Harga Ayam Jeblok, Peternak Datangi Dinas PKP
DENPASAR, NusaBali
Kalangan peternak ayam mandiri mendatangi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (PKP) Provinsi Bali, Kamis (3/9).
Kedatangan para peternak tersebut dengan tujuan bertemu Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Ida Bagus Wisnuardhana. Namun karena IB Wisnuardhana sedang dinas keluar, para peternak diterima Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner I Ketut Gede Nata Kesuma di halaman depan lobi kantor Dinas PKP, sekitar pukul 10.00 Wita. Ketika itu Nata Kesuma mau keluar kantor kemudian bertemu dengan para peternak.
I Putu Wismaya Juada, salah seorang peternak menyatakan kedatangan mereka bertujuan untuk memastikan bisa dipertemukan dengan stakeholder terkait budidaya ayam broiler. “Itu saja sesungguhnya,” ujar Wismaya. Karena sejak menyampaikan keinginan tersebut beberapa waktu sebelumnya, peternak menilai belum ada respons. Hal tersebut bertalian dengan anjloknya harga ayam. Karena demikian anjlok sampai-sampai peternak memilih membagikan ayam secara gratis seperti yang dilakukan di kota Tabanan beberapa waktu lalu.
Semestinya kata Wismaya peternakan ayam broiler salah satu bidang yang diharapkan bisa ditata agar bergairah di tengah pandemi Covid-19. Karena itulah mereka diharapkan bisa dipertemukan dengan berbagai stakeholder terkait untuk membahas dan mencari solusi menjaga bidang peternakan, khususnya budidaya ayam broiler. “Apalagi ada Pergub 99/2018. Semestinya produk lokal tersebut dijaga,” ujar Wismaya.
Sementara Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner I Ketut Gede Nata Kesuma, menyatakan dinamika naik atau turun harga ayam merupakan sesuatu yang logis, karena terkait suplay and demand. “Permintaan turun atau tetap, namun kalau suplai berlebihan atau over supply harga pasti turun,” ucap Nata Kesuma.
Dijelaskan Nata Kesuma, sebelum pandemi Covid-19 kebutuhan ayam di Bali mencapai 6-6,5 juta ekor per bulan. Namun karena pandemi Covid-19 yang mulai memuncak sejak Maret, menyebabkan serapan daging ayam menurun. Penurunan serapan lanjut Nata Kesuma, sampai 70 persen.
Hal tersebut disebabkan menurunnya serapan dari industri horeka (hotel, restoran dan katering), rapat-rapat atau kegiatan. Termasuk kebutuhan ayam untuk keperluan upacara adat juga menurun. “Sisa 30 persen itu hanya untuk serapan konsumsi masyarakat,” jelasnya.
Kemudian pada Juni-Juli lalu, harga ayam sempat bagus, karena sudah mulai ada aktivitas kegiatan masyarakat secara terbatas. Harga ayam hidup antara Rp 26 ribu -Rp 27 ribu per kg. Sedang harga daging ayam Rp 48 ribu per kg. Ketika itu menurut Nata Kesuma, sudah mengingatkan para peternak untuk menjaga stabilitas harga. Namun hal itu tidak menjadi kenyataan, semua memasukkan DOC sehingga harga ayam akhirnya kembali jatuh.
“Kami sebetulnya berusaha mengendalikan pemasukan dan pengeluaran DOC sebagai sumber ayam hidup,” kata Nata Kesuma. Namun tegasnya, stabilitas suply and demand tidak bisa hanya ditanangani oleh pemerintah saja. Namun juga oleh peternak, perusahaan besar atau integrator harus duduk bersama mencari solusi. “Menahan diri, jangan berlomba-lomba (berproduksi) sebelum punya upaya pengembangan pasar,” ujar pejabat asal Desa Tulikup, Gianyar.
Pemerintah sendiri, menurut Nata Kesuma, dalam posisi sebagai wasit. Sehubungan dengan hal tersebut, Nata Kesuma mengajak peternak dan integrator (perusahan besar produsen DOC) bekerjasama dalam posisi saling menguntungkan. Jangan sampai kerjasama berbalut kemitraan, namun membuat posisi tawar peternak menjadi rendah.
Namun tegas Nata Kesuma, persoalan ayam tersebut tidak cukup ditangani lintas bidang, namun adalah lintas sektor, lintas instansi. Misalnya menyangkut masuknya daging dari luar, itu berkaitan dengan pihak karantina. Ini yang menurut Nata Kesuma akan diupayakan.
