Antisipasi Resesi, Konsumsi Masyarakat Harus Digerakkan
JAKARTA, NusaBali
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan pemerintah perlu menggerakkan konsumsi masyarakat.
Hal itu juga untuk menghindarkan Indonesia dari potensi resesi seperti yang menerpa Korea Selatan dan Singapura. "Melihat perkembangan perekonomian saat ini memang betul konsumsi perlu terus digerakkan setidaknya untuk meminimalisir dampak dari peluang resesi," kata Pingkan Audrine Kosijungan, dalam rilis di Jakarta, Selasa (28/7).
Menurut Pingkan, salah satu stimulusnya adalah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat yang tergolong rentan. Apalagi, Pingkan mengingatkan, data resmi statistik jumlah penduduk miskin secara bulanan menunjukkan kenaikan dari 25,1 juta menjadi 26,4 juta pada Maret 2020u.
"Peningkatan angka ini tentu saja menggambarkan kelas menengah bawah yang terdampak oleh disrupsi ekonomi selama pandemi dan pada akhirnya masuk kelompok miskin," ucap Pingkan Audrine.
Dengan melihat kondisi itu, kata Pingkan, tidak menutup kemungkinan dari 115 juta orang atau sekitar 30 juta rumah tangga kelas menengah ke bawah di Indonesia menjadi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, termasuk dalam hal konsumsi sehingga juga perlu dibantu.
Pingkan meminta pemerintah memperjelas ketentuan kelas menengah yang dimaksudkan seperti apa, mekanisme pendataan penerimanya bagaimana dan juga tahapan pelaporan jika terjadi kendala teknis/kejanggalan distribusi seperti apa untuk menghindari potensi masalah yang kerap kali dihadapi saat membagikan BLT.
"Untuk opsi penyaluran melalui rekening ini agar cashless saya rasa cara yang baik, namun perlu diperhatikan bank mana saja yang dapat melakukannya serta harus dikomunikasikan jauh-jauh hari kepada masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir adanya korupsi maupun kendala penyaluran yang tidak terkoordinir dengan baik antara pusat dan daerah," ujar Pingkan Audrine Kosijungan. *ant
Menurut Pingkan, salah satu stimulusnya adalah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat yang tergolong rentan. Apalagi, Pingkan mengingatkan, data resmi statistik jumlah penduduk miskin secara bulanan menunjukkan kenaikan dari 25,1 juta menjadi 26,4 juta pada Maret 2020u.
"Peningkatan angka ini tentu saja menggambarkan kelas menengah bawah yang terdampak oleh disrupsi ekonomi selama pandemi dan pada akhirnya masuk kelompok miskin," ucap Pingkan Audrine.
Dengan melihat kondisi itu, kata Pingkan, tidak menutup kemungkinan dari 115 juta orang atau sekitar 30 juta rumah tangga kelas menengah ke bawah di Indonesia menjadi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, termasuk dalam hal konsumsi sehingga juga perlu dibantu.
Pingkan meminta pemerintah memperjelas ketentuan kelas menengah yang dimaksudkan seperti apa, mekanisme pendataan penerimanya bagaimana dan juga tahapan pelaporan jika terjadi kendala teknis/kejanggalan distribusi seperti apa untuk menghindari potensi masalah yang kerap kali dihadapi saat membagikan BLT.
"Untuk opsi penyaluran melalui rekening ini agar cashless saya rasa cara yang baik, namun perlu diperhatikan bank mana saja yang dapat melakukannya serta harus dikomunikasikan jauh-jauh hari kepada masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir adanya korupsi maupun kendala penyaluran yang tidak terkoordinir dengan baik antara pusat dan daerah," ujar Pingkan Audrine Kosijungan. *ant
Komentar