Jro Made Sudirta Selama 5 Bulan Berjuang Melawan Penyakit Misterius
Satu Wartawan Seniornya Meninggal Dunia, Keluarga Besar Harian Umum NusaBali Berduka
Almarhum Jro Made Sudirta sempat berencana bikin buku tentang politik di Buleleng bersama Made Adnyana Ole (LKBN Antara) dan I Ketut Wiratmaja (Radio Guntur Singaraja), namun belum terealisasi
SINGARAJA, NusaBali
Keluarga besar Harian Umum NusaBali berduka setelah salah satu wartawan andalannya, Jro Made Sudirta, 47, meninggal dunia di RS BaliMed Singaraja, Selasa (11/8) pagi. Sebelum berpulang, wartawan senior yang kesehariannya bertugas di Kabupaten Buleleng ini selama 5 bulan berjuang melawan penyakit misterius.
Jro Made Sudirta menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di IGD RS BaliMed Singaraja, Selasa pagi pukul 09.30 Wita. Sebelum menghembuskan napas terakhir, almarhum sempat 5,5 jam menjalani perawatan sejak dilarikan keluarganya ke rumah sakit. Almarhum dilarikan keluarganya ke rumah sakit, dinihari kemarin sekitar pukul 04.00 Wita, setelah lemas usai muntah-muntah di rumahnya kawasan Banjar Bale Agung, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Inilah akhir dari penderitaan Jro Made Sudirta, yang sudah 5 bulan berjibaku melawan penyakit misterius. Jurnalis yang juga ngayah sebagai pamangku di Pura Dadia ini mulai merasakan sakit aneh, awal Maret 2020 lalu. Mulanya, tangan kirinya mendadak tidak bisa digerakkan dan tampak seperti melepuh, sehingga produktivitasnya dalam bekerja mulai berkurang.
Pertengahan Mei 2020, kondisi almarhum Jro Made Sudirta sempat membaik hingga kembali bisa menjalankan tugas jurnalistik seperti biasa. Namun, hanya bertahan dua pekan, jurnalis berusia 47 tahun ini kembali meringkuk di tempat tidur karena keluhan sakit di bagian pinggang, awal Juni 2020.
Sejak itu, pria kelahiran 6 Juli 1973 ini tak bisa lagi melakukan aktivitas jurnalistik. Selama itu pula, Jro Made Sudirta yang bergabung di NusaBali sejak awal berdiri 3 Oktober 1994, menjalani rawat jalan. Sampai akhirnya kondisinya drop, dinihari kemarin hingga dilarikan ke RS BaliMed Singaraja dalam keadaan koma.
Almarhum Jro Made Sudirta berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ketut Ayu Widiastuti, 43, serta dua anak yang masih beranjak remaja: Putu Satya Prabata Wiguna, 17, dan Made Kania Praba Swari, 12. Buat sementara, jenazah almarhum masih dititipkan di Ruang Jenazah RSUD Buleleng di Singaraja hingga Jumat (14/8) depan, karena aturan desa adat. Keluarga besar selanjutnya akan merencanakan upacara pemakaman yang disesuaikan dengan keputusan desa adat dan dewasa ayu (hari baik).
Istri almarhum, Ketut Ayu Widiastuti, tak dapat menahan tangis di Ruang IGD RS BaliMed, Selasa kemarin. Isak tangisnya pecah saat alat pacu jantung yang dioperasikan dokter dan tenaga medis tidak kunjung membuat suaminya bergerak dan sadarkan diri. Takdir akhirnya memisahkan Jro Made Sudirta dan Ayu Widiastuti, yang sudah selama 17 tahun mengarungi bahtera rumah tangga sejak menikah pada 2003.
Di tengah isak tangisnya, Ayu Widiastuti menceritakan almarhum suaminya selama ini tidak memahami penyakit yang diderita. Almarhum sudah menempuh sejumlah pengobatan medis maupun non medis. Sempat dilakukan uji laboratorium menyeluruh di Prodia, namun tidak terekam jelas apa penyakit yang diderita almarhum.
“Hasil labnya tidak ada apa. Memang sempat dibilang dokter saat dirawat terakhir di RS BaliMed bahwa Bapak (almarhum) kemungkinan mengalami saraf kejepit dan melemahnya otot di bagian pinggang. Tapi, terakhir saat dibawa hasil lab oleh dokter spesialis, dibilang semuanya baik dan dianjurkan untuk menempuh pengobatan alternatif,” kenang Ayu Widiastuti sambil mnenangis.
