Sering Bina Umat ke Daerah dengan Biaya Sendiri
Ida Pandita Romo Puja Brata Sejati Meninggal
JAKARTA, NusaBali
Salah satu pinandita di DKI Jakarta, Ida Pandita Romo Puja Brata Sejati telah meninggal dunia.
Teman dekat Ida Pandita Romo Puja Brata Sejati, Jero Mangku Danu (I Wayan Sudarma) mengatakan, Pandita Romo Puja meninggal dunia Sabtu (8/8) pada pukul 03.00 WIB di Griya Cilincing, Jakarta Utara. Upacara perabuan atau kremasi dilakukan di Krematorium Sentra Medika Cibinong, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (8/8).
"Upacara dipimpin oleh Ketua Umum PHDI Pusat, bapak Wisnu Baya Tenaya," ujar Jero Mangku Danu saat dihubungi NusaBali, Minggu (9/8).
Mangku Danu mengatakan, Pandita Romo Puja meninggal karena kelelahan. Lantaran tiga hari sebelumnya pria asal Cirebon tersebut baru pulang dari Lampung.
Di Lampung Pandita Romo Pujo melakukan pembinaan terhadap umat Hindu bersama pandita DKI Jakarta lainnya. Dia berangkat bersama Ketua PSN DKI Jakarta Gede Suparta Putra.
Menurut Mangku Danu, pembinaan umat merupakan kegiatan rutin Pandita Romo Puja. Dia melakukan tidak hanya di Lampung saja. Melainkan daerah lain seperti Jawa dan Kalimantan, khususnya daerah-daerah pedalaman yang tidak terjangkau oleh pemerintah maupun penyuluh agama.
Ketika melakukan pembinaan umat, Pandita Romo Puja Brata lebih banyak menyasar ke komunitas Hindu Jawa lantaran terkadang tidak ada yang membina mereka.
Pandita Romo Puja mengajari kidung Jawa, mantra Jawa dan sajen Jawa. "Karena beliau ahlinya," imbuh Jero Mangku Danu.
Pria yang mengenal dekat Pandita Romo Puja sejak 1994 ini mengatakan, secara gen Pinandita Romo Puja adalah orang Cirebon yang berarti orang Sunda.
Sebagai orang Sunda, dia mewarisi tradisi budaya Sunda sebagai awal peradaban Hindu. Namun menekuni Hindu Jawa lantaran di diksa dari budaya Tengger. Lalu sasana pinanditanya menggunakan seperti sulinggih Bali. "Ini tentu sulit, tetapi beliau mampu mengkombinasikan tiga kebudayaan itu," imbuh Jero Mangku Danu.
Pandita Romo Puja sendiri sebelum menjadi Pandita adalah Mangku di Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara. Dia menjadi Pandita sejak 2015 lalu.
Sebagai Pandita, kata Jero Mangku Danu, biasanya harus didatangi. Tapi tidak dengan Pandita Romo Puja. Dia justru tanpa diminta menjalani darma.
"Beliau keliling ke daerah-daerah tanpa diminta demi menyebarkan darma. Ketika ke daerah, beliau juga tidak hanya untuk keperluan menyelesaikan upacara. Melainkan melakukan pembinaan umat pula. Dia pun tidak ingin merepotkan umat saat ke daerah sehingga tidak sungkan datang dengan biaya sendiri," papar Jero Mangku Danu.
Griyanya yang berada di dekat Pura Cilincing juga sederhana. Untuk itu, ketika mendengar Pandita Romo Puja meninggal, Jero Mangku Danu kaget. Dia merasa kehilangan, karena terakhir dia bertemu Pandita Romo Puja sebelum pandemi Covid-19. Mereka sedang merancang tawur agung di DKI Jakarta dan pusat yang direncanakan berlangsung di candi Prambanan.
"Jadi yang kehilangan beliau bukan hanya orang Jakarta saja. Melainkan umat di seluruh Indonesia juga karena pengabdian beliau luar biasa," terang Jero Mangku Danu. Berdasarkan rencana upacara ngaben dan ngeroras/nilapati akan dilakukan pada Selasa (11/8). Selanjutnya di larung di laut Cilincing. *k22
"Upacara dipimpin oleh Ketua Umum PHDI Pusat, bapak Wisnu Baya Tenaya," ujar Jero Mangku Danu saat dihubungi NusaBali, Minggu (9/8).
Mangku Danu mengatakan, Pandita Romo Puja meninggal karena kelelahan. Lantaran tiga hari sebelumnya pria asal Cirebon tersebut baru pulang dari Lampung.
Di Lampung Pandita Romo Pujo melakukan pembinaan terhadap umat Hindu bersama pandita DKI Jakarta lainnya. Dia berangkat bersama Ketua PSN DKI Jakarta Gede Suparta Putra.
Menurut Mangku Danu, pembinaan umat merupakan kegiatan rutin Pandita Romo Puja. Dia melakukan tidak hanya di Lampung saja. Melainkan daerah lain seperti Jawa dan Kalimantan, khususnya daerah-daerah pedalaman yang tidak terjangkau oleh pemerintah maupun penyuluh agama.
Ketika melakukan pembinaan umat, Pandita Romo Puja Brata lebih banyak menyasar ke komunitas Hindu Jawa lantaran terkadang tidak ada yang membina mereka.
Pandita Romo Puja mengajari kidung Jawa, mantra Jawa dan sajen Jawa. "Karena beliau ahlinya," imbuh Jero Mangku Danu.
Pria yang mengenal dekat Pandita Romo Puja sejak 1994 ini mengatakan, secara gen Pinandita Romo Puja adalah orang Cirebon yang berarti orang Sunda.
Sebagai orang Sunda, dia mewarisi tradisi budaya Sunda sebagai awal peradaban Hindu. Namun menekuni Hindu Jawa lantaran di diksa dari budaya Tengger. Lalu sasana pinanditanya menggunakan seperti sulinggih Bali. "Ini tentu sulit, tetapi beliau mampu mengkombinasikan tiga kebudayaan itu," imbuh Jero Mangku Danu.
Pandita Romo Puja sendiri sebelum menjadi Pandita adalah Mangku di Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara. Dia menjadi Pandita sejak 2015 lalu.
Sebagai Pandita, kata Jero Mangku Danu, biasanya harus didatangi. Tapi tidak dengan Pandita Romo Puja. Dia justru tanpa diminta menjalani darma.
"Beliau keliling ke daerah-daerah tanpa diminta demi menyebarkan darma. Ketika ke daerah, beliau juga tidak hanya untuk keperluan menyelesaikan upacara. Melainkan melakukan pembinaan umat pula. Dia pun tidak ingin merepotkan umat saat ke daerah sehingga tidak sungkan datang dengan biaya sendiri," papar Jero Mangku Danu.
Griyanya yang berada di dekat Pura Cilincing juga sederhana. Untuk itu, ketika mendengar Pandita Romo Puja meninggal, Jero Mangku Danu kaget. Dia merasa kehilangan, karena terakhir dia bertemu Pandita Romo Puja sebelum pandemi Covid-19. Mereka sedang merancang tawur agung di DKI Jakarta dan pusat yang direncanakan berlangsung di candi Prambanan.
"Jadi yang kehilangan beliau bukan hanya orang Jakarta saja. Melainkan umat di seluruh Indonesia juga karena pengabdian beliau luar biasa," terang Jero Mangku Danu. Berdasarkan rencana upacara ngaben dan ngeroras/nilapati akan dilakukan pada Selasa (11/8). Selanjutnya di larung di laut Cilincing. *k22
1
Komentar