Belasan Karya Teja Astawa Dipamerkan di Zen1 Gallery
Sebelumnya, karya-karya ini direncanakan untuk ditampilkan di Jakarta pada Mei 2020, namun terhalang pandemi.
MANGUPURA, NusaBali.com
Jumat (11/9) malam menjadi pembuka pameran tunggal lukisan Teja Astawa yang bertemakan ‘Terbahak Kritis-Estetis’. Dalam pameran ini, belasan karya Teja Astawa, mulai dari karya-karya terbarunya hingga karyanya sejak tahun 2006 diperlihatkan dalam tiga lantai galeri yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai no 50, Tuban, Kabupaten Badung ini.
Sebelumnya, karya-karya ini direncanakan untuk ditampilkan di Jakarta pada Mei 2020, namun terhalang pandemi. Dengan persiapan intensif yang dimulai sejak Juli lalu, akhirnya pameran ini terselenggara dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, seperti yang terpantau NusaBali pada Jumat (11/9).
Selain protokol standar pada penyediaan fasilitas cuci tangan dan pengecekan suhu tubuh, pembatasan utamanya dilakukan pada pengunjung yang hendak memasuki galeri. Di awal dibukanya pameran, sebanyak 15 pengunjung menjadi gelombang pertama yang memasuki galeri. Setelah itu, jika terdapat pengunjung yang meninggalkan galeri, saat itulah pengunjung lainnya boleh memasuki galeri.
Di luar galeri, terdapat sejumlah kursi tempat para pengunjung menunggu giliran sehingga tak perlu khawatir merasa lelah menunggu. “Kita utamakan di lantai dua dan lantai tiga yang begitu kecil. Di sana kita maksimalkan lima sampai tujuh, kita harus roling. Tapi kalau lantai satu, pertemuan memang tidak kita fokuskan,” ujar Nicolaus F Kuswanto, pemilik Galeri Zen1 pada NusaBali.
Diakui oleh Nico, kunjungan di hari pertama pameran yang bakal terbuka hingga 1 Oktober mendatang ini melebihi ekspektasi semula. Awalnya, jumlah prakiraan pengunjung yang bakal hadir yakni berkisar di angka 30 hingga 40 pengunjung. Namun ternyata pameran ini menuai antusiasme dari kalangan seniman hingga pengunjung yang datang mencapai angka 70 orang.
“Di luar ekspektasi ya, cukup ramai. Semua golongan kayaknya ada, dari penulis, kurator, kolektor, ada semua. Dan mereka mau mengikuti protokol Covid walaupun mungkin sedikit tidak nyaman. Dibatasi, di luar disuruh menunggu, tapi overall oke,” lanjut Nico.
Sementara itu, Soemantri Widagdo, selaku Pemilik Yayasan Titian dan Titian Art Space, sekaligus kolektor seni rupa yang dalam kesempatan ini membuka pameran bertajuk Terbahak Kritis Estetis ini mengungkapkan, bahwa pelaksanaan pameran kali ini terbilang menarik, baik dari sisi penyelenggaraannya di tengah pandemi dan sisi pelukis karya-karya ini.
“Pelukis yang dipamerkan kali ini memang sangat unik untuk pelukis di Bali. Meskipun kelihatannya temanya itu dari Bali, tetapi sebetulnya tidak, karena dia betul-betul memberikan pencernaannya, observasinya, dari kehidupan dia sendiri di abad ke-21,” ungkap Soemantri Widagdo.
Keunikan dari seorang Teja Astawa, dapat dilihat dari keberaniannya mengeksplorasi dan menciptakan sebuah fasa baru. “Dia berani bereksplorasi. Artinya tidak macet di satu fasa saja. Melakukan eksplorasi dan eksperimentasi, itu yang pertama. Yang kedua, dia melakukan penciptaan yang baru. Karena hasil eksplorasinya, dan dia berdialog dengan lingkungannya dan dengan dirinya sendiri kemudian baru di ekspresikan ke lukisan seperti ini. Itu keunikan daripada Teja, karena tidak banyak pelukis yang seperti itu. Dia tidak peduli dengan pasar. Dia menciptakan pasar,” lanjutnya.
Penggunaan simbol-simbol Kamasan dalam lukisan kontemporer di salah satu lukisan Teja Astawa ini, sebut Soemantri, menjadikan karyanya menjadi abstrak yang Bali, dan bukannya abstrak Barat. “Kebiasaan kita itu adalah abstrak dilihat dari Barat. Artinya tidak ada figur, artinya hanya warna saja. Padahalnya, kalau seorang pelukis Bali mengikuti abstrak Barat, apa keBaliannya? Tidak ada. Kalau ini ada, mengacak warnanya ke mana-mana, dan ada figurnya juga tidak ada ceritanya, tetapi dilihat dari jauh sebagai suatu kesatuan yang sangat abstrak,” jelas Soemantri.*cr74
Komentar