Winasa Dihukum 3,5 Tahun Penjara
Sebelum kembali divonis 3,5 tahun, mantan Bupati Winasa sudah sempat jalani hukuman 2,5 tahun penjara kasus korupsi pabrik kompos
Sedangkan hal yang meringankan, mantan Ketua DPC PDIP Jembrana ini bersikap sopan, jadi tulang punggung keluarga, dan program-programnya selama menjadi Bupati Jembrana banyak membantu masyarakat. “Terdakwa memiliki hak untuk menerima atau banding atas putusan ini,” tutup majelis hakim dalam amar putusannya.
Sementara itu, JPU Agus Djemaat yang diberi kesempatan menanggapi putusan majelis hakim, langsung menyatakan pikir-pikir atas vonis terdakwa Winasa. Putusan itu sendiri hanya 2/3 dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa hukuman 4,5 tahun penjara. “Kami masih pikir-pikir,” ujar JPU Agus Djemaat.
Tanggapan senada juga disampaikan kuasa hukum terdakwa Winasa, Simon Nahak cs, yang diberi kesempatan menangganpi putusan majelis hakim. Sedangkan terdakwa Winasa yang ditemui NusaBali seusai sidang tadi malam, dengan santai menyatakan dirinya tetap merasa tidak bersalah. Mantan Bupati Jembrana dua periode ini malah menyebut putusan majelis hakim seperti paket KFC.
“Putusan itu kan normatif saja. Putusan majelis hakim 2/3 dari tuntutan jaksa, itu seperti paket KFC saja. Tidak ada pertimbangan yang berarti buat saya dalam putusan itu,” papar mantan Bupati penyandang 7 penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) ini.
Winasa juga mempertanyakan kerugian negara Rp 2,3 miliar yang harus dikembalikannya. Menurut Winasa, majelis hakim tidak mempertimbangkan juris prudensi yang mengatakan ‘siapa yang menetapkan kerugian negara?’ Winasa menyebutkan, yang berhak menetapkan kerugian negara adalah BPK, bukan BPKP Wilayah Bali seperti yang digunakan jaksa.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa Winasa, Simon Nahak, menyatakan kerugian negara tidak bisa dibuktikan, karena dalam audit BPK menyebutkan tidak ada kerugian negara. Yang ada hanya pemborosan, sehingga harus dilakukan perbaikan secara administrasi. Sebaliknya, ada penetapan BPKP yang menyatakan ada kerugian negara tanpa menyertakan bukti otentik. “Siapa yang rugi? Beasiswa itu sudah dikeluarkan dan diterima mahasiswa untuk membayar uang sekolah,” tandas Simon Nahak.
Dalam kasus korupsi program beasiswa pendidikan untuk mahasiswa Stikes Jembrana dan Stitna Jembrana melalui Yayasan TTA milik mantan Bupati Gede Winasa ini, ada dua mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jembrana yang ikut terseret sebagai terdawka, Mereka masing-masing I Nyoman Suryadi (mantan Kadisdik Jembrana 2008-2009) dan AA Gde Putra Yasa (mantan Kadisdik Jembrana 2009-2010). Terdakwa Nyoman Suryadi telah divonis hakim 2,5 tahun penjara, sementara AA Gde Putra Yasa divonis 3 tahun penjara.
Dalam dakwaan jaksa sebelumnya disebutkan, korupsi berawal saat Bupati Winasa mengucurkan beasiswa tahun 2010 bagi mahasiswa Stikes dan Stitna Jembrana di di bawah Yayasan TTA milik Bupati Winasa. Saat itu, Kadisdik Jembrana secara bergantian dipegang Nyoman Suryadi (2008-2009) dan AA Gde Putra Yasa (2009-2010). Nah, dalam penyalurannya, pemberiam beasiswa tidak sesuai dengan kriteria dan ketentuan. Akibatnya, beasiswa yang dikucurkan dari dana APBD Jembrana tersebut bocor hingga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 miliar.
Gara-gara kasus korupsi beasiswa di Stikes Jembrana dan Stitna Jembrana ini, mantan Bupati Winasa langsung ditahan kejaksaan seusai menjalani hukuman 2,5 tahun penjara kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos di Banjar Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana, 25 Mei 2016 lalu. Jadi, mantan Bupati Winasa harus menjalani total 6 tahun penjara, karena kini kembali divonis 3,5 tahun dalam kasus korupsi program beasiswa.
