Desa Adat Berterima Kasih Atas 20 Tahun Pengabdian Almarhum
Jenazah Wartawan NusaBali Jro Made Sudirta Diupacarai Makingsan ring Gni di Setra Desa Adat Kerobokan
Selain menjadi pamangku Pura Dadia Telaga Waja dadia, Jro Made Sudirta selama ini juga sebagai koordinator pamangku di Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng yang mengkoordinasikan 27 pamangku
SINGARAJA, NusaBali
Jenazah Jro Mangku Made Sudirta, 47, wartawan senior Harian Umum NusaBali yang meninggal karena penyakit misterius, telah diupacarai makingsan ring gni di Setra Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng pada Wraspati Pon Wariga, Kamis (20/8) siang. Pihak Desa Adat Kerobokan berterima kasih atas pengabdian selama 20 tahun almarhum di desa adat.
Prosesi upacara makingsan ring gni jenazah Jro Made Sudirta, Selasa kemarin, dihadiri keluarga, kerabat, krama desa, dan teman sejawat sesama jurnalis. Rangkaian upacara dimulai pagi sekitar pukul 09.00 Wita, diawali dengan prosesi nyiramang layon (memandikan jenazah) di rumah duka kawasan Banjar Bale Agung, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan.
Sedangkan iring-iringan jenazah baru memargi (bergerak) menuju Setra Desa Adat Kerobokan yang berjarak sekitar 0,5 kilometer dari rumah duka, siang pukul 11.00 Wita. Prosesi mengantarkan almarhum Jro Made Sudirta menuju tempat peristirahatan terakhir diiringi tabuh baleganjur.
Suasana haru biru terjadi saat prosesi perabuan jenazah Jro Made Sudirta, yang sebelumnya meninggal dunia di RS Bali Med Singaraja, Selasa (11/8) pagi pukul 09.30 Wita. Saat itu, istri almarhum, Ketut Ayu Widiastuti, 45, berteriak histeris karena tak kuasa menahan sesak dada akibat ditinggal suami tercinta. Namun, kedua anak almarhum, Putu Satya Prabtaa Wiguna, 17 (siswa Kelas III SMA) dan Made Kania Praba Swari, 12 (siswi Kelas I SMP), tampak cukup tegar mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir.
Usai upacara makingsan ring gni, dilanjutkan dengan ritual nganyut abu jenazah ke segara (laut) Desa Kerobokan. Terakhir, dilaksanakan prosesi ngelinggihang (menstanakan) di Pura Dadia Telaga Waja, Desa Adat Kerobokan, di mana almarhum Jro Made Sudirta selama ini ngayah sebagai pamangku.
Keluarga besar Jro Made Sudirta dari Dadia Telaga Waja sudah berupaya mengikhlaskan kepergian pamangku mereka, yang selama ini dikenal andal dalam menangani urusan keagaman dan dipercaya sebagai tetua di keluarganya. Hal ini juga diakui kakak misan (sepupu) almarhum, Gede Setia Budi. Menurut Gede Setia Budi, yang selama ini tinggal di Denpasar, peran Jro Made Sudirta---yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan almarhum Jro Mangku Weta dan Jro Suri---sangat berpengaruh di keluarga besarnya.
“Adik saya ini (almarhum Jro Made Sudirta, Red) dipercaya sebagai tetua keluarga besar di kampung, selain memang kajumput jadi pamangku dadia. Soal urusan keagamaan dan dadia, kami sangat mengandalkan almarhum. Orangnya sangat baik, polos, sedikit pendiam. Soal tanggung jawab kelaurga di kampung, adik saya ini menjadi andalan kami,” kenang Setia Budi kepada NusaBali di Setra Desa Adat Kerobokan, Kamis kemarin.
Setia Budi menyebutkan, sebelum ajal menjemput Jro Made Sudirta, dia bersama saudara-saudaranya sempat berniat untuk menjemput almarhum buat dirawat di Denpasar. Kebetulan, keluarga dekatnya semuanya merantau di Denpasar. Namun, garis hidup berkata lain. Sebelum rencana penjemputan dilakukan, almarhum Jro Made Sudirta yang menderita penyakit aneh selama 5 bulan terakhir, keburu mening-gal dunia.
Hingga saat ini, pihak keluarga belum memastikan kapan upacara pangabenan Jro Made Sudirta akan dilakukan. “Setelah ini, kami akan rembuk dulu di dadia dan koordinasi dengan desa adat. Soalnya, masih ada krama dadia yang belum diabenkan. Jadi, apakah akan sekalian diabenkan dengan mereka atau ikut di desa adat?” papar Setia Budi.
