Belum Tersentuh Jalan Aspal, Keluar Masuk Kampung Lewat Sungai
Sebelum dapat aliran listrik tahun 2004, krama Bali di daerah transmigrasi Desa Muktijaya, Sumatra Selatan menggunakan penerangan lampu minyak tanah, hingga sering terjadi musibah kebakaran rumah
Nyoman YurjaNa mengisahkan, dia datang transmigrasi ke Desa Muktijaya di Sumatra Selatan bersamA istri dan dua anaknya yang kala itu masing-masing baru berumur 6 tahun dan 3 tahun, serta seorang keponakan. Mereka harus kerja keras untuk membersihkan rumah panggung dari rerimbunan belukar.
Menurut Yurjana, rumahnya itu sempat terbakar karena api di tungku dapur terjatuh mengenai papan kayu. Sedangkan pada tahun1987, kata dia, rumah milik keluarga Ida Bagus Rai, transmigran asal Banjar Padang Aling, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan bahkan ludes terbakar. “Sebelum aliran listrik masuk, memang kerap terjadi musibah kebakaran rumah di sini,” katanya.
Nah, setelah listrik masuk Desa Muktijaya, rumah-rumah warga transmigran asal Bali pun beralih dari rumah panggung ke rumah beton. Bahkan, banyak di antara mereka yang memiliki bangunan lengkap seperti di Bali, yakni Bale Daja, Bale Delod, Bale Dangin, Paon (dapur), dan Jineng (lumbung).
Sebagai daerah yang baru berkembang, menurut Yurjana, infrastruktur jalan di desa Muktijaya memang belum lengkap. Jalan-jalan kebanyakan masih tanah, belum ada diaspal. Karenanya, jika musim hujan tiba, tanah lumpur yang dilewati akan menggumpal pada ban sepeda kayuh maupun kendaraan roda dua, sehingga lajunya berat.
“Syukur kalau masih ada genangan air, ban motor masih bisa jalan. Tetapi kalau tak ada genangan air di jalan, laju roda direm lumpur,” ungkap transmigran asal Bali lainnya. Karena jalan-jalan belum ada yang diaspal, makanya sampai saat ini tidak ada angkutan transportasi kendaraan roda empat di desa ini. Yang ada hanya sepeda motor (kendaraan roda dua) dan sepeda kayuh.
Motor semakin ramai di desa ini sejak ada pembetonan jalan selebar 2 meter dengan panjang 5,5 kilometer dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Pembetonan jalan dilakukan secara bertahap sejak tahun 2011.
Sebagai daerah transmigrasi, warga setempat hanya pergi ke pasar sepekan sekali pada hari Jumat. Pasar Jumat ini berada di sebelah barat Kantor Desa Muktijaya. Pedagang datang dari luar kampung dengan naik perahu maupun speed boat melewati aliran Sungai Musi. Maklum, akses keluar masuk ke Desa Muktijaya melalui sungai yang tembus ke Sungai Musi.
Dari kota Palembang atau Bandara Mahmud Badaruddin II menuju pusat Desa Muktijaya, ada dua jalur baik darat maupun sungai. Meski lewat darat, tetap saja harus menyeberangi anakan Sungai Musi. Biasanya, mereka yang pergi ke kota bawa sepeda motor, maka saat balik akan lewat jalur darat dengan menyeberangi anakan Sungai Musi di Seri Menanti, Kota Ogan Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.
Sepeda motor langsung naik speed boat dengan membayar Rp 30.000 per unit, menyeberang hanya sekitar 15 menit. Setelah di darat, melanjutkan perjalanan selama 1,5 jam dengan jarak tempuh 20 kilometer. Bagi yang tidak bawa kendaraan, biasanya mereka melalui Dermaga Bus Air di bawah Jembatan Ampera 16 Hilir.
Ongkos naik speed boat hingga ke Jalur X atau di sebelah selatan Kantor Desa Muktijaya, sekitar Rp 50.000 per orang. Sekali naik speed boat, biasanya langsung turun di anakan Sungai Musi di depan Kantor Desa Muktijaya atau tepat di pintu masuk kampung Bali. * k21
Menurut Yurjana, rumahnya itu sempat terbakar karena api di tungku dapur terjatuh mengenai papan kayu. Sedangkan pada tahun1987, kata dia, rumah milik keluarga Ida Bagus Rai, transmigran asal Banjar Padang Aling, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan bahkan ludes terbakar. “Sebelum aliran listrik masuk, memang kerap terjadi musibah kebakaran rumah di sini,” katanya.
Nah, setelah listrik masuk Desa Muktijaya, rumah-rumah warga transmigran asal Bali pun beralih dari rumah panggung ke rumah beton. Bahkan, banyak di antara mereka yang memiliki bangunan lengkap seperti di Bali, yakni Bale Daja, Bale Delod, Bale Dangin, Paon (dapur), dan Jineng (lumbung).
Sebagai daerah yang baru berkembang, menurut Yurjana, infrastruktur jalan di desa Muktijaya memang belum lengkap. Jalan-jalan kebanyakan masih tanah, belum ada diaspal. Karenanya, jika musim hujan tiba, tanah lumpur yang dilewati akan menggumpal pada ban sepeda kayuh maupun kendaraan roda dua, sehingga lajunya berat.
“Syukur kalau masih ada genangan air, ban motor masih bisa jalan. Tetapi kalau tak ada genangan air di jalan, laju roda direm lumpur,” ungkap transmigran asal Bali lainnya. Karena jalan-jalan belum ada yang diaspal, makanya sampai saat ini tidak ada angkutan transportasi kendaraan roda empat di desa ini. Yang ada hanya sepeda motor (kendaraan roda dua) dan sepeda kayuh.
Motor semakin ramai di desa ini sejak ada pembetonan jalan selebar 2 meter dengan panjang 5,5 kilometer dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Pembetonan jalan dilakukan secara bertahap sejak tahun 2011.
Sebagai daerah transmigrasi, warga setempat hanya pergi ke pasar sepekan sekali pada hari Jumat. Pasar Jumat ini berada di sebelah barat Kantor Desa Muktijaya. Pedagang datang dari luar kampung dengan naik perahu maupun speed boat melewati aliran Sungai Musi. Maklum, akses keluar masuk ke Desa Muktijaya melalui sungai yang tembus ke Sungai Musi.
Dari kota Palembang atau Bandara Mahmud Badaruddin II menuju pusat Desa Muktijaya, ada dua jalur baik darat maupun sungai. Meski lewat darat, tetap saja harus menyeberangi anakan Sungai Musi. Biasanya, mereka yang pergi ke kota bawa sepeda motor, maka saat balik akan lewat jalur darat dengan menyeberangi anakan Sungai Musi di Seri Menanti, Kota Ogan Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.
Sepeda motor langsung naik speed boat dengan membayar Rp 30.000 per unit, menyeberang hanya sekitar 15 menit. Setelah di darat, melanjutkan perjalanan selama 1,5 jam dengan jarak tempuh 20 kilometer. Bagi yang tidak bawa kendaraan, biasanya mereka melalui Dermaga Bus Air di bawah Jembatan Ampera 16 Hilir.
Ongkos naik speed boat hingga ke Jalur X atau di sebelah selatan Kantor Desa Muktijaya, sekitar Rp 50.000 per orang. Sekali naik speed boat, biasanya langsung turun di anakan Sungai Musi di depan Kantor Desa Muktijaya atau tepat di pintu masuk kampung Bali. * k21
1
2
Komentar