Pasca Restorasi Nanti, Kayehan Kuno Akan Dijadikan Destinasi City Tour
Kayehan Kuno Warisan Zaman Kerajaan Buleleng Dipastikan Akan Direstorasi Tahun Ini
Destinasi City Tour Singaraja dan sekitarnya meliputi Kawasan Puri, Museum Buleleng, Gedong Kirtya, Taman Bung Karno, Masjid Jami, Bekas Pelabuhan Buleleng, dan Relief Bima Swarga di Setra Desa Adat Buleleng, Taman Bung Karno
SINGARAJA, NusaBali
Setelah menunggu cukup lama realisasi restorasi keyehan (permandian) kuno peninggalan zaman kerajaan yang berlokasi di sebelah barat Pasar Buleleng, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng dipastikan akan dilangsungkan tahun 2020 ini. Pasalnya, bantuan sosial tahap kedua senilai Rp 125 juta untuk restorasi kayehan kuno ini sudah cair. Nantinya, Kayehan Kuno yang dikelola Desa Adat Buleleng ini akan dijadikan destinasi city tour Singaraja dan sekitarnya.
Kayehan kuno yang diperkiarakan dibangun tahun 1917 dan dulunya dipakai sebagai pemandian umum ini, sempat cukup lama terbengkalai. Sampai akhirnya Desa Adat Buleleng yang mewilayahi kayehan kuno warisan sejarah ini mendapatkan suplai anggaran dari Bansos Pemprov Bali, melalui seorang anggota DPRD Bali Dapil Buleleng.
Kayehan kuno yang dulunya berupa pancoran dengan tembok penyengker ini diputuskan untuk direstorasi, setelah Desa Adat Buleleng menemukan dokumentasi lama berupa foto asli pancoran kuno. Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, mengatakan foto asli kayehan kuno peninggalan Kerajaan Buleleng ini ditemukan di Puri Kanginan Singaraja, yang berlokasi tepat sebelah timur Catus Pata (Perempatan Agung) Singaraja atau di sebelah utara Pasar Buleleng.
Rencana restorasi pun sudah disusun sejak tahun 2018, diawali dengan penataan kembali pancoran kuno, yang sebelumnya sempat dipakai tempat pembuangan sampah liar ini. Nyoman Sutrisna menjelaskan, rencana restorasi kayehan kono ini dipastikan akan terlaksana tahun 2020. Pasalnya, anggaran yang bersumber dari dana Bansos sudah masuk ke rekening Desa Adat Buleleng.
“Sebenarnya, tahap pertama sudah berjalan tahun 2019 lalu. Tetapi, karena anggaran yang cair waktu itu hanya Rp 30 juta, sehingga kami baru melakukan penataan WC. Sebab, di sana kan tidak ada WC, yang ada hanya pancoran,” jelas Nyoman Sutrisna saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, beberapa waktu lalu.
Sutrisna menyebutkan, kali ini dana Bansos kembali dicairkan untuk tahap kedua sebesar Rp 125 juta. Desa Adat Buleleng pun menggelar paruman kembali dengan mengundang sejumlah instansi terkait di Pemkab Buleleng. Paruman tersebut untuk menyatukan maksud dan tujuan antara Desa Adat Buleleng dengan Pemkab Buleleng terkait restorasi kayehan kuno.
“Kami rapat dulu dengan Dinas Lingkungan Hidup, Perkimta, dan Dinas Kebudayaan Buleleng buat desain bersama sepakati restorasi, biar satu suara antara desa adat dengan pemerintah,” beber Sutrisna yang juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng.
Menurut Sutrisna, dari anggaran restorasi yang sudah disiapkan tahun ini, rencananya kayehan kuno warisan sejarah yang berada di atas tanah ayahan Desa Adat Buleleng tersebut akan diretorasi seperti bentuk bangunan aslinya. Termasuk untuk paduraksa utama, perbaikan pagar yang aslinya berongga dan sempat ditutup penuh.
Selain itu, kata Sutrisna, panitia pembangunan juga akan menghidupkan kembali pancoran kuno di tiga titik, dengan aliran air PDAM Buleleng. Sementara tembok pagar di sebelah barat pancoran juga akan ditinggikan, sehingga menutup akses warga membuang sampah. “Nanti juga akan diisi taman untuk mempercantik pancoran desa ini,” papar Sutrisna.
Sementara itu, setelah selesai direstorasi nanti, kayehan kuno yang berada di sebelah timur Sasana Budaya Singaraja dan Gedong Kirtya Singaraja ini tidak akan difungsikan sebagai pemandian umum seperti zaman silam. Namun, lebih pada pelestarian dan bakal diarahkan untuk menjadi destinasi wisata City Tour di Singaraja dan sekitarnya.