Ayu Widiastuti menyebutkan, selama 5 bulan merawat sang suami yang hanya menjalani perawatan jalan, dirinya cuma bisa pasrah. Namun, gelagat aneh mulai ditunjukkan Jro Made Sudirta sejak dua hari sebelum kepergiannya. Pertama, Minggu (9/8), Ayu Widiastuti diminta almarhum untuk mencukur jenggot dan kumisnya.
“Tumben Bapak minta kuris jenggot sama potong kuku,” cerita Ayu Widiastuti. Kedua, Senin (10/8), almarhum Jro Made Sudirta tiba-tiba meminta agar anak bungsunya, Made Kania Praba Swari, dibekeli uang Rp 100.000. “Ini juga tumben minta kasi Kania bekal Rp 100.000,” katanya.
Disebutkan, sehari sebelum tutup usia, almarhum Jro Made Sudirta yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Jro Mangku Weta (alm) dan Jro Suri, kondisinya cukup stabil. Namun, menjelang tengah malam, almarhum mulai muntah-muntah.
Usai muntah pertama, kata Ayu Widiastuti, almarhum sempat kembali tertidur. Sampai akhirnya menjelang dinihari pukul 04.00 Wita, almarhum Jro Made Sudirta kembali muntah-muntah dan langsung lemas. Ayu Widiastuti dibantu kerabatnya kemudian melarikan almarhum ke rumah sakit.
Keluarga besar Harian Umum NusaBali berduka atas kepergian almar-hum Jro Made Sudirta buat selamanya. Menurut Pemimpin Redaksi NusaBali, I Ketut Naria, almarhum termasuk salah satu karyawan yang gabung sejak awal berdirinya media cetak ini, 3 Oktober 1994. Disebutkan, almarhum merupakan salah satu wartawan senior andalan NusaBali.
“Awalnya, almarhum Jro Made Sudirta bertugas di Bagian Sirkulasi NusaBali. Karena kemauan kerasnya setelah menamatkan kuliah sambil kerja, almarhum dicoba sebagai wartawan. Ternyata, dia mampu menjalankan tugas jurnalistik dengan baik. Dia sudah 20 tahun lebih menjadi wartawan,” kenang Ketut Naria sembari menyebut almarhum Jro Made Sudirta sempat selama 2 tahun keluar untuk kembangkan karier di media lain, namun pilih balik lagi ke NusaBali pada 2009 karena merasa tak bisa jauh dari ‘kawitan’.
Sementara itu, kalangan jurnalis yang bertugas di Kabupaten Buleleng mengenal almarhum Jro Made Sudirta sebagai wartawan senior dan wartawan politik andal tak tertandingi. Hal ini diungkapkan budayawan Made Adnyana Ole, yang kini masih bekerja untuk LKBN Antara. Menurut Adnyana Ole, dia mengenal almarhum sejak bertugas di Buleleng awal tahun 2000-an.
“Saya sempat ada rencana bikin buku tentang politik di Buleleng bersama Jro Sudirta dan I Ketut Wiratmaja (wartawan Radio Guntur Singaraja, Red), karena yang intens mengikuti dunia perpolitikan Buleleng dari awal ya kami bertiga. Sudah sempat dikomukasikan rencana ini, tapi belum kesampaian,” tutur Adnyana Ole di Singaraja, Selasa kemarin.
Sedangkan Presiden Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB), I Ketut Wiratmaja, mengaku sangat kehilangan sosok kawan yang selama ini diajak gradag-grudug mencari berita. Menurut reporter Radio Guntur ini, almarhum Jro Made Sudirta merupakan sosok panutan teman-teman wartawan di Buleleng. Dalam setiap kegiatan, selalu ada celetukan-celetukan yang membuat teman-teman semangat dalam melakukan peliputan.
“Kalau liputan, almarhum tak banyak mengomentari peristiwa, tapi tulisannya sangat tajam dan mendalam. Saat dijenguk beberapa kali, almarhum juga tak pernah mengeluhkan kondisi sakitnya. Bahkan, setiapkali ditelepon, selalu bilang sudah baikan,” kenang Wiratmaja, yang kemarin sejak pagi ikut menunggui almarhum di RS BaliMed.
Wiratmaja mengaku sangat dekat dengan almarhum Jro Made Sudirta, melebihi persahabatan biasa, karena pernah satu tim di Radio Guntur peride 2007-2009. Sosok almarhum dikenal Wiratmaja banyak memberikan trik peliputan. Almarhum juga dikenal sebagai pekerja ulet, bahkan tak jarang baru pulang dinihari pukul 02.00 Wita.
