Peternak Minta Daging Ayam Dikontrol
DENPASAR, NusaBali
Peternak ayam buras (pedaging) meminta pemerintah mengatur agar suply dan demand ayam di Bali berimbang.
Hal tersebut terkait kondisi peternak ayam terdampak pandemi Covid-19, di mana serapan pasar anjlok sampai 50 persen. “Karena kenyataan suply selalu berlebih, sementara demand jauh berkurang,” ungkap I Ketut Yahya Kurniadi, salah seorang peternak ayam mandiri, Kamis (27/8) di Dalung, Kuta Utara Badung.
Didampingi para peternak ayam lainnya, Yahya Kurniadi mengatakan dua faktor itulah yang menjadi akar dari persoalan bisnis ayam di Bali saat ini. Keduanya adalah faktor DOC dan masuknya daging luar daerah. “Pemasukan daging luar harus dikontrol juga. Jangan sampai meluber ke Bali, karena menggangu ekonomi di Bali,” ujarnya diamini Putu Wismaya, peternak lainnya.
Diingatkan bahwa Bali sudah ada Perda Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian Perikanan dan Industri Lokal dan Pergub Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pola Kemitraan. Sayangnya, kata Yahya Kurniadi, payung hukumnya belum terlaksana secara maksimal.
Di pihak lain peternak sudah berada di titik nadir. Pada Kamis kemarin harga ayam hanya Rp 8.000 per kilogram. “Ini bisa jadi akan turun di harga Rp 5000,“ keluh Wismaya.
Sebelum Covid-19, produksi ayam di Bali mencapai 200 ribu ekor atau sekitar 340 ton per hari. Dari 200 ribu tersebut dalam kondisi normal sebanyak 30 persen masuk industri horeka (hotel, restoran dan katering). Sisanya ke pasar umum dan konsumsi masyarakat.
Di pihak lain daya serap pasar juga berkurang 50 persen, akibat pandemi Covid-19. “Kita tahu dari bakul-bakul pengangkut ayam,” ungkapnya. Satu mobil biasanya mengambil 1 ton. Namun sekarang paling banyak 400-500 kilogram. *k17
Didampingi para peternak ayam lainnya, Yahya Kurniadi mengatakan dua faktor itulah yang menjadi akar dari persoalan bisnis ayam di Bali saat ini. Keduanya adalah faktor DOC dan masuknya daging luar daerah. “Pemasukan daging luar harus dikontrol juga. Jangan sampai meluber ke Bali, karena menggangu ekonomi di Bali,” ujarnya diamini Putu Wismaya, peternak lainnya.
Diingatkan bahwa Bali sudah ada Perda Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian Perikanan dan Industri Lokal dan Pergub Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pola Kemitraan. Sayangnya, kata Yahya Kurniadi, payung hukumnya belum terlaksana secara maksimal.
Di pihak lain peternak sudah berada di titik nadir. Pada Kamis kemarin harga ayam hanya Rp 8.000 per kilogram. “Ini bisa jadi akan turun di harga Rp 5000,“ keluh Wismaya.
Sebelum Covid-19, produksi ayam di Bali mencapai 200 ribu ekor atau sekitar 340 ton per hari. Dari 200 ribu tersebut dalam kondisi normal sebanyak 30 persen masuk industri horeka (hotel, restoran dan katering). Sisanya ke pasar umum dan konsumsi masyarakat.
Di pihak lain daya serap pasar juga berkurang 50 persen, akibat pandemi Covid-19. “Kita tahu dari bakul-bakul pengangkut ayam,” ungkapnya. Satu mobil biasanya mengambil 1 ton. Namun sekarang paling banyak 400-500 kilogram. *k17
Komentar