Mantan Bupati Winasa sendiri sudah mendekam di Rutan Negara sejak 25 April 2014 silam, setelah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) memvonisnya 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos. Sebelum keluarnya putusan kasasi MA, Winasa sempat 3 tahun menghirup udara bebas karena divonis bebas murni oleh majelis hakim dalam sidang putusan di PN Negara, 1 Juli 2011 lalu. * rez,nar
Sementara itu, JPU Agus Djemaat yang diberi kesempatan menanggapi putusan majelis hakim, langsung menyatakan pikir-pikir atas vonis terdakwa Winasa. Putusan itu sendiri hanya 2/3 dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa hukuman 4,5 tahun penjara. “Kami masih pikir-pikir,” ujar JPU Agus Djemaat.
Tanggapan senada juga disampaikan kuasa hukum terdakwa Winasa, Simon Nahak cs, yang diberi kesempatan menangganpi putusan majelis hakim. Sedangkan terdakwa Winasa yang ditemui NusaBali seusai sidang tadi malam, dengan santai menyatakan dirinya tetap merasa tidak bersalah. Mantan Bupati Jembrana dua periode ini malah menyebut putusan majelis hakim seperti paket KFC.
“Putusan itu kan normatif saja. Putusan majelis hakim 2/3 dari tuntutan jaksa, itu seperti paket KFC saja. Tidak ada pertimbangan yang berarti buat saya dalam putusan itu,” papar mantan Bupati penyandang 7 penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) ini.
Winasa juga mempertanyakan kerugian negara Rp 2,3 miliar yang harus dikembalikannya. Menurut Winasa, majelis hakim tidak mempertimbangkan juris prudensi yang mengatakan ‘siapa yang menetapkan kerugian negara?’ Winasa menyebutkan, yang berhak menetapkan kerugian negara adalah BPK, bukan BPKP Wilayah Bali seperti yang digunakan jaksa.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa Winasa, Simon Nahak, menyatakan kerugian negara tidak bisa dibuktikan, karena dalam audit BPK menyebutkan tidak ada kerugian negara. Yang ada hanya pemborosan, sehingga harus dilakukan perbaikan secara administrasi. Sebaliknya, ada penetapan BPKP yang menyatakan ada kerugian negara tanpa menyertakan bukti otentik. “Siapa yang rugi? Beasiswa itu sudah dikeluarkan dan diterima mahasiswa untuk membayar uang sekolah,” tandas Simon Nahak.
Dalam kasus korupsi program beasiswa pendidikan untuk mahasiswa Stikes Jembrana dan Stitna Jembrana melalui Yayasan TTA milik mantan Bupati Gede Winasa ini, ada dua mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jembrana yang ikut terseret sebagai terdawka, Mereka masing-masing I Nyoman Suryadi (mantan Kadisdik Jembrana 2008-2009) dan AA Gde Putra Yasa (mantan Kadisdik Jembrana 2009-2010). Terdakwa Nyoman Suryadi telah divonis hakim 2,5 tahun penjara, sementara AA Gde Putra Yasa divonis 3 tahun penjara.
Dalam dakwaan jaksa sebelumnya disebutkan, korupsi berawal saat Bupati Winasa mengucurkan beasiswa tahun 2010 bagi mahasiswa Stikes dan Stitna Jembrana di di bawah Yayasan TTA milik Bupati Winasa. Saat itu, Kadisdik Jembrana secara bergantian dipegang Nyoman Suryadi (2008-2009) dan AA Gde Putra Yasa (2009-2010). Nah, dalam penyalurannya, pemberiam beasiswa tidak sesuai dengan kriteria dan ketentuan. Akibatnya, beasiswa yang dikucurkan dari dana APBD Jembrana tersebut bocor hingga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 miliar.
Gara-gara kasus korupsi beasiswa di Stikes Jembrana dan Stitna Jembrana ini, mantan Bupati Winasa langsung ditahan kejaksaan seusai menjalani hukuman 2,5 tahun penjara kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos di Banjar Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana, 25 Mei 2016 lalu. Jadi, mantan Bupati Winasa harus menjalani total 6 tahun penjara, karena kini kembali divonis 3,5 tahun dalam kasus korupsi program beasiswa.
Mantan Bupati Winasa sendiri sudah mendekam di Rutan Negara sejak 25 April 2014 silam, setelah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) memvonisnya 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos. Sebelum keluarnya putusan kasasi MA, Winasa sempat 3 tahun menghirup udara bebas karena divonis bebas murni oleh majelis hakim dalam sidang putusan di PN Negara, 1 Juli 2011 lalu. * rez,nar
1
2
Komentar