Sutrisna mengatakan, Desa Adat Buleleng akan membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang nantinya mengelola sejumlah destinasi wisata City Tour di seputaran Kota Singaraja. Destinasi City Tour itu meliputi kawasan puri, Museum Buleleng, Gedong Kirtya, Taman Bung Karno, Masjid Jami, Bekas Pelabuhan Buleleng, dan relief Bima Swarga di Setra Desa Adat Buleleng yang akan dikerjasamakan dengan pengelola.
Menurut Sutrisna, hal ini sangat memungkinkan dan akan ada saling keterkaitan dengan peninggalan sejarah lainnya di sekitar kayehan kuno, seperti Puri Kanginan Singaraja (sebelah utara Pasar Buleleng) dan Puri Agung Singaraja (sebelah selatan Pasar Buleleng).
Sutrisna memaparkan, jalur city tour yang dirancang bakal dimulai dari kawasan eks Pelabuhan Buleleng di Kampung Tinggi, Singaraja---sisi utara. Wisatawan yang memilih city tour nantinya tidak hanya menyaksikan jembatan peninggalan Belanda di Kampung Tinggi (sebelah barat Singaraja Square), tapi juga segara (laut) dan Klenteng tertua yang masih dalam satu kawasan dengan eks Pelabuhan Buleleng.
Dari eks Pelabuhan Buleleng, perjalanan wisata city tour akan menuju arah selatan, melalui Masjid Jami, yakni masjid tertua di Kabupaten Buleleng yang berlokasi di Kelurahan Kampung Kajanan, Kecamatan Buleleng. Di Masjid Jami ini terdapat salah satu Al Quran yang dibuat Raja Buleleng.
Nah, dari Masjid Jami, perjalanan lanjut ke arah selatan melalui Jalan Gajah Mada Singaraja, menuju relief Bima Swarga nan indah di depan Setra Desa Adat Buleleng. Dari sana, perjalanan lanjut ke kawasan Catus Pata Singaraja, yang di sekitarnya terdapat Puri Kanginan, Puri Agung Singaraja, Kayehan Kuno warisan Raja Buleleng, Museum Buleleng, Gedong Kirtya Singaraja, dan Bale Agung (di Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng) yang merupakan rumah asal ibunda Bung Karno, Ni Nyoman Rai Srimben.
Dari Bale Agung, perjalanan wisata city tour berlanjut ke arah selatan menuju Taman Bung Karno di Kelurahan/Kecamatan Sukasada. Jika ingin melanjutkan perjalanan ke arah selatan, wisatawan bisa menuju Air Terjun di Desa Sambangan (Kecamatan Sukasada) dan Air Terjun di Desa Gitgit (Kecamatan Sukasada). *k23
Kayehan kuno yang diperkiarakan dibangun tahun 1917 dan dulunya dipakai sebagai pemandian umum ini, sempat cukup lama terbengkalai. Sampai akhirnya Desa Adat Buleleng yang mewilayahi kayehan kuno warisan sejarah ini mendapatkan suplai anggaran dari Bansos Pemprov Bali, melalui seorang anggota DPRD Bali Dapil Buleleng.
Kayehan kuno yang dulunya berupa pancoran dengan tembok penyengker ini diputuskan untuk direstorasi, setelah Desa Adat Buleleng menemukan dokumentasi lama berupa foto asli pancoran kuno. Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, mengatakan foto asli kayehan kuno peninggalan Kerajaan Buleleng ini ditemukan di Puri Kanginan Singaraja, yang berlokasi tepat sebelah timur Catus Pata (Perempatan Agung) Singaraja atau di sebelah utara Pasar Buleleng.
Rencana restorasi pun sudah disusun sejak tahun 2018, diawali dengan penataan kembali pancoran kuno, yang sebelumnya sempat dipakai tempat pembuangan sampah liar ini. Nyoman Sutrisna menjelaskan, rencana restorasi kayehan kono ini dipastikan akan terlaksana tahun 2020. Pasalnya, anggaran yang bersumber dari dana Bansos sudah masuk ke rekening Desa Adat Buleleng.
“Sebenarnya, tahap pertama sudah berjalan tahun 2019 lalu. Tetapi, karena anggaran yang cair waktu itu hanya Rp 30 juta, sehingga kami baru melakukan penataan WC. Sebab, di sana kan tidak ada WC, yang ada hanya pancoran,” jelas Nyoman Sutrisna saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, beberapa waktu lalu.
