Bos Hotel Kuta Paradiso Ditangkap di Jakarta
Divonis 2 Tahun oleh MA, Langsung Dijebloskan ke Lapas Kerobokan
Luga mengatakan terpidana Harijanto sudah beberapa kali dipanggil untuk menjalani putusan MA namun tidak pernah hadir.
DENPASAR, NusaBali
Pemilik Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi, 65, yang menjadi terdakwa kasus pemalsuan akta otentik dan penggelapan dengan korban pengusaha Tomy Winata ditangkap di Jakarta, Selasa (8/9). Setelah ditangkap, bos hotel bintang lima ini langsung diterbangkan ke Bali pada Selasa malam.
Tim Intel Kejati Bali dan Kejari Denpasar melakukan penangkapan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada Harijanto Karjadi. Dalam putusannya majelis hakim MA menyatakan terdakwa Harijanto terbukti bersalah menggunakan akta palsu sesuai Pasal 266 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Sebelumnya, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, Harijanto divonis bebas dan dikeluarkan dari tahanan. Tapi dalam putusan kasasi di MA, Harijanto divonis bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara,” jelas Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto pada Selasa malam.
Luga mengatakan terpidana Harijanto sudah beberapa kali dipanggil untuk menjalani putusan MA namun tidak pernah hadir. Tim Intel Kejati Bali dan Kejari Denpasar lalu melakukan penelusuran dan mendapat informasi keberadaan bos hotel ini di Jakarta. Tim lalu bergerak dan berhasil menangkap Harijanto. “Selasa malam sudah diberangkatkan dan saat ini sudah langsung dibawa ke Lapas Kerobokan untuk menjalani hukuman,” pungkas mantan Kacabjari Nusa Penida ini.
kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. *rez
Tim Intel Kejati Bali dan Kejari Denpasar melakukan penangkapan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada Harijanto Karjadi. Dalam putusannya majelis hakim MA menyatakan terdakwa Harijanto terbukti bersalah menggunakan akta palsu sesuai Pasal 266 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Sebelumnya, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, Harijanto divonis bebas dan dikeluarkan dari tahanan. Tapi dalam putusan kasasi di MA, Harijanto divonis bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara,” jelas Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto pada Selasa malam.
Luga mengatakan terpidana Harijanto sudah beberapa kali dipanggil untuk menjalani putusan MA namun tidak pernah hadir. Tim Intel Kejati Bali dan Kejari Denpasar lalu melakukan penelusuran dan mendapat informasi keberadaan bos hotel ini di Jakarta. Tim lalu bergerak dan berhasil menangkap Harijanto. “Selasa malam sudah diberangkatkan dan saat ini sudah langsung dibawa ke Lapas Kerobokan untuk menjalani hukuman,” pungkas mantan Kacabjari Nusa Penida ini.
kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.
Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.
Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.
Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia). Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada korban Tomy Winata adalah Rp 2 miliar.
“Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.
“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. *rez
Komentar