Sendirian Mengajar Melukis Sejak 2009, Sri Wedari Dijuluki Bu Wayang
Lahir di tengah-tengah lingkungan keluarga pelukis, Ni Wayan Sri Wedari sudah dipercaya sang ayah bantu mengajar melukis Wayang Kamasan di sanggar seni milik ayahnya.
Dalam memberikan pelajaran melukis, Sri Wedari mengawali dengan terlebih dulu mengenalkan pakem dan karakteristik Wayang Kamasan itu sendiri, lewat beberapa sampel gambar. Materi praktek diawali dengan pelajaran sketsa, mempelajari gelap terang, hingga mewarnai. Ketika siswa sudah mulai mahir, mereka juga dilibatkan melukis mural di dinding sekolah, dengan oramen Wayang Kamasan. “Saya mengajak siswa melukis mural bulan Juni 2016 lalu, dengan mengambil cuplikan kisah epos Ramayana,” terangnya.
Untuk sketsa cerita pewayangannya langsung digarap Sri Wedari, untuk menghindari terjadinya kekeliruan bentuk yang akan dituangkan. Sebab, ketika salah membuat sketsa di dinding, akan sulit dihapus. Sedangkan untuk membuat bentuk yang relatif gampang seperti bebatuan dan dedauan, dipercayakan kepada para siswa. “Khusus untuk membuat sketsa di dinding, saya buat agak lebih jelas, sehingga siswa bisa lebih gampang mewarnai,” ujar Sri Wedari.
Sri Wedari mengisahkan, perjalanan kariernya di dunia seni rupa hingga mencapai seperti sekarang, tidaklah mulus. Sri Wedari sudah menekukni dunia seni lukis Wayang Kamasan sejak kecil, mengingat dia lahir dan dibesarkan di tengah-tengah lingkungan keluarga pelukis. Ayahnya, I Nyoman Mendra, ketika itu juga membuka sanggar seni di rumahnya di Banjar Sangging, Desa Kamasan. Jumlah peserta didik di sanggar seni ayahnya ini mencapai 50 orang.
Setelah menginjak bangku SMP, Sri Wedari sudah mampu membantu ayahnya untuk mengajar anak-anak yang belajar melukis di sangar seni tersebut. Setelah tamat SMAN 1 Semarapoura, Sri Wedari melanjutkan kuliah di Jurusan Seni Murni Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Unud.
Begitu menamatkan pendidikan di PSSR Unud tahun 1998, Sri Wedari mengadu nasib dengan bekerja sebagai desainer baju di salah satu perusahaan konfeksi. Pekerjaan ini dilakoninya sampai Sri Wedari menikah dengan I Kadek Sesangka Puja Laksana, pemuda asal satu banjar yang kini bekerja di bidang seni membuat kerajinan keramik, lukisan Wayang Kamasan, dan lukisan Potrer.
Setelah berkeluarga, Sri Wedari mencoba mencari Akte IV di IKIP PGRI Bali di Denpasar. Selesai pendidikan di IKIP PGRI Bali pada 2008, Sri Wedari kemudian menjadi guru honor melukis di SMK Pariwisata Yapparindo, Klungkung. Nasib baik akhirnya datang ketika Sri Wedari mengikuti tes seleksi calon PNS tahun 2009, dia dinyatakan lolos. Sri Wedari langsung ditugaskan mengajar di SMAN 2 Semrapura.
“Beberapa bulan mengajar, saya langsung dipercaya untuk mengisi materi melukis Wayang Kamasan di sekolah,” kenang ibu dari Ni Putu Esa Puja Laksmi, 14 (siswi Kelas IX SMPN 1 Semarapura) dan I Made Danan Adi Laksana, 10 (siswa Kelas IV SDN 1 Desa Kamasan) ini.
Sri Wedari berharap lewat terobosan SMAN 2 Semarapura yang mewajibkan siswa melukis Wayang Kamasan, bisa melestarikan seni budaya warisan leluhur ini. Dia mengkui kalangan generasi muda di Banjar Sangging, Desa Kamasan saat ini sedikit yang belajar melukis Wayang Kamasan.