Sutrisna menyebutkan, kali ini dana Bansos kembali dicairkan untuk tahap kedua sebesar Rp 125 juta. Desa Adat Buleleng pun menggelar paruman kembali dengan mengundang sejumlah instansi terkait di Pemkab Buleleng. Paruman tersebut untuk menyatukan maksud dan tujuan antara Desa Adat Buleleng dengan Pemkab Buleleng terkait restorasi kayehan kuno.
“Kami rapat dulu dengan Dinas Lingkungan Hidup, Perkimta, dan Dinas Kebudayaan Buleleng buat desain bersama sepakati restorasi, biar satu suara antara desa adat dengan pemerintah,” beber Sutrisna yang juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng.
Menurut Sutrisna, dari anggaran restorasi yang sudah disiapkan tahun ini, rencananya kayehan kuno warisan sejarah yang berada di atas tanah ayahan Desa Adat Buleleng tersebut akan diretorasi seperti bentuk bangunan aslinya. Termasuk untuk paduraksa utama, perbaikan pagar yang aslinya berongga dan sempat ditutup penuh.
Selain itu, kata Sutrisna, panitia pembangunan juga akan menghidupkan kembali pancoran kuno di tiga titik, dengan aliran air PDAM Buleleng. Sementara tembok pagar di sebelah barat pancoran juga akan ditinggikan, sehingga menutup akses warga membuang sampah. “Nanti juga akan diisi taman untuk mempercantik pancoran desa ini,” papar Sutrisna.
Sementara itu, setelah selesai direstorasi nanti, kayehan kuno yang berada di sebelah timur Sasana Budaya Singaraja dan Gedong Kirtya Singaraja ini tidak akan difungsikan sebagai pemandian umum seperti zaman silam. Namun, lebih pada pelestarian dan bakal diarahkan untuk menjadi destinasi wisata City Tour di Singaraja dan sekitarnya.
Sutrisna mengatakan, Desa Adat Buleleng akan membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang nantinya mengelola sejumlah destinasi wisata City Tour di seputaran Kota Singaraja. Destinasi City Tour itu meliputi kawasan puri, Museum Buleleng, Gedong Kirtya, Taman Bung Karno, Masjid Jami, Bekas Pelabuhan Buleleng, dan relief Bima Swarga di Setra Desa Adat Buleleng yang akan dikerjasamakan dengan pengelola.
Menurut Sutrisna, hal ini sangat memungkinkan dan akan ada saling keterkaitan dengan peninggalan sejarah lainnya di sekitar kayehan kuno, seperti Puri Kanginan Singaraja (sebelah utara Pasar Buleleng) dan Puri Agung Singaraja (sebelah selatan Pasar Buleleng).
Sutrisna memaparkan, jalur city tour yang dirancang bakal dimulai dari kawasan eks Pelabuhan Buleleng di Kampung Tinggi, Singaraja---sisi utara. Wisatawan yang memilih city tour nantinya tidak hanya menyaksikan jembatan peninggalan Belanda di Kampung Tinggi (sebelah barat Singaraja Square), tapi juga segara (laut) dan Klenteng tertua yang masih dalam satu kawasan dengan eks Pelabuhan Buleleng.
Dari eks Pelabuhan Buleleng, perjalanan wisata city tour akan menuju arah selatan, melalui Masjid Jami, yakni masjid tertua di Kabupaten Buleleng yang berlokasi di Kelurahan Kampung Kajanan, Kecamatan Buleleng. Di Masjid Jami ini terdapat salah satu Al Quran yang dibuat Raja Buleleng.
Nah, dari Masjid Jami, perjalanan lanjut ke arah selatan melalui Jalan Gajah Mada Singaraja, menuju relief Bima Swarga nan indah di depan Setra Desa Adat Buleleng. Dari sana, perjalanan lanjut ke kawasan Catus Pata Singaraja, yang di sekitarnya terdapat Puri Kanginan, Puri Agung Singaraja, Kayehan Kuno warisan Raja Buleleng, Museum Buleleng, Gedong Kirtya Singaraja, dan Bale Agung (di Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng) yang merupakan rumah asal ibunda Bung Karno, Ni Nyoman Rai Srimben.
Dari Bale Agung, perjalanan wisata city tour berlanjut ke arah selatan menuju Taman Bung Karno di Kelurahan/Kecamatan Sukasada. Jika ingin melanjutkan perjalanan ke arah selatan, wisatawan bisa menuju Air Terjun di Desa Sambangan (Kecamatan Sukasada) dan Air Terjun di Desa Gitgit (Kecamatan Sukasada). *k23
1
Komentar