“Saking uletnya bekerja, pernah saat pulang dinihari, almarhum mengalami kecelakaan menabrak kucing, hingga harus di-opname beberapa hari. Ada banyak kenanganan bersama Jro Sudirta. Kami merasa sangat kehilangan sosok panutan yang low profile,” kata Wiratmaja. *k23
Jro Made Sudirta menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di IGD RS BaliMed Singaraja, Selasa pagi pukul 09.30 Wita. Sebelum menghembuskan napas terakhir, almarhum sempat 5,5 jam menjalani perawatan sejak dilarikan keluarganya ke rumah sakit. Almarhum dilarikan keluarganya ke rumah sakit, dinihari kemarin sekitar pukul 04.00 Wita, setelah lemas usai muntah-muntah di rumahnya kawasan Banjar Bale Agung, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Inilah akhir dari penderitaan Jro Made Sudirta, yang sudah 5 bulan berjibaku melawan penyakit misterius. Jurnalis yang juga ngayah sebagai pamangku di Pura Dadia ini mulai merasakan sakit aneh, awal Maret 2020 lalu. Mulanya, tangan kirinya mendadak tidak bisa digerakkan dan tampak seperti melepuh, sehingga produktivitasnya dalam bekerja mulai berkurang.
Pertengahan Mei 2020, kondisi almarhum Jro Made Sudirta sempat membaik hingga kembali bisa menjalankan tugas jurnalistik seperti biasa. Namun, hanya bertahan dua pekan, jurnalis berusia 47 tahun ini kembali meringkuk di tempat tidur karena keluhan sakit di bagian pinggang, awal Juni 2020.
Sejak itu, pria kelahiran 6 Juli 1973 ini tak bisa lagi melakukan aktivitas jurnalistik. Selama itu pula, Jro Made Sudirta yang bergabung di NusaBali sejak awal berdiri 3 Oktober 1994, menjalani rawat jalan. Sampai akhirnya kondisinya drop, dinihari kemarin hingga dilarikan ke RS BaliMed Singaraja dalam keadaan koma.
Almarhum Jro Made Sudirta berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ketut Ayu Widiastuti, 43, serta dua anak yang masih beranjak remaja: Putu Satya Prabata Wiguna, 17, dan Made Kania Praba Swari, 12. Buat sementara, jenazah almarhum masih dititipkan di Ruang Jenazah RSUD Buleleng di Singaraja hingga Jumat (14/8) depan, karena aturan desa adat. Keluarga besar selanjutnya akan merencanakan upacara pemakaman yang disesuaikan dengan keputusan desa adat dan dewasa ayu (hari baik).
Istri almarhum, Ketut Ayu Widiastuti, tak dapat menahan tangis di Ruang IGD RS BaliMed, Selasa kemarin. Isak tangisnya pecah saat alat pacu jantung yang dioperasikan dokter dan tenaga medis tidak kunjung membuat suaminya bergerak dan sadarkan diri. Takdir akhirnya memisahkan Jro Made Sudirta dan Ayu Widiastuti, yang sudah selama 17 tahun mengarungi bahtera rumah tangga sejak menikah pada 2003.
Di tengah isak tangisnya, Ayu Widiastuti menceritakan almarhum suaminya selama ini tidak memahami penyakit yang diderita. Almarhum sudah menempuh sejumlah pengobatan medis maupun non medis. Sempat dilakukan uji laboratorium menyeluruh di Prodia, namun tidak terekam jelas apa penyakit yang diderita almarhum.
“Hasil labnya tidak ada apa. Memang sempat dibilang dokter saat dirawat terakhir di RS BaliMed bahwa Bapak (almarhum) kemungkinan mengalami saraf kejepit dan melemahnya otot di bagian pinggang. Tapi, terakhir saat dibawa hasil lab oleh dokter spesialis, dibilang semuanya baik dan dianjurkan untuk menempuh pengobatan alternatif,” kenang Ayu Widiastuti sambil mnenangis.
Ayu Widiastuti menyebutkan, selama 5 bulan merawat sang suami yang hanya menjalani perawatan jalan, dirinya cuma bisa pasrah. Namun, gelagat aneh mulai ditunjukkan Jro Made Sudirta sejak dua hari sebelum kepergiannya. Pertama, Minggu (9/8), Ayu Widiastuti diminta almarhum untuk mencukur jenggot dan kumisnya.