Sementara berdasarkan data harga bahan kebutuhan pokok Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali, harga daging ayam dalam dua hari stabil yakni Rp 29.750 per kg. Sedang harga daging ayam hidup, menurut para peternak antara Rp 18 ribu sampai Rp 19 ribu per kg. *k17
I Putu Wismaya Juada, salah seorang peternak menyatakan kedatangan mereka bertujuan untuk memastikan bisa dipertemukan dengan stakeholder terkait budidaya ayam broiler. “Itu saja sesungguhnya,” ujar Wismaya. Karena sejak menyampaikan keinginan tersebut beberapa waktu sebelumnya, peternak menilai belum ada respons. Hal tersebut bertalian dengan anjloknya harga ayam. Karena demikian anjlok sampai-sampai peternak memilih membagikan ayam secara gratis seperti yang dilakukan di kota Tabanan beberapa waktu lalu.
Semestinya kata Wismaya peternakan ayam broiler salah satu bidang yang diharapkan bisa ditata agar bergairah di tengah pandemi Covid-19. Karena itulah mereka diharapkan bisa dipertemukan dengan berbagai stakeholder terkait untuk membahas dan mencari solusi menjaga bidang peternakan, khususnya budidaya ayam broiler. “Apalagi ada Pergub 99/2018. Semestinya produk lokal tersebut dijaga,” ujar Wismaya.
Sementara Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner I Ketut Gede Nata Kesuma, menyatakan dinamika naik atau turun harga ayam merupakan sesuatu yang logis, karena terkait suplay and demand. “Permintaan turun atau tetap, namun kalau suplai berlebihan atau over supply harga pasti turun,” ucap Nata Kesuma.
Dijelaskan Nata Kesuma, sebelum pandemi Covid-19 kebutuhan ayam di Bali mencapai 6-6,5 juta ekor per bulan. Namun karena pandemi Covid-19 yang mulai memuncak sejak Maret, menyebabkan serapan daging ayam menurun. Penurunan serapan lanjut Nata Kesuma, sampai 70 persen.
Hal tersebut disebabkan menurunnya serapan dari industri horeka (hotel, restoran dan katering), rapat-rapat atau kegiatan. Termasuk kebutuhan ayam untuk keperluan upacara adat juga menurun. “Sisa 30 persen itu hanya untuk serapan konsumsi masyarakat,” jelasnya.
Kemudian pada Juni-Juli lalu, harga ayam sempat bagus, karena sudah mulai ada aktivitas kegiatan masyarakat secara terbatas. Harga ayam hidup antara Rp 26 ribu -Rp 27 ribu per kg. Sedang harga daging ayam Rp 48 ribu per kg. Ketika itu menurut Nata Kesuma, sudah mengingatkan para peternak untuk menjaga stabilitas harga. Namun hal itu tidak menjadi kenyataan, semua memasukkan DOC sehingga harga ayam akhirnya kembali jatuh.
“Kami sebetulnya berusaha mengendalikan pemasukan dan pengeluaran DOC sebagai sumber ayam hidup,” kata Nata Kesuma. Namun tegasnya, stabilitas suply and demand tidak bisa hanya ditanangani oleh pemerintah saja. Namun juga oleh peternak, perusahaan besar atau integrator harus duduk bersama mencari solusi. “Menahan diri, jangan berlomba-lomba (berproduksi) sebelum punya upaya pengembangan pasar,” ujar pejabat asal Desa Tulikup, Gianyar.
Pemerintah sendiri, menurut Nata Kesuma, dalam posisi sebagai wasit. Sehubungan dengan hal tersebut, Nata Kesuma mengajak peternak dan integrator (perusahan besar produsen DOC) bekerjasama dalam posisi saling menguntungkan. Jangan sampai kerjasama berbalut kemitraan, namun membuat posisi tawar peternak menjadi rendah.
Namun tegas Nata Kesuma, persoalan ayam tersebut tidak cukup ditangani lintas bidang, namun adalah lintas sektor, lintas instansi. Misalnya menyangkut masuknya daging dari luar, itu berkaitan dengan pihak karantina. Ini yang menurut Nata Kesuma akan diupayakan.
Sementara berdasarkan data harga bahan kebutuhan pokok Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali, harga daging ayam dalam dua hari stabil yakni Rp 29.750 per kg. Sedang harga daging ayam hidup, menurut para peternak antara Rp 18 ribu sampai Rp 19 ribu per kg. *k17
1
Komentar