Mewakili keluarga besarnya, Setia Budi menyampaikan permohonan maaf jika almarhum Jro Made Sudirta pernah memiliki kesalahan, baik sengaja maupun tidak sengaja. “Saya mewakili keluarga memohon maaf apabila adik kami punya salah selama bekerja bersama teman-teman dan juga narasumber. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu adik kami selama ini, termasuk Pemkab Bulelelng, rumah sakit, dan teman-teman almarhum,” katanya.
Sementara itu, pihak Desa Adat Kerobokan merasa kehilangan atas berpulangnya Jro Made Sudirta. Apalagi, almarhum selama 20 tahun mengabdi di desa adat sebagai Kerta Desa. Selain sebagai pangku dadia, Jro Made Sudirta selama ini juga menjadi koordinator pamangku di Desa Adat Kerobokan, yang mengkoordinasikan 27 pamangku.
Bendesa Adat Kerobokan, Jro Wayan Sumajaya, mengungkapkan almarhum Jro Made Sudirta selama ini dikenal sebagai sosok yang bekerja cerdas dan ikhlas. Selama ngayah di desa adat, Jro Made Sudirta yang memiliki banyak koneksi dari profesinya sebagai wartawan, banyak membantu dan memberikan jalan pengembangan desa adat. Meski demikian, almarhum dikenal sebagai sosok yang independen dan tidak pernah memihak siapa pun yang berhasil didatangkan untuk mendukung program pemajuan desa adat.
“Jro-nya (almarhum) bergabung di desa adat sejak tahun 2000, menggantikan ayahnya yang dulu juga jadi pamangku. Almarhum sudah lama saya ajak di desa adat, beliau sangat luar biasa, banyak punya pemikiran membangun desa, karena rasa memiliki desanya juga kuat,” papar Jro Sumajaya.
Menurut Jro Sumajaya, almarhum Jro Made Sudirta terakhir kali bertugas 14-15 April 2020 lalu saat upacara ngenteg linggih di Pura Dalem Desa Adat Kerobokan. Meski kondisinya sudah dalam keadaan sakit, almarhum saat itu tetap datang dan menyelesaikan tugasnya.
“Saat itu, almarhum yang mengatur secara teknis pembagian tugas dalam upacara. Memang almarhum sempat mengeluh sakit pada tangan, kemudian juga mengeluh tidak kuat duduk lama karena saraf kejepit,” kenang Jro Sumajaya yang notabene mantan Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Buleleng.
Jro Sumajaya menyebutkan, kinerja alarhum Jro Made Sudirta dalam ngayah membangun desa adat, sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, almarhum pula yang menginisiasi program ngaben massal di Desa Adat Kerobokan tahun 2008.
Selaku Bendesa Adat Kerobokan, Jro Sumajaya mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Buleleng, RS BaliMed, RSUD Buleleng, dan rekan sejawat sesama jurnalis yang telah membantu almarhum selama ini. “Begitu pula Pak Bupati, Pak Wakil Bupati, dan Pak Sekda Buleleng yang meluangkan waktunya menengok almarhum Jro Made Sudirta. Kami mewakili keluarga mengucapkan terima kasih, terlebih di-tanggungnya pendidikan anak-anak almarhum dan dituntun sampai mendapat pekerjaan,” terang Jro Sumajaya.
Almarhum Jro Made Sudirta sendiri meninggal dunia di RS BaliMed Singaraja, 11 Agustus 2020 pagi pukul 09.30 Wita. Wartawan senior kelahiran 6 Juli 1973 ini sempat 5,5 jam menjalani perawatan, sejak dilarikan keluarganya ke rumah sakit, dinihari pukul 04.00 Wita, dalam kondisi koma setelah muntah-muntah.
Inilah akhir dari penderitaan Jro Made Sudirta, yang sudah 5 bulan berjibaku melawan penyakit misterius. Almarhum mulai merasakan sakit aneh, awal Maret 2020 lalu. Mulanya, tangan kirinya mendadak tidak bisa digerakkan dan tampak seperti melepuh. Pertengahan Mei 2020, kondisi almarhum Jro Made Sudirta sempat membaik hingga kembali bisa menjalankan tugas jurnalistik seperti biasa.
