Selain Tanam Padi, Petani Asal Bali Juga Kembangkan Kebun Karet
Transmigran asal Bali awalnya dapat jatah lahan sawah masing-masing 2 hektare per KK. Saat ini, total ada 70 hektare lahan sawah milik krama Bali perantauan di desa Muktijaya, Kecamatan Muara Talang yang telah dialihfungsikan jadi kebun karet
Menengok Krama Bali yang Transmigrasi di Desa Muktijaya, Kabupaten Banyuasin, Sumsel
PALEMBANG, NusaBali
Transmigran asal Bali di Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan dikenal sebagai pekerja keras dan tekun dalam bertani. Mereka yang semula mendapat jatah lahan sawah masing-masing seluas 2 hektare per kepala keluarga (KK) dari pemerintah, sebagian besar kini sudah mampu ’menggandakan’ tanahnya. Selain menanam padi, krama Bali perantauan yang berjumlah 110 KK juga kembangkan kebun karet.
Sekretaris Desa (Sekdes) Muktijaya, I Made Mudita, mengatakan booming tanam karet bagi krama Baliu perantauan sudah terjadi sejak 5 tahun silam. Sampai sekarang, ada sekitar 70 hektare lahan persawahan milik krama Bali perantauan yang beralih fungsi menjadi perkebunan karet.
Konon, mereka tertarik tanam pohon karet karena harga getah sempat menggiurkan hingga tembus Rp 21.000 per kilogram. Tak heran jika mereka ramai-ramai beralih tanam karet, mengikuti jejak petani asal Bali lainnya yang telah lebih dulu mengalihfungsikan lahan sawahnya.
Namun, kata Made Mudita, saat ini harga getah karet turun drastis. Petani yang awalnya bergairah pun dilanda lesu darah. “Harga getah karet belakangan anjlok di kisaran Rp 6.200 per kilogram,” ungkap Mudita kepada NusaBali yang berkunjung ke daerah transmigrasi Desa Mukti Jaya, Sabtu (8/10).
Bahkan, menurut krama asal kawasa seberang Nusa Penida, Klungkung ini, sejumlah petani Bali perantauan yang ingin balik lagi dari kebun karet ke tanam padi. Sebaliknya, krama yang belum pernah tanam karet, justru tetap ingin ikut berkebun karet. Mudita menjelaskan, karena sudah telanjur ada 70 hektare lahan sawah yang telah beralih fungsi menjadi kebun karet, maka dibuatlah aturan untuk mencegah alih fungsi lahan susulan.
SELANJUTNYA . . .
PALEMBANG, NusaBali
Transmigran asal Bali di Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan dikenal sebagai pekerja keras dan tekun dalam bertani. Mereka yang semula mendapat jatah lahan sawah masing-masing seluas 2 hektare per kepala keluarga (KK) dari pemerintah, sebagian besar kini sudah mampu ’menggandakan’ tanahnya. Selain menanam padi, krama Bali perantauan yang berjumlah 110 KK juga kembangkan kebun karet.
Sekretaris Desa (Sekdes) Muktijaya, I Made Mudita, mengatakan booming tanam karet bagi krama Baliu perantauan sudah terjadi sejak 5 tahun silam. Sampai sekarang, ada sekitar 70 hektare lahan persawahan milik krama Bali perantauan yang beralih fungsi menjadi perkebunan karet.
Konon, mereka tertarik tanam pohon karet karena harga getah sempat menggiurkan hingga tembus Rp 21.000 per kilogram. Tak heran jika mereka ramai-ramai beralih tanam karet, mengikuti jejak petani asal Bali lainnya yang telah lebih dulu mengalihfungsikan lahan sawahnya.
Namun, kata Made Mudita, saat ini harga getah karet turun drastis. Petani yang awalnya bergairah pun dilanda lesu darah. “Harga getah karet belakangan anjlok di kisaran Rp 6.200 per kilogram,” ungkap Mudita kepada NusaBali yang berkunjung ke daerah transmigrasi Desa Mukti Jaya, Sabtu (8/10).
Bahkan, menurut krama asal kawasa seberang Nusa Penida, Klungkung ini, sejumlah petani Bali perantauan yang ingin balik lagi dari kebun karet ke tanam padi. Sebaliknya, krama yang belum pernah tanam karet, justru tetap ingin ikut berkebun karet. Mudita menjelaskan, karena sudah telanjur ada 70 hektare lahan sawah yang telah beralih fungsi menjadi kebun karet, maka dibuatlah aturan untuk mencegah alih fungsi lahan susulan.
SELANJUTNYA . . .
1
2
Komentar