Krama Selat Pertanyakan Keputusan MDA Bali
Ada yang mengklaim panyarikan langsung menjadi bendesa adat
BANGLI, NusaBali
Tokoh masyarakat di Desa Adat Selat, Kecamatan Susut, Bangli pertanyakan keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang mengukuhkan I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat.
Menurut krama, pengukuhan Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat tanpa melalui proses yang benar. Krama mengakui I Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat. Kelian Adat Selat Kaja Kauh, I Ketut Ngenteg, mengatakan Desa Adat Selat terdiri dari tiga banjar yakni Banjar Adat Selat Kaja Kauh, Banjar Adat Selat Peken, dan Banjar Adat Selat Tengah. Dikatakan, krama desa dibuat resah setelah munculnya keputusan Sabha Kerta Majelis Desa Adat Provinsi Bali tentang pengukuhan I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Menurut Ketut Ngenteg, bendesa yang diakui krama adat yakni I Nengah Mula. Nengah Mula ditetapkan sebagai bendesa adat melalui proses pemilihan secara demokrasi.
Setelah pemilihan, Nengah Mula dikukuhkan sebagai bendesa adat disaksikan Majelis Desa Adat Kecamatan Susut dan Majelis Madya Kabupetan Bangli. “Pemilihan digelar setelah bendesa sebelumnya mengundurkan diri. Sudah dilakukan serah terima dari bendesa sebelumnya kepada Nengah Mula yang terpilih secara demokrasi pada 2019 lalu,” ungkap Ketut Ngenteg, Minggu (2/8). Namun tiba-tiba terbit keputusan MDA yang membatalkan Surat Keputusan Majelis Desa Adat Kecamatan Susut tertanggal 28 September 2019 tentang penetapan Prajuru Desa Adat Selat serta penetapan dan pengukuhan I Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat serta prajuru lainnya.
MDA Provinsi Bali kemudian mengukuhkan I Ketut Pradnya yang terpilih sebagai prajuru atau bendesa pada tanggal 20 Januari 2015 untuk masa bhakti 2015-2020. Pemilihan pada tanggal 3 Januari 2020 terpilih kembali sebagai bendesa secara aklamasi berdasarkan musyawarah mufakat untuk masa bhakti 2020/2025. “Yang menjadi pertanyaan, saat itu bendesa masih I Made Ridjasa. Beliau mengundurkan diri pada tahun 2017. Pada tahun 2019 terpilih I Nengah Mula sebagai Bendesa Adat. Kami melakukan pemilihan sesuai demokrasi,” sambungnya. Namun ada yang mengklaim bahwa panyarikan langsung menjadi bendesa adat. Beberapa tahun ini terkesan ada dualisme kepemimpinaan. “Sejatinya I Ketut Pradnya sebagai panyarikan di Pura Puseh Gede Adat Selat,” bebernya.
Ketut Ngenteg merasa tidak pernah ikut dalam pemilihan bendesa adat hingga Ketut Pradnya terpilih. “Prosesnya seperti apa tidak jelas, tiba-tiba sudah menyatakan diri sebagai bendesa. Bahkan sudah ada surat undangan pengukuhan. Malahan sekarang sudah ada keputusan dari MDA,” kata Ketut Ngenteg. Terkait keputusan itu, Ketut Ngenteg mengaku sudah bersurat ke Bendesa Agung Provinsi Bali. “Dalam surat tersebut sudah kami terangkan secara detail kondisi di Desa Adat Selat. Kami berharap putusan MDA dapat ditinjau kembali. Putusan itu memantik keresahan krama,” tegasnya.
Terpisah, I Ketut Pradnya saat dikonfirmasi membenarkan telah terbit putusan MDA tentang penetapan dirinya sebagai Bendesa Adat Selat. Mengenai keberatan atas putusan tersebut serta adanya bendesa lain yang diakui, Ketut Pradnya enggan berkomentar. “Bukan kewenangan kami untuk menjelaskan,” ungkapnya. Ketut Pradnya mengaku akan melakukan pembicaraan dengan MDA pasca terbitnya keputusan tersebut. “Keputusan ini sudah mengikat. Jadi kami ingin memperjelas soal kelanjutan setelah terbitnya keputusan MDA. Rencana kami akan bertemu besok,” jelasnya. *esa
Komentar