PHDI Dimohon Terbitkan Bhisama tentang Upacara
Paruman Sulinggih Kabupaten Karangasem Tahun 2016 digelar di Puri Gede Karangasem, Kamis (13/10).
JiArta Dipa mencontohkan Sasih Kadasa, yang merupakan dewasa ayu untuk melak-sanakan upacara Dewa Yadnya, namun ternyata banyak krama (umat Hindu) justru menggelar upacara Atiwa-tiwa/Ngaben (Pitra Yadnya). “Ada pula yang menggelar upaca-ra Pawiwahan (Manusa Yadnya) di Sasih Kadasa,” jelas Arta Dipa. “Makanya, dimohon terbitkan bhisama agar di kemudian hari ada acuan yang jelas mengenai petunjuk baku melaksanakan upacara,” lanjutnya.
Maksud dari pentingnya ada bhisama, kata Arta Dipa, sebagai petunjuk melaksanakan upacara, agar umat sedharma ada pegangan yang jelas dan mematuhinya. “Jangan sampai di desa pakraman tertentu ada Karya Mamungkah lan Nubung Daging, tapi di desa tetangganya malah ada upacara Ngaben. Itu terlihat tidak etis,” beber mantan Kepala Bappeda Karangasem ini.
Jadinya, lanjut Arta Dipa, dengan diterbitkannya bhisama yang bersifat mengikat bagi umat Hindu, nantinya umat sedharma memiliki petunjuk jelas, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Apalagi, sastra telah memuat menyangkut dewasa ayu menggelar upacara.
Paparan hampir senada juga disampaikan Bupati Karangasem, IGA Mas Sumatri. Bupati Wanita Pertama di Karangasem ini berharap adanya bhisama dari sulinggih, sehingga generasi berikutnya memiliki dasar kuat sebagai pegangan dalam menyelenggarakan upacara.
“Terkadang umat memohon dewasa ayu untuk upacara dari para sulinggih. Tapi, dalam prakteknya di masyarakat, terlihat kurang etis. Misalnya, dewasa ayu yang cocoknya untuk upacara Ngaben (Pitra Yadnya), tapi pada saat bersamaan masih saja ada krama yang menggelar upacara Dewa Yadnya,” tandas Bupati Mas Sumatri. Sulinggih, kata Mas Sumatri, merupakan tempat memohon petunjuk, selain juga bertugas untuk muput upacara.
Sementara itu, Ketua Dharma Upapati Karangasem, Ida Pedanda Gede Pinatih Pasuruan, langsung membicarakan masukan dari MMDP Karangasem dan Bupati Karangasem terkait pentingnya ada bhisama tentang dewasa ayu menyelenggarakan upacara ini. Ida Pedanda Penatih pun langsung mohon rekomendasi Paruman Sulinggih Karangasem untuk dibawa ke Mahasabha PHDI mendatang terkait usulan bhisama ini.
“Melalui Paruman Sulinggih ini, kami rekomendasikan agar dalam Mahasabha PHDI mendatang dikeluarkan bhisama menyangkut dewasa ayu menggelar upacara, termasuk juga larangan-larangannya,” papar sulinggih asal Griya Taman Ulon, Desa Pakraman Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem ini. Menurut Ida Pedanda Penatih, sebelum diajukan ke Mahasabha PHDI mendatang, rekomendasi terbitnya bhisama soal dewasa ayu pelaksanaan upacara ini terlebih dulu harus dirancang para walaka.
Sementara, Ketua PHDI Karangasem, I Wayan Astika, yang hadir dalam Paruman Sulinggih kemaein, mengajukan usulan tersenbdiri. Wayan Astika memohon para sulinggih untuk meluangkan waktu menyetorkan profile masing-masing, sehingga nantinya pemerintah mudah dalam pendataan. * k16
Maksud dari pentingnya ada bhisama, kata Arta Dipa, sebagai petunjuk melaksanakan upacara, agar umat sedharma ada pegangan yang jelas dan mematuhinya. “Jangan sampai di desa pakraman tertentu ada Karya Mamungkah lan Nubung Daging, tapi di desa tetangganya malah ada upacara Ngaben. Itu terlihat tidak etis,” beber mantan Kepala Bappeda Karangasem ini.
Jadinya, lanjut Arta Dipa, dengan diterbitkannya bhisama yang bersifat mengikat bagi umat Hindu, nantinya umat sedharma memiliki petunjuk jelas, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Apalagi, sastra telah memuat menyangkut dewasa ayu menggelar upacara.
Paparan hampir senada juga disampaikan Bupati Karangasem, IGA Mas Sumatri. Bupati Wanita Pertama di Karangasem ini berharap adanya bhisama dari sulinggih, sehingga generasi berikutnya memiliki dasar kuat sebagai pegangan dalam menyelenggarakan upacara.
“Terkadang umat memohon dewasa ayu untuk upacara dari para sulinggih. Tapi, dalam prakteknya di masyarakat, terlihat kurang etis. Misalnya, dewasa ayu yang cocoknya untuk upacara Ngaben (Pitra Yadnya), tapi pada saat bersamaan masih saja ada krama yang menggelar upacara Dewa Yadnya,” tandas Bupati Mas Sumatri. Sulinggih, kata Mas Sumatri, merupakan tempat memohon petunjuk, selain juga bertugas untuk muput upacara.
Sementara itu, Ketua Dharma Upapati Karangasem, Ida Pedanda Gede Pinatih Pasuruan, langsung membicarakan masukan dari MMDP Karangasem dan Bupati Karangasem terkait pentingnya ada bhisama tentang dewasa ayu menyelenggarakan upacara ini. Ida Pedanda Penatih pun langsung mohon rekomendasi Paruman Sulinggih Karangasem untuk dibawa ke Mahasabha PHDI mendatang terkait usulan bhisama ini.
“Melalui Paruman Sulinggih ini, kami rekomendasikan agar dalam Mahasabha PHDI mendatang dikeluarkan bhisama menyangkut dewasa ayu menggelar upacara, termasuk juga larangan-larangannya,” papar sulinggih asal Griya Taman Ulon, Desa Pakraman Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem ini. Menurut Ida Pedanda Penatih, sebelum diajukan ke Mahasabha PHDI mendatang, rekomendasi terbitnya bhisama soal dewasa ayu pelaksanaan upacara ini terlebih dulu harus dirancang para walaka.
Sementara, Ketua PHDI Karangasem, I Wayan Astika, yang hadir dalam Paruman Sulinggih kemaein, mengajukan usulan tersenbdiri. Wayan Astika memohon para sulinggih untuk meluangkan waktu menyetorkan profile masing-masing, sehingga nantinya pemerintah mudah dalam pendataan. * k16
1
2
Komentar