Donatur Asing Sumbang Sembako
Bantu Warga Terimbas Covid-19
GIANYAR, NusaBali
Donatur asing melalui Yayasan Dobro Bali menyumbangkan 102 paket sembako di Banjar Nagi, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar.
Paket sembako terdiri dari bahan pokok 5 kg beras, 1 liter minyak goreng dan 1 krat telor. Koordinator bantuan Sergio Zani mengatakan pihaknya telah melakukan survei terlebih dahulu. Di Banjar Nagi yang sebagian warganya bergerak di sektor pariwisata, karena imbas Covid-19, banyak warga menganggur. Kondisi tersebut menggugah donatur-donatur luar negeri, seperti Rusia, Kazaktan hingga Ukraina untyk berdonasi. Hal serupa dilakukan di Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, beberapa waktu lalu. "Semoga bantuan ini bermanfaat bagi masyarakat. Semoga pandemi segera berakhir supaya aktivitas semua orang bisa kembali normal," harapnya.
Salah seorang warga, Wayan Harta Prima mengatakan selama pandemi Covid-19, telah berdampak buruk terhadap kondisi perekonomian warga Banjar/Desa Adat Nagi, Desa Petulu, Ubud, Gianyar. "Terdapat banyak pengangguran, serta karyawan bidang pariwisata yang menerima upah jauh di bawah upah minimum kabupaten (UMK)," ujarnya, Jumat (21/8).
Hal tersebut, jelas Harta, karena selama ini sebagian besar warga sangat tergantung pada industri pariwisata. Mulai dari bidang jasa transportasi hingga sebagai karyawan di akomodasi pariwisata. Tak pelak, kata dia, saat ini terjadi banyak pengangguran. Sementara, warga yang masih bekerja di akomodasi pariwisata pun, kata dia, ada yang diupah Rp 50.000 per hari dengan intensitas kerja enam hari per bulan. “Ekonomi sangat drop, apalagi sebagian besar warga di sini bekerja di pariwisata. Ada yang menganggur, ada juga yang masih kerja dengan upah Rp 50.000 per hari sementara per bulan hanya bekerja selama enam hari,” ujar Prima. *nvi
Salah seorang warga, Wayan Harta Prima mengatakan selama pandemi Covid-19, telah berdampak buruk terhadap kondisi perekonomian warga Banjar/Desa Adat Nagi, Desa Petulu, Ubud, Gianyar. "Terdapat banyak pengangguran, serta karyawan bidang pariwisata yang menerima upah jauh di bawah upah minimum kabupaten (UMK)," ujarnya, Jumat (21/8).
Hal tersebut, jelas Harta, karena selama ini sebagian besar warga sangat tergantung pada industri pariwisata. Mulai dari bidang jasa transportasi hingga sebagai karyawan di akomodasi pariwisata. Tak pelak, kata dia, saat ini terjadi banyak pengangguran. Sementara, warga yang masih bekerja di akomodasi pariwisata pun, kata dia, ada yang diupah Rp 50.000 per hari dengan intensitas kerja enam hari per bulan. “Ekonomi sangat drop, apalagi sebagian besar warga di sini bekerja di pariwisata. Ada yang menganggur, ada juga yang masih kerja dengan upah Rp 50.000 per hari sementara per bulan hanya bekerja selama enam hari,” ujar Prima. *nvi
Komentar