Namun, hanya bertahan dua pekan, almarhum kembali meringkuk di tempat tidur karena keluhan sakit di bagian pinggang, awal Juni 2020. Sejak itu, almarhum tak bisa lagi melakukan aktivitas jurnalistik. Selama itu pula, Jro Made Sudirta yang bergabung di NusaBali sejak awal berdiri 3 Oktober 1994, menjalani rawat jalan. Menurut sang istri, Ketut Ayu Widiastuti, almarhum Jro Made Sudirta sudah menempuh sejumlah pengobatan medis maupun non medis. Sempat dilakukan uji labora-torium menyeluruh di Prodia, namun tidak terekam jelas apa penyakit yang diderita almarhum. *k23
Prosesi upacara makingsan ring gni jenazah Jro Made Sudirta, Selasa kemarin, dihadiri keluarga, kerabat, krama desa, dan teman sejawat sesama jurnalis. Rangkaian upacara dimulai pagi sekitar pukul 09.00 Wita, diawali dengan prosesi nyiramang layon (memandikan jenazah) di rumah duka kawasan Banjar Bale Agung, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan.
Sedangkan iring-iringan jenazah baru memargi (bergerak) menuju Setra Desa Adat Kerobokan yang berjarak sekitar 0,5 kilometer dari rumah duka, siang pukul 11.00 Wita. Prosesi mengantarkan almarhum Jro Made Sudirta menuju tempat peristirahatan terakhir diiringi tabuh baleganjur.
Suasana haru biru terjadi saat prosesi perabuan jenazah Jro Made Sudirta, yang sebelumnya meninggal dunia di RS Bali Med Singaraja, Selasa (11/8) pagi pukul 09.30 Wita. Saat itu, istri almarhum, Ketut Ayu Widiastuti, 45, berteriak histeris karena tak kuasa menahan sesak dada akibat ditinggal suami tercinta. Namun, kedua anak almarhum, Putu Satya Prabtaa Wiguna, 17 (siswa Kelas III SMA) dan Made Kania Praba Swari, 12 (siswi Kelas I SMP), tampak cukup tegar mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir.
Usai upacara makingsan ring gni, dilanjutkan dengan ritual nganyut abu jenazah ke segara (laut) Desa Kerobokan. Terakhir, dilaksanakan prosesi ngelinggihang (menstanakan) di Pura Dadia Telaga Waja, Desa Adat Kerobokan, di mana almarhum Jro Made Sudirta selama ini ngayah sebagai pamangku.
Keluarga besar Jro Made Sudirta dari Dadia Telaga Waja sudah berupaya mengikhlaskan kepergian pamangku mereka, yang selama ini dikenal andal dalam menangani urusan keagaman dan dipercaya sebagai tetua di keluarganya. Hal ini juga diakui kakak misan (sepupu) almarhum, Gede Setia Budi. Menurut Gede Setia Budi, yang selama ini tinggal di Denpasar, peran Jro Made Sudirta---yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan almarhum Jro Mangku Weta dan Jro Suri---sangat berpengaruh di keluarga besarnya.
“Adik saya ini (almarhum Jro Made Sudirta, Red) dipercaya sebagai tetua keluarga besar di kampung, selain memang kajumput jadi pamangku dadia. Soal urusan keagamaan dan dadia, kami sangat mengandalkan almarhum. Orangnya sangat baik, polos, sedikit pendiam. Soal tanggung jawab kelaurga di kampung, adik saya ini menjadi andalan kami,” kenang Setia Budi kepada NusaBali di Setra Desa Adat Kerobokan, Kamis kemarin.
Setia Budi menyebutkan, sebelum ajal menjemput Jro Made Sudirta, dia bersama saudara-saudaranya sempat berniat untuk menjemput almarhum buat dirawat di Denpasar. Kebetulan, keluarga dekatnya semuanya merantau di Denpasar. Namun, garis hidup berkata lain. Sebelum rencana penjemputan dilakukan, almarhum Jro Made Sudirta yang menderita penyakit aneh selama 5 bulan terakhir, keburu mening-gal dunia.
Hingga saat ini, pihak keluarga belum memastikan kapan upacara pangabenan Jro Made Sudirta akan dilakukan. “Setelah ini, kami akan rembuk dulu di dadia dan koordinasi dengan desa adat. Soalnya, masih ada krama dadia yang belum diabenkan. Jadi, apakah akan sekalian diabenkan dengan mereka atau ikut di desa adat?” papar Setia Budi.
Mewakili keluarga besarnya, Setia Budi menyampaikan permohonan maaf jika almarhum Jro Made Sudirta pernah memiliki kesalahan, baik sengaja maupun tidak sengaja. “Saya mewakili keluarga memohon maaf apabila adik kami punya salah selama bekerja bersama teman-teman dan juga narasumber. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu adik kami selama ini, termasuk Pemkab Bulelelng, rumah sakit, dan teman-teman almarhum,” katanya.