Makanya, pelajaran melukis Wayang Kamawan yang diberikan di SMAN 2 Semarapura secara tidak langsung bisa melestarikan seni warisan leluhur tersebut. “Jika siswa memiliki bakat dan minat, tentu mereka bisa mengembangkan kemampuannya di kemudian hari,” jelas Sri Wedari. * wa
Untuk sketsa cerita pewayangannya langsung digarap Sri Wedari, untuk menghindari terjadinya kekeliruan bentuk yang akan dituangkan. Sebab, ketika salah membuat sketsa di dinding, akan sulit dihapus. Sedangkan untuk membuat bentuk yang relatif gampang seperti bebatuan dan dedauan, dipercayakan kepada para siswa. “Khusus untuk membuat sketsa di dinding, saya buat agak lebih jelas, sehingga siswa bisa lebih gampang mewarnai,” ujar Sri Wedari.
Sri Wedari mengisahkan, perjalanan kariernya di dunia seni rupa hingga mencapai seperti sekarang, tidaklah mulus. Sri Wedari sudah menekukni dunia seni lukis Wayang Kamasan sejak kecil, mengingat dia lahir dan dibesarkan di tengah-tengah lingkungan keluarga pelukis. Ayahnya, I Nyoman Mendra, ketika itu juga membuka sanggar seni di rumahnya di Banjar Sangging, Desa Kamasan. Jumlah peserta didik di sanggar seni ayahnya ini mencapai 50 orang.
Setelah menginjak bangku SMP, Sri Wedari sudah mampu membantu ayahnya untuk mengajar anak-anak yang belajar melukis di sangar seni tersebut. Setelah tamat SMAN 1 Semarapoura, Sri Wedari melanjutkan kuliah di Jurusan Seni Murni Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Unud.
Begitu menamatkan pendidikan di PSSR Unud tahun 1998, Sri Wedari mengadu nasib dengan bekerja sebagai desainer baju di salah satu perusahaan konfeksi. Pekerjaan ini dilakoninya sampai Sri Wedari menikah dengan I Kadek Sesangka Puja Laksana, pemuda asal satu banjar yang kini bekerja di bidang seni membuat kerajinan keramik, lukisan Wayang Kamasan, dan lukisan Potrer.
Setelah berkeluarga, Sri Wedari mencoba mencari Akte IV di IKIP PGRI Bali di Denpasar. Selesai pendidikan di IKIP PGRI Bali pada 2008, Sri Wedari kemudian menjadi guru honor melukis di SMK Pariwisata Yapparindo, Klungkung. Nasib baik akhirnya datang ketika Sri Wedari mengikuti tes seleksi calon PNS tahun 2009, dia dinyatakan lolos. Sri Wedari langsung ditugaskan mengajar di SMAN 2 Semrapura.
“Beberapa bulan mengajar, saya langsung dipercaya untuk mengisi materi melukis Wayang Kamasan di sekolah,” kenang ibu dari Ni Putu Esa Puja Laksmi, 14 (siswi Kelas IX SMPN 1 Semarapura) dan I Made Danan Adi Laksana, 10 (siswa Kelas IV SDN 1 Desa Kamasan) ini.
Sri Wedari berharap lewat terobosan SMAN 2 Semarapura yang mewajibkan siswa melukis Wayang Kamasan, bisa melestarikan seni budaya warisan leluhur ini. Dia mengkui kalangan generasi muda di Banjar Sangging, Desa Kamasan saat ini sedikit yang belajar melukis Wayang Kamasan.
Makanya, pelajaran melukis Wayang Kamawan yang diberikan di SMAN 2 Semarapura secara tidak langsung bisa melestarikan seni warisan leluhur tersebut. “Jika siswa memiliki bakat dan minat, tentu mereka bisa mengembangkan kemampuannya di kemudian hari,” jelas Sri Wedari. * wa
1
2
Komentar