Musim Pandemi Jadi Musim Cerai di Buleleng
Angka perceraian di Singaraja tahun ini melebihi angka kasus perceraian tahun lalu.
SINGARAJA, NusaBali
Angka perceraian di masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Buleleng masih terbilang tinggi. Setiap bulannya ada saja masyarakat yang mengajukan perceraian ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Hal ini disampaikan Humas Pengadilan Negeri Singaraja I Nyoman Dipa Rudiana. Bahkan, kata dia, Buleleng masuk urutan kedua angka perceraian tertinggi setelah Kota Denpasar.
"Kami rata-rata menerima pengajuan gugutan perceraian 50-80 kasus setiap bulannya," ujar Dipa Rudiana, Minggu (9/8). Berdasarkan data dari PN Singaraja tahun 2020 sejak Januari-Juli adanya sekitar 423 kasus gugatan perceraian yang ditangani. Sedangkan pada tahun 2019 sebelumnya pada rentang waktu yang sama, Januari-Juli ada 328 kasus gugatan perceraian.
"Dari 423 kasus gugatan perceraian telah diputus dalam sidang, 100 persen memilih bercerai dan tidak ada memilih rujuk atau damai. Kendati kedua belah pihak telah dipertemukan dan dimediasi oleh hakim," sebutnya. Ia menuturkan, memang sulit menuju proses damai kedua belah pihak karena menyangkut pilihan hati. Terkecuali kedua belah pihak melihat dampak perceraian dengan korban masa depan anak mereka.
Pria yang juga hakim PN Singaraja ini mengungkapkan, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang berumah tangga melayangkan gugutan cerai. Di antaranya persoalan ekonomi, percecokan terus menerus dan karena alasan masuk pria atau wanita idaman lain dalam rumah tangga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), atau gugatan cerai karena hukuman penjara pasangannya. "Di Buleleng angka perceraian dominan karena faktor masalah ekonomi keluarga, adanya pria dan wanita idaman lainnya dalam rumah tangga," katanya.
Antara pihak istri dan suami berimbang melakukan gugutan perceraian. Pihak istri menggugat cerai suaminya karena masalah ekonomi lantaran tidak berikan nafkah setiap harinya. Sementara pihak lelaki atau suami menggugat cerai istrinya karena sang istri memiliki hubungan dengan pria idalaman lain.
Hal yang sama juga terjadi di Pengadilan Agama (PA) Singaraja. "Kasus perceraian selama pandemi Covid-19 mengalami peningkatan signifikan," ujar Humas Pengadilan Agama Singaraja Iqbal Kadafi, Minggu (9/8). Pada bulan Januari hingga Juli 2020 tercatat 93 perkara gugatan perceraian. Sedangkan di tahun 2019 total secara keseluruhan selama setahun ada 129 perkara gugatan perceraian.
"Data 93 perkara gugatan cerai itu baru data pertengahan tahun 2020 belum sampai akhir tahun. Kami prediksi akan terus meningkat sampai akhir tahun," sebut pria yang juga selaku Hakim Pengadilan Agama Singaraja ini. Kadafi menuturkan, pihaknya menerima 10 sampai 15 gugatan perceraian di Pengadilan Agama Singaraja setiap bulannya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pasangan mengajukan gugatan cerai. Mulai dari salah satu pihak dihukum penjara, poligami, KDRT, cacat badan, perselisihan dan pertengkaran terus menerus, dan ekonomi. "Di Pengadilan Agama Singaraja gugatan perceraian dominan masalah ekonomi dan perselisihan dan pertengkaran terus menerus (cekcok)," pungkasnya.*cr75
Angka perceraian di masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Buleleng masih terbilang tinggi. Setiap bulannya ada saja masyarakat yang mengajukan perceraian ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Hal ini disampaikan Humas Pengadilan Negeri Singaraja I Nyoman Dipa Rudiana. Bahkan, kata dia, Buleleng masuk urutan kedua angka perceraian tertinggi setelah Kota Denpasar.
"Kami rata-rata menerima pengajuan gugutan perceraian 50-80 kasus setiap bulannya," ujar Dipa Rudiana, Minggu (9/8). Berdasarkan data dari PN Singaraja tahun 2020 sejak Januari-Juli adanya sekitar 423 kasus gugatan perceraian yang ditangani. Sedangkan pada tahun 2019 sebelumnya pada rentang waktu yang sama, Januari-Juli ada 328 kasus gugatan perceraian.
"Dari 423 kasus gugatan perceraian telah diputus dalam sidang, 100 persen memilih bercerai dan tidak ada memilih rujuk atau damai. Kendati kedua belah pihak telah dipertemukan dan dimediasi oleh hakim," sebutnya. Ia menuturkan, memang sulit menuju proses damai kedua belah pihak karena menyangkut pilihan hati. Terkecuali kedua belah pihak melihat dampak perceraian dengan korban masa depan anak mereka.
Pria yang juga hakim PN Singaraja ini mengungkapkan, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang berumah tangga melayangkan gugutan cerai. Di antaranya persoalan ekonomi, percecokan terus menerus dan karena alasan masuk pria atau wanita idaman lain dalam rumah tangga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), atau gugatan cerai karena hukuman penjara pasangannya. "Di Buleleng angka perceraian dominan karena faktor masalah ekonomi keluarga, adanya pria dan wanita idaman lainnya dalam rumah tangga," katanya.
Antara pihak istri dan suami berimbang melakukan gugutan perceraian. Pihak istri menggugat cerai suaminya karena masalah ekonomi lantaran tidak berikan nafkah setiap harinya. Sementara pihak lelaki atau suami menggugat cerai istrinya karena sang istri memiliki hubungan dengan pria idalaman lain.
Hal yang sama juga terjadi di Pengadilan Agama (PA) Singaraja. "Kasus perceraian selama pandemi Covid-19 mengalami peningkatan signifikan," ujar Humas Pengadilan Agama Singaraja Iqbal Kadafi, Minggu (9/8). Pada bulan Januari hingga Juli 2020 tercatat 93 perkara gugatan perceraian. Sedangkan di tahun 2019 total secara keseluruhan selama setahun ada 129 perkara gugatan perceraian.
"Data 93 perkara gugatan cerai itu baru data pertengahan tahun 2020 belum sampai akhir tahun. Kami prediksi akan terus meningkat sampai akhir tahun," sebut pria yang juga selaku Hakim Pengadilan Agama Singaraja ini. Kadafi menuturkan, pihaknya menerima 10 sampai 15 gugatan perceraian di Pengadilan Agama Singaraja setiap bulannya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan pasangan mengajukan gugatan cerai. Mulai dari salah satu pihak dihukum penjara, poligami, KDRT, cacat badan, perselisihan dan pertengkaran terus menerus, dan ekonomi. "Di Pengadilan Agama Singaraja gugatan perceraian dominan masalah ekonomi dan perselisihan dan pertengkaran terus menerus (cekcok)," pungkasnya.*cr75
Komentar