalkan. Rencananya, ayunan itu tetap ada dan dalam pengelolaan desa adat. Pun langkah ini sudah dikoordinasikan dengan pihak hotel dan disepakati,” tutur Suryanegara
Meski dalam pengelolaan Desa Adat Tengkulung, pihak Satpol PP dan Kecamatan Kuta Selatan mengharapkan tulisan nama hotel di ayunan itu diganti dengan nama pantai. Sehingga, saat itu juga pihak hotel menurunkan papan bertulisan nama hotel, diganti dengan nama pantai.
“Pantai memang dikelola desa adat. Nah, saat ada iklan terkait privatisasi kawasan pantai itu dan pembuatan ayunan, itu yang kita sayangkan. Makanya kita luruskan terkait hal itu, dan pihak hotel juga berjanji tidak mengulangi kesalahannya,” ujar Suryanegara.
Sementara Bendesa Adat Tengkulung I Made Rustam, menerangkan kawasan Pantai Telaga Waja memang dikelola desa adat. Ketika dilakukan pemasangan ayunan, pihak hotel berkoordinasi dengan desa adat. Namun, di atas ayunan itu ditulis nama hotel, sehingga memicu kontroversi. Sejak didatangi petugas Satpol PP dan aparat kecamatan, pihaknya meminta agar ayunan tidak diturunkan, hanya papan di bagian atas ayunan diganti dengan nama pantai. Kemudian, ayunan yang terbuat dari kayu itu akan menjadi aset desa adat.
“Kami sudah koordinasi semua, Satpol PP, camat maupun pihak hotel. Sehingga ayunan tidak jadi diturunkan. Nah, ke depannya kalau pihak hotel menggelar kegiatan di pantai itu tentu selalu berkoordinasi dengan kami di desa adat,” kata Made Rustam.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Nyoman Parta mengemukakan, untuk menghindari klaim, sebaiknya pantai di seluruh Bali tetap menggunakan nama lokal seperti Pantai Sanur, Pantai Kuta, Pantai Lembeng, Pantai Gumicik, Pantai Lebih, dan lainnya. “Nama ini menjadi pesan bahwa pantai menjadi milik umum,” kata Parta mengenai dugaan privatisasi Pantai Telaga Waja yang juga disorotinya. *dar, nar
Kepala Satpol PP Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara, menerangkan setelah ada aduan terkait privatisasi kawasan Pantai Telaga Waja oleh salah satu akomodasi pariwisata, pihaknya melakukan koordinasi dengan Camat Kuta Selatan untuk memeriksa kebenaran aduan dimaksud. Sehingga, tim Satpol PP mendatangi lokasi selama dua hari berturut-turut, Senin (27/7) dan Selasa kemarin. Tujuan kedatangan untuk menemui pihak hotel yang melakukan pemasangan, serta mempertanyakan perihal alasan pemasangan ayunan yang berukuran besar berisi tulisan nama hotel.
“Dari kemarin (Senin, 27/7) kami datang cek kebenaran informasi itu. Dan ternyata aduan dimaksud benar adanya. Makanya, tadi (Selasa kemarin) langsung turun ke lapangan dan membongkar ayunan tersebut,” ungkap Suryanegara, Selasa sore.
Dalam penindakan di lapangan, pihak hotel mengakui kesalahannya karena memasang ayunan di pantai yang notabene public area. Namun, dari penjelasan perwakilan pihak hotel bernama Dony, bahwa tidak ada niatan untuk melakukan privatisasi kawasan Pantai Telaga Waja. Atas hal itu, pihak Satpol PP melakukan pembongkaran ayunan tersebut. Nah, saat melakukan penggalian, pihak desa adat dalam hal ini Bendesa Tengkulung I Made Rustam mendatangi lokasi dan melakukan koordinasi untuk membiarkan ayunan tetap ada dan masuk dalam aset Desa Adat Tengkulung. “Kami memang berencana membongkar, tapi karena satu dan lain hal dan setelah koordinasi dengan desa adat, rencananya pembongkaran ayunan dibatalkan. Rencananya, ayunan itu tetap ada dan dalam pengelolaan desa adat. Pun langkah ini sudah dikoordinasikan dengan pihak hotel dan disepakati,” tutur Suryanegara
Meski dalam pengelolaan Desa Adat Tengkulung, pihak Satpol PP dan Kecamatan Kuta Selatan mengharapkan tulisan nama hotel di ayunan itu diganti dengan nama pantai. Sehingga, saat itu juga pihak hotel menurunkan papan bertulisan nama hotel, diganti dengan nama pantai.
“Pantai memang dikelola desa adat. Nah, saat ada iklan terkait privatisasi kawasan pantai itu dan pembuatan ayunan, itu yang kita sayangkan. Makanya kita luruskan terkait hal itu, dan pihak hotel juga berjanji tidak mengulangi kesalahannya,” ujar Suryanegara.
Sementara Bendesa Adat Tengkulung I Made Rustam, menerangkan kawasan Pantai Telaga Waja memang dikelola desa adat. Ketika dilakukan pemasangan ayunan, pihak hotel berkoordinasi dengan desa adat. Namun, di atas ayunan itu ditulis nama hotel, sehingga memicu kontroversi. Sejak didatangi petugas Satpol PP dan aparat kecamatan, pihaknya meminta agar ayunan tidak diturunkan, hanya papan di bagian atas ayunan diganti dengan nama pantai. Kemudian, ayunan yang terbuat dari kayu itu akan menjadi aset desa adat.
“Kami sudah koordinasi semua, Satpol PP, camat maupun pihak hotel. Sehingga ayunan tidak jadi diturunkan. Nah, ke depannya kalau pihak hotel menggelar kegiatan di pantai itu tentu selalu berkoordinasi dengan kami di desa adat,” kata Made Rustam.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Nyoman Parta mengemukakan, untuk menghindari klaim, sebaiknya pantai di seluruh Bali tetap menggunakan nama lokal seperti Pantai Sanur, Pantai Kuta, Pantai Lembeng, Pantai Gumicik, Pantai Lebih, dan lainnya. “Nama ini menjadi pesan bahwa pantai menjadi milik umum,” kata Parta mengenai dugaan privatisasi Pantai Telaga Waja yang juga disorotinya. *dar, nar
1
Komentar