Poh Bikul Terancam Langka
Poh Bikul (mangga tikus, Red), salah satu jenis tanaman mangga di Buleleng yang banyak diburu warga.
Hanya Ada 13 Pohon di Desa Menyali
SINGARAJA, NusaBali
Karena mangga ini punya rasa khas, gurih manis-manis dibandingkan buah mangga lain. Namun sayang, mangga ini makin langka, karena sulit dibudidayakan.
Data pada Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Buleleng, tanaman Poh Bikul hanya ditemukan di Desa Menyali, Kecamatan Sawan. Jumlahnya hanya 13 pohon tersebar di sejumlah penduduk setempat. Usia tanaman rata-rata diatas 50 tahun. Mangga ini dinamakan Poh Bikul karena buahnya mirip dengan bentuk tubuh bikul (tikus, Red).
Distanak Buleleng sudah berulangkali mencoba mengembangkan tanaman mangga tersebut, namun belum berhasil. Distanak mencoba kembangkan dengan mengambil biji buah Poh Bikul, namun usaha itu gagal karena biji buah Poh Bikul tidak tumbuh tunas. Usaha berikutnya dengan cara penyambungan dengan mengambil tunas dari pohon induk. Namun usaha ini belum juga memperlihatkan hasil. “Kita sekarang masih mencoba lagi. Mudah-mudahan ini berhasil, karena memang peluang hidupnya kalau di tempat lain itu kecil sekali,” terang Kadistanak Buleleng Nyoman Suwatantra, Rabu (5/10) saat mendampingi Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dalam kunjungan kerja ke Desa Menyali.
Menurut Kadistanak Suwatantra, ada kemungkinan tanaman Poh Bikul sulit dikembangkan karena dipengaruhi oleh faktor kondisi tanah dan cuaca. Sehingga pohon ini hanya cocok tumbuh di Desa Menyali. Disamping kondisi tanah dan cuaca, biji Poh Bikul juga sulit tumbuh tunas karena biji Poh Bikul itu terlalu pipih. “Mungkin cocoknya hanya disini (Desa Menyali, Red). Tetapi di sini juga tidak begitu banyak. Ini karena memang bijinya itu pipih, sehingga tidak banyak yang bisa tumbuh tunas,” ujarnya.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyebut, buah Poh Bikul itu sangat digemari oleh kalangan pejabat di Jakarta. Salah satunya, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri. “Kalau ibu Megawati ke Bali bertepatan dengan Poh Bikul berbuah, beliau pasti pesan buah mangga itu. Karena memang rasanya sangat manis tidak ada kecutnya, pokoknya beda dengan buah mangga lainnya,” ungkapnya.
Karena Poh Bikul itu langka, Bupati Putu Agus Suradnyana minta kepada masyarakat Desa Menyali melestarikan tanaman tersebut. Ia berharap, tanaman Poh Bikul itu bisa dikembangkan oleh masyarakat Menyali, karena diyakini punya nilai ekonomi tinggi. “Tolong itu dilestarikan, karena harga jualnya jauh dengan buah mangga lainnya. Perkilogram bisa mencapai Rp 30.000,” katanya.
Salah seorang pemilik pohon Poh Bikul, Cening Bukti,70, mengaku hanya punya empat pohon Poh Bikul di pekarangan rumahnya. Ia mengaku sudah mendapati pohon Poh Bikul itu hidup di pekarangan rumahnya. Saat ini, jumlahnya masih tetap, karena Poh Bikul itu sulit dikembangkan. “Buahne cenik-cenik care bikul. Keweh hidup nak batune pepeg. (Buahnya kecil-kecil seperti Tikus. Ini sulit dikembangkan karena batunya pipih sehingga sulit keluar tunas),” tuturnya.
Cening Bukti mengaku, Poh Bikul itu memiliki musim buah hampir sama dengan buah mangga lainnya, hanya sekali setahun. Setiap panen, buahnya langsung dikirim ke Denpasar. Jika dijual di kampungnya tidak laku, karena harganya dianggap mahal. “Tiang ngadep langsung ke Badung, sube ngelah langganan, kadang Ibu Megawati yen ke Bali. (Saya langsung jual ke Denpasar, sudah punya langganan tetap, kadang Ibu Megawati kalau datang ke Bali),” ujarnya. * k19
SINGARAJA, NusaBali
Karena mangga ini punya rasa khas, gurih manis-manis dibandingkan buah mangga lain. Namun sayang, mangga ini makin langka, karena sulit dibudidayakan.
