Bangunan Sanggah Menyerupai Bali, Yadnya Dipuput Pamangku
ka ada pamangku yang meninggal dunia, biasanya langsung digelar ritual makingsan ring gni, kemudian disertakan dalam upacara ngaben di Bali dengan biaya ditanggung krama Banjar Dharma Kerti, desa Mukti Jaya
Menengok Krama Bali yang Transmigrasi di Desa Muktijaya, Kabupaten Banyuasin, Sumsel
PALEMBANG, NusaBali
Sebanyak 90 kepala keluarga (KK) asal Bali yang merantau bersamaan ke Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan sebagai transmigran, 17 Juli 1979 silam, membawa serta tradisi ritual dari tanah leluhur. Termasuk mempertahankan bangunan sanggah (pura keluarga) seperti di Bali, dengan upacara yadnya yang dipuput pamangku.
Tradisi ritual dari tanah leluhur tersebut terus dipertahankan krama Bali perantuan di Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Banyuasin yang kini jumlahnya mencapai 110 KK. Mereka tinggal menetap di Banjar Dharma Kerti, Desa Muktijaya, dengan bangunan rumah-rumah yang sebagian juga mengikuti pola di Bali, seperti keberadaan Bale Daja, Bale Dangin, Bale Delod, Paon (dapur), dan Juneng.
Selain membawa tradisi banjar pakraman, transmigran asal Bali juga selalu mengawali membangun turus lumbung (berbahan kayu hidup) untuk tempat suci, baik Pura Tri Kahyangan (Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem), sanggah, maupun merajan. Namun, sejak 8 tahun terakhir, pura, sanggah, dan merajan milik krama Bali di Desa Muktijaya sudah banyak yang diganti dengan sanggah berbahan beton, seperti yang banyak dijual di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung.
Seperti halnya di Bali, di Desa Muktijaya juga dibangun Pura Prajapati di setra (kuburan), Pura Melanting di bale banjar, dan Pura Bedugul di sawah, selain juga Pura Tri Kahyangan. Khusus krama Bali perantauan asal kawasan seberang Nusa Penida, Klungkung, mereka membangun pula Pura Dalem Ped.
Jumlah transmigran asal Nusa Penida di Desa Muktijaya memang cukup banyak. Tapi, mereka lebih dulu merantau ke Jembrana, sebelum transmigrasi ke Sumatra Selatan. Sedangkan krama Bali dari Klungkung daratan yang transmigrasi ke Desa Muktijaya hanya 1 KK. Sebaliknya, krama perantauan asal Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan mendirikan pula Pura Pucak Geni.
SELANJUTNYA . . .
PALEMBANG, NusaBali
Sebanyak 90 kepala keluarga (KK) asal Bali yang merantau bersamaan ke Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan sebagai transmigran, 17 Juli 1979 silam, membawa serta tradisi ritual dari tanah leluhur. Termasuk mempertahankan bangunan sanggah (pura keluarga) seperti di Bali, dengan upacara yadnya yang dipuput pamangku.
Tradisi ritual dari tanah leluhur tersebut terus dipertahankan krama Bali perantuan di Desa Muktijaya, Kecamatan Muara Telang, Banyuasin yang kini jumlahnya mencapai 110 KK. Mereka tinggal menetap di Banjar Dharma Kerti, Desa Muktijaya, dengan bangunan rumah-rumah yang sebagian juga mengikuti pola di Bali, seperti keberadaan Bale Daja, Bale Dangin, Bale Delod, Paon (dapur), dan Juneng.
Selain membawa tradisi banjar pakraman, transmigran asal Bali juga selalu mengawali membangun turus lumbung (berbahan kayu hidup) untuk tempat suci, baik Pura Tri Kahyangan (Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem), sanggah, maupun merajan. Namun, sejak 8 tahun terakhir, pura, sanggah, dan merajan milik krama Bali di Desa Muktijaya sudah banyak yang diganti dengan sanggah berbahan beton, seperti yang banyak dijual di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung.
Seperti halnya di Bali, di Desa Muktijaya juga dibangun Pura Prajapati di setra (kuburan), Pura Melanting di bale banjar, dan Pura Bedugul di sawah, selain juga Pura Tri Kahyangan. Khusus krama Bali perantauan asal kawasan seberang Nusa Penida, Klungkung, mereka membangun pula Pura Dalem Ped.
Jumlah transmigran asal Nusa Penida di Desa Muktijaya memang cukup banyak. Tapi, mereka lebih dulu merantau ke Jembrana, sebelum transmigrasi ke Sumatra Selatan. Sedangkan krama Bali dari Klungkung daratan yang transmigrasi ke Desa Muktijaya hanya 1 KK. Sebaliknya, krama perantauan asal Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan mendirikan pula Pura Pucak Geni.
SELANJUTNYA . . .
Komentar