“Tumben Bapak minta kuris jenggot sama potong kuku,” cerita Ayu Widiastuti. Kedua, Senin (10/8), almarhum Jro Made Sudirta tiba-tiba meminta agar anak bungsunya, Made Kania Praba Swari, dibekeli uang Rp 100.000. “Ini juga tumben minta kasi Kania bekal Rp 100.000,” katanya.
Disebutkan, sehari sebelum tutup usia, almarhum Jro Made Sudirta yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Jro Mangku Weta (alm) dan Jro Suri, kondisinya cukup stabil. Namun, menjelang tengah malam, almarhum mulai muntah-muntah.
Usai muntah pertama, kata Ayu Widiastuti, almarhum sempat kembali tertidur. Sampai akhirnya menjelang dinihari pukul 04.00 Wita, almarhum Jro Made Sudirta kembali muntah-muntah dan langsung lemas. Ayu Widiastuti dibantu kerabatnya kemudian melarikan almarhum ke rumah sakit.
Keluarga besar Harian Umum NusaBali berduka atas kepergian almar-hum Jro Made Sudirta buat selamanya. Menurut Pemimpin Redaksi NusaBali, I Ketut Naria, almarhum termasuk salah satu karyawan yang gabung sejak awal berdirinya media cetak ini, 3 Oktober 1994. Disebutkan, almarhum merupakan salah satu wartawan senior andalan NusaBali.
“Awalnya, almarhum Jro Made Sudirta bertugas di Bagian Sirkulasi NusaBali. Karena kemauan kerasnya setelah menamatkan kuliah sambil kerja, almarhum dicoba sebagai wartawan. Ternyata, dia mampu menjalankan tugas jurnalistik dengan baik. Dia sudah 20 tahun lebih menjadi wartawan,” kenang Ketut Naria sembari menyebut almarhum Jro Made Sudirta sempat selama 2 tahun keluar untuk kembangkan karier di media lain, namun pilih balik lagi ke NusaBali pada 2009 karena merasa tak bisa jauh dari ‘kawitan’.
Sementara itu, kalangan jurnalis yang bertugas di Kabupaten Buleleng mengenal almarhum Jro Made Sudirta sebagai wartawan senior dan wartawan politik andal tak tertandingi. Hal ini diungkapkan budayawan Made Adnyana Ole, yang kini masih bekerja untuk LKBN Antara. Menurut Adnyana Ole, dia mengenal almarhum sejak bertugas di Buleleng awal tahun 2000-an.
“Saya sempat ada rencana bikin buku tentang politik di Buleleng bersama Jro Sudirta dan I Ketut Wiratmaja (wartawan Radio Guntur Singaraja, Red), karena yang intens mengikuti dunia perpolitikan Buleleng dari awal ya kami bertiga. Sudah sempat dikomukasikan rencana ini, tapi belum kesampaian,” tutur Adnyana Ole di Singaraja, Selasa kemarin.
Sedangkan Presiden Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB), I Ketut Wiratmaja, mengaku sangat kehilangan sosok kawan yang selama ini diajak gradag-grudug mencari berita. Menurut reporter Radio Guntur ini, almarhum Jro Made Sudirta merupakan sosok panutan teman-teman wartawan di Buleleng. Dalam setiap kegiatan, selalu ada celetukan-celetukan yang membuat teman-teman semangat dalam melakukan peliputan.
“Kalau liputan, almarhum tak banyak mengomentari peristiwa, tapi tulisannya sangat tajam dan mendalam. Saat dijenguk beberapa kali, almarhum juga tak pernah mengeluhkan kondisi sakitnya. Bahkan, setiapkali ditelepon, selalu bilang sudah baikan,” kenang Wiratmaja, yang kemarin sejak pagi ikut menunggui almarhum di RS BaliMed.
Wiratmaja mengaku sangat dekat dengan almarhum Jro Made Sudirta, melebihi persahabatan biasa, karena pernah satu tim di Radio Guntur peride 2007-2009. Sosok almarhum dikenal Wiratmaja banyak memberikan trik peliputan. Almarhum juga dikenal sebagai pekerja ulet, bahkan tak jarang baru pulang dinihari pukul 02.00 Wita.
“Saking uletnya bekerja, pernah saat pulang dinihari, almarhum mengalami kecelakaan menabrak kucing, hingga harus di-opname beberapa hari. Ada banyak kenanganan bersama Jro Sudirta. Kami merasa sangat kehilangan sosok panutan yang low profile,” kata Wiratmaja. *k23
Komentar