Data pada Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Buleleng, tanaman Poh Bikul hanya ditemukan di Desa Menyali, Kecamatan Sawan. Jumlahnya hanya 13 pohon tersebar di sejumlah penduduk setempat. Usia tanaman rata-rata diatas 50 tahun. Mangga ini dinamakan Poh Bikul karena buahnya mirip dengan bentuk tubuh bikul (tikus, Red).
Distanak Buleleng sudah berulangkali mencoba mengembangkan tanaman mangga tersebut, namun belum berhasil. Distanak mencoba kembangkan dengan mengambil biji buah Poh Bikul, namun usaha itu gagal karena biji buah Poh Bikul tidak tumbuh tunas. Usaha berikutnya dengan cara penyambungan dengan mengambil tunas dari pohon induk. Namun usaha ini belum juga memperlihatkan hasil. “Kita sekarang masih mencoba lagi. Mudah-mudahan ini berhasil, karena memang peluang hidupnya kalau di tempat lain itu kecil sekali,” terang Kadistanak Buleleng Nyoman Suwatantra, Rabu (5/10) saat mendampingi Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dalam kunjungan kerja ke Desa Menyali.
Menurut Kadistanak Suwatantra, ada kemungkinan tanaman Poh Bikul sulit dikembangkan karena dipengaruhi oleh faktor kondisi tanah dan cuaca. Sehingga pohon ini hanya cocok tumbuh di Desa Menyali. Disamping kondisi tanah dan cuaca, biji Poh Bikul juga sulit tumbuh tunas karena biji Poh Bikul itu terlalu pipih. “Mungkin cocoknya hanya disini (Desa Menyali, Red). Tetapi di sini juga tidak begitu banyak. Ini karena memang bijinya itu pipih, sehingga tidak banyak yang bisa tumbuh tunas,” ujarnya.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyebut, buah Poh Bikul itu sangat digemari oleh kalangan pejabat di Jakarta. Salah satunya, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri. “Kalau ibu Megawati ke Bali bertepatan dengan Poh Bikul berbuah, beliau pasti pesan buah mangga itu. Karena memang rasanya sangat manis tidak ada kecutnya, pokoknya beda dengan buah mangga lainnya,” ungkapnya.
Karena Poh Bikul itu langka, Bupati Putu Agus Suradnyana minta kepada masyarakat Desa Menyali melestarikan tanaman tersebut. Ia berharap, tanaman Poh Bikul itu bisa dikembangkan oleh masyarakat Menyali, karena diyakini punya nilai ekonomi tinggi. “Tolong itu dilestarikan, karena harga jualnya jauh dengan buah mangga lainnya. Perkilogram bisa mencapai Rp 30.000,” katanya.
Salah seorang pemilik pohon Poh Bikul, Cening Bukti,70, mengaku hanya punya empat pohon Poh Bikul di pekarangan rumahnya. Ia mengaku sudah mendapati pohon Poh Bikul itu hidup di pekarangan rumahnya. Saat ini, jumlahnya masih tetap, karena Poh Bikul itu sulit dikembangkan. “Buahne cenik-cenik care bikul. Keweh hidup nak batune pepeg. (Buahnya kecil-kecil seperti Tikus. Ini sulit dikembangkan karena batunya pipih sehingga sulit keluar tunas),” tuturnya.
Cening Bukti mengaku, Poh Bikul itu memiliki musim buah hampir sama dengan buah mangga lainnya, hanya sekali setahun. Setiap panen, buahnya langsung dikirim ke Denpasar. Jika dijual di kampungnya tidak laku, karena harganya dianggap mahal. “Tiang ngadep langsung ke Badung, sube ngelah langganan, kadang Ibu Megawati yen ke Bali. (Saya langsung jual ke Denpasar, sudah punya langganan tetap, kadang Ibu Megawati kalau datang ke Bali),” ujarnya. * k19
Komentar