Sementara itu, pihak Desa Adat Kerobokan merasa kehilangan atas berpulangnya Jro Made Sudirta. Apalagi, almarhum selama 20 tahun mengabdi di desa adat sebagai Kerta Desa. Selain sebagai pangku dadia, Jro Made Sudirta selama ini juga menjadi koordinator pamangku di Desa Adat Kerobokan, yang mengkoordinasikan 27 pamangku.
Bendesa Adat Kerobokan, Jro Wayan Sumajaya, mengungkapkan almarhum Jro Made Sudirta selama ini dikenal sebagai sosok yang bekerja cerdas dan ikhlas. Selama ngayah di desa adat, Jro Made Sudirta yang memiliki banyak koneksi dari profesinya sebagai wartawan, banyak membantu dan memberikan jalan pengembangan desa adat. Meski demikian, almarhum dikenal sebagai sosok yang independen dan tidak pernah memihak siapa pun yang berhasil didatangkan untuk mendukung program pemajuan desa adat.
“Jro-nya (almarhum) bergabung di desa adat sejak tahun 2000, menggantikan ayahnya yang dulu juga jadi pamangku. Almarhum sudah lama saya ajak di desa adat, beliau sangat luar biasa, banyak punya pemikiran membangun desa, karena rasa memiliki desanya juga kuat,” papar Jro Sumajaya.
Menurut Jro Sumajaya, almarhum Jro Made Sudirta terakhir kali bertugas 14-15 April 2020 lalu saat upacara ngenteg linggih di Pura Dalem Desa Adat Kerobokan. Meski kondisinya sudah dalam keadaan sakit, almarhum saat itu tetap datang dan menyelesaikan tugasnya.
“Saat itu, almarhum yang mengatur secara teknis pembagian tugas dalam upacara. Memang almarhum sempat mengeluh sakit pada tangan, kemudian juga mengeluh tidak kuat duduk lama karena saraf kejepit,” kenang Jro Sumajaya yang notabene mantan Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Buleleng.
Jro Sumajaya menyebutkan, kinerja alarhum Jro Made Sudirta dalam ngayah membangun desa adat, sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, almarhum pula yang menginisiasi program ngaben massal di Desa Adat Kerobokan tahun 2008.
Selaku Bendesa Adat Kerobokan, Jro Sumajaya mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Buleleng, RS BaliMed, RSUD Buleleng, dan rekan sejawat sesama jurnalis yang telah membantu almarhum selama ini. “Begitu pula Pak Bupati, Pak Wakil Bupati, dan Pak Sekda Buleleng yang meluangkan waktunya menengok almarhum Jro Made Sudirta. Kami mewakili keluarga mengucapkan terima kasih, terlebih di-tanggungnya pendidikan anak-anak almarhum dan dituntun sampai mendapat pekerjaan,” terang Jro Sumajaya.
Almarhum Jro Made Sudirta sendiri meninggal dunia di RS BaliMed Singaraja, 11 Agustus 2020 pagi pukul 09.30 Wita. Wartawan senior kelahiran 6 Juli 1973 ini sempat 5,5 jam menjalani perawatan, sejak dilarikan keluarganya ke rumah sakit, dinihari pukul 04.00 Wita, dalam kondisi koma setelah muntah-muntah.
Inilah akhir dari penderitaan Jro Made Sudirta, yang sudah 5 bulan berjibaku melawan penyakit misterius. Almarhum mulai merasakan sakit aneh, awal Maret 2020 lalu. Mulanya, tangan kirinya mendadak tidak bisa digerakkan dan tampak seperti melepuh. Pertengahan Mei 2020, kondisi almarhum Jro Made Sudirta sempat membaik hingga kembali bisa menjalankan tugas jurnalistik seperti biasa.
Namun, hanya bertahan dua pekan, almarhum kembali meringkuk di tempat tidur karena keluhan sakit di bagian pinggang, awal Juni 2020. Sejak itu, almarhum tak bisa lagi melakukan aktivitas jurnalistik. Selama itu pula, Jro Made Sudirta yang bergabung di NusaBali sejak awal berdiri 3 Oktober 1994, menjalani rawat jalan. Menurut sang istri, Ketut Ayu Widiastuti, almarhum Jro Made Sudirta sudah menempuh sejumlah pengobatan medis maupun non medis. Sempat dilakukan uji labora-torium menyeluruh di Prodia, namun tidak terekam jelas apa penyakit yang diderita almarhum. *k23
1
Komentar