Desa Adat Wajib Pertegas Perarem
SINGARAJA, NusaBali
Desa adat kembali diaktifkan oleh Pemprov Bali dalam penegakan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19.
Langkah ini menyusul Bali terus dirajam wabah mematikan itu. Terkait itu, desa adat di Buleleng sudah memiliki perarem penerapan protokol Covid-19 di wawidangannya. Namun tetap diharapkan memaksimalkan penerapan perarem untuk menekan penularan di wilayah desa.
Majelis Madya (MDA) Kabupaten Buleleng segera akan mengawasi dan mengecek realisasi perarem Covid-19 yang sudah diresmikan.
Terlebih Gubernur Bali kembali menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 487 tentang penguatan dan pengendalian pandemic Covid-19, tanggal 17 September 2020 lalu yang mengintruksikan membatasi kegiatan upacara Panca Yadnya dan keramaian.
Bendesa Madya MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa mengatakan segera akan turun ke lapangan bersama timnya untuk melakukan pengawasan dan pengecekan penerapan perarem Covid-19 di tataran desa adat. “Soal pembatasan pelaksanaan upacara yadnya memang sudah dari awal pandemi kami imbau untuk ditunda jika upacara itu terencana seperti ngaben dan pawiwahan, tetapi kalau yang sifatnya mendesak tetap bisa dilakukan dengan pembatasan jumlah peserta dan penerapan protokol kesehatan,” ujar Dewa Budarsa.
Selain itu, tatanan pelaksanaan yadnya di masa pandemi Coivd-19 sudah diatur dalam perarem masing-masing desa adat di Buleleng yang berjumlah 170 desa adat. Perarem yang sudah ditandatangni Gubernur Bali Wayan Koster pun sudah teregister sehingga harus dilaksankaan oleh prajuru adat. “Dengan SE baru ini kembali akan diketatkan peran Satgas Gotong Royong dengan peraremnya, apalagi desa adat di anggaran perubahan dapat dana tambahan lagi Rp 50 juta per desa adat untuk penanganan Covid-19,” imbuh dia.
Sejauh ini perarem Covid-19 sudah diterapkan di seluruh desa adat di Buleleng. Bahkan ada beberapa yang sudah melaporkan penindakan sanksi denda kepada kramanya yang ditemukan melanggar. Seperti catatan Bendesa Budarsa penerapan sanksi denda berupa 5 kilogram beras bagi krama desa adat Bungkulan yang tak menggunakan masker. “Sudah ada beberapa laporannya masuk tetapi baru sebatas pelanggaran perorangan karena tidak memakai masker,” tegasnya.
Masing-masing desa adat yang telah memiliki perarem, disebutnya, tidak selalu sama, jenis dan besaran sanksi disesuaikan dengan desa kala patra setempat yang disepakati melalui paruman. Krama yang akan mayadnya mendesak melalui seleksi ketat. Selain harus melapor ke prajuru desa juga mengantongi Surat Keterangan (Suket) aman Covid-19. Selain itu, ketentuan dan pemenuhan protokol Covid-19 juga dipastikan harus ada. Seperti tempat cuci tangan, penyediaan thermogun, hand sanitizer dan pembatasan jumlah krama yang berada di jeroan pura dengan pengatur jarak minimal 1,5 meter. “Upacara melis agar ngubeng saja, tidak sampai ke segara. Begitu juga upacara pawiwahan cukup diikuti keluarga terdekat tanpa resepsi karena akan ada kerumunan,” ungkap dia.
Bendesa asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini pun berharap Satgas Gotong Royong di masing-masing desa adat kembali bergerak dan tak mengendorkan penegakan protokol kesehatan. Kegiatan upacara yadnya yang selama ini masih bisa ditolelir dari jumlah peserta ditekankan lagi untuk diperketat. Sehingga tak ada muncul klaster upacara setelah dilakukan tracing pada kontak erat pasien Covid-19. *k23
1
Komentar