Pemerintah Siap Hadapi Resesi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan bisa tumbuh nol persen atau positif 0,5 persen dan kemungkinan terburuk mencapai negatif 0,5 persen.
JAKARTA, NusaBali
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah siap menghadapi resesi karena memiliki persiapan infrastruktur dan program yang kuat. Dalam pidato ilmiah memperingati Dies Natalies Sekolah Kajian Stratejik dan Global di Jakarta, Jumat, Luhut menjelaskan pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa tumbuh nol persen atau positif 0,5 persen dan kemungkinan terburuk mencapai negatif 0,5 persen.
"Ya kalau resesi terjadi, ya bisa saja terjadi. Tapi kita siap hadapi itu semua karena infrastruktur yang kita buat, program yang kita buat, eksekusi yang kita buat, kita feel comfortable (masih nyaman)," katanya.
Luhut menjelaskan, istilah comfortable bukan merupakan opini pribadinya. Namun, hal itu muncul lantaran banyak institusi internasional, mulai dari IMF, Bank Dunia hingga berbagai lembaga pemeringkat kredit internasional. Ia menuturkan secara rutin memberikan paparan mengenai kondisi ekonomi dan penanganan Covid-19 ke lembaga-lembaga tersebut. Hal itu dilakukan juga sebagai upaya mendapatkan masukan atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan Indonesia dalam upaya memulihkan ekonomi di tengah pandemi.
"Mereka selalu katakan program kita itu program yang sangat komprehensif, maybe some extend the best among emerging market (di beberapa bagian yang terbaik diantara negara berkembang lainnya). Jadi, sebenarnya eksekusi kita ini yang paling penting. Program sudah begitu bagus disusun," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksi perekonomian Indonesia selama tahun 2020 tumbuh minus 0,49 persen sebagai dampak pandemi Covid-19. "Diharapkan di kuartal ketiga bisa membaik dengan prediksi minus dua, minus satu atau bahkan kita berharap bisa masuk positif," katanya dalam peluncuran Koalisi Aksi Bersama Melawan Korupsi (CAC) Indonesia.
Dalam pemaparan terkait pertumbuhan ekonomi sejumlah negara termasuk Indonesia, Menko Airlangga memperkirakan perekonomian Indonesia pada kuartal III-2020 mencapai minus 1 persen. Kemudian, kuartal IV-2020 diperkirakan membaik menjadi positif 1,38 persen sehingga pertumbuhan ekonomi selama 2020 diperkirakan negatif 0,49 persen.
Pada bagian lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai target pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 4,5-5,5 persen terlalu ambisius di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. "Menurut saya, terlalu ambisius, dalam situasi normal pada 2019 tumbuh 5,02 persen, itu belum ada pandemi. Sekarang dengan pandemi, ini kita masih struggle untuk kuartal III 2020, berusaha agar tidak turun lebih dalam lagi. Kalaupun minus, mungkin minus 2 persen (kuartal III)," katanya di Jakarta, Jumat (14/8).
Hariyadi mengatakan butuh upaya luar biasa untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 4,5 persen pada tahun depan. "Kendala utama memang di Covid ini. Selama belum bisa dituntaskan, kita dibayangi kondisi yang menghambat. Makanya target itu ambisius. Perkiraan kami, bisa plus 2 persen saja sudah bagus," katanya.
Lebih lanjut, Hariyadi menuturkan upaya pemerintah mendorong daya beli masyarakat dengan mengalokasikan bantuan sosial patut diapresiasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat terdongkrak dari konsumsi rumah tangga yang memang jadi kontributor utama. "Tapi, ini belum cukup kuat untuk membangkitkan ekonomi kita sebesar yang ditargetkan tadi yaitu 4,5-5,5 persen," katanya. *ant
"Ya kalau resesi terjadi, ya bisa saja terjadi. Tapi kita siap hadapi itu semua karena infrastruktur yang kita buat, program yang kita buat, eksekusi yang kita buat, kita feel comfortable (masih nyaman)," katanya.
Luhut menjelaskan, istilah comfortable bukan merupakan opini pribadinya. Namun, hal itu muncul lantaran banyak institusi internasional, mulai dari IMF, Bank Dunia hingga berbagai lembaga pemeringkat kredit internasional. Ia menuturkan secara rutin memberikan paparan mengenai kondisi ekonomi dan penanganan Covid-19 ke lembaga-lembaga tersebut. Hal itu dilakukan juga sebagai upaya mendapatkan masukan atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan Indonesia dalam upaya memulihkan ekonomi di tengah pandemi.
"Mereka selalu katakan program kita itu program yang sangat komprehensif, maybe some extend the best among emerging market (di beberapa bagian yang terbaik diantara negara berkembang lainnya). Jadi, sebenarnya eksekusi kita ini yang paling penting. Program sudah begitu bagus disusun," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksi perekonomian Indonesia selama tahun 2020 tumbuh minus 0,49 persen sebagai dampak pandemi Covid-19. "Diharapkan di kuartal ketiga bisa membaik dengan prediksi minus dua, minus satu atau bahkan kita berharap bisa masuk positif," katanya dalam peluncuran Koalisi Aksi Bersama Melawan Korupsi (CAC) Indonesia.
Dalam pemaparan terkait pertumbuhan ekonomi sejumlah negara termasuk Indonesia, Menko Airlangga memperkirakan perekonomian Indonesia pada kuartal III-2020 mencapai minus 1 persen. Kemudian, kuartal IV-2020 diperkirakan membaik menjadi positif 1,38 persen sehingga pertumbuhan ekonomi selama 2020 diperkirakan negatif 0,49 persen.
Pada bagian lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai target pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 4,5-5,5 persen terlalu ambisius di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. "Menurut saya, terlalu ambisius, dalam situasi normal pada 2019 tumbuh 5,02 persen, itu belum ada pandemi. Sekarang dengan pandemi, ini kita masih struggle untuk kuartal III 2020, berusaha agar tidak turun lebih dalam lagi. Kalaupun minus, mungkin minus 2 persen (kuartal III)," katanya di Jakarta, Jumat (14/8).
Hariyadi mengatakan butuh upaya luar biasa untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 4,5 persen pada tahun depan. "Kendala utama memang di Covid ini. Selama belum bisa dituntaskan, kita dibayangi kondisi yang menghambat. Makanya target itu ambisius. Perkiraan kami, bisa plus 2 persen saja sudah bagus," katanya.
Lebih lanjut, Hariyadi menuturkan upaya pemerintah mendorong daya beli masyarakat dengan mengalokasikan bantuan sosial patut diapresiasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat terdongkrak dari konsumsi rumah tangga yang memang jadi kontributor utama. "Tapi, ini belum cukup kuat untuk membangkitkan ekonomi kita sebesar yang ditargetkan tadi yaitu 4,5-5,5 persen," katanya. *ant
Komentar