Happy Parenting dalam Masa Pandemi
Usia anak-anak pada umumnya adalah usia yang sangat wajar untuk berada pada tahap melakukan pengembangan sosialisasi baik dengan teman sebaya maupun orang yang berbeda usia dengan mereka, anak yang berusia 4-9 tahun pada umumnya mulai mengembangkan kemampuan bersosialisasi mereka.
Penulis : Ida Ayu Candrawati,SST
Statistisi Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Berdasarkan hasil studi Bloom menyebutkan bahwa pada usia 4 tahun kapasitas kecerdasan seorang anak sudah dapat mencapai 50% dan meningkat di usia 8 tahun mencapai 80% dan di usia 13 tahun mencapai 92%.
Pemerintah membatasi aktivitas sekolah selama masa pandemi COVID-19 ini, jika pada umumnya sosialisasi yang paling banyak didapatkan anak usia sekolah adalah sosialisasi saat bersama teman sebaya di lingkungan sekolah, kali ini pandemi menjadikan moment sosialisasi anak-anak yang seharusnya mereka dapatkan di lingkungan sekolah secara tatap muka langsung berubah menjadi sosialisasi versi new normal dalam kondisi virtual, hal ini tentu menjadi pengalaman baru bagi orang tua dan anak di kondisi new normal saat ini.
Orang tua kini menghadapi kondisi pola asuh baru dimana harus bekerja sekaligus mendampingi anak mengikuti pembelajaran sekolah disaat yang bersamaan. Kondisi anak yang harus dihadapkan dengan pembelajaran virtual membuat orang tua harus lebih bijak mengolah dan mengendalikan emosi saat membimbing anak.
Pada tahun ajaran 2019/2020 di Provinsi Bali jumlah murid dijenjang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) di Provinsi Bali adalah sebanyak 79.109 murid sementara untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalah sebanyak 419.737 murid. Anak yang bersekolah pada jenjang pendidikan TK,RA,SD dan MI masih memerlukan bimbingan orang tua saat melakukan kegiatan sekolah virtual , sementara tidak sedikit orang tua yang juga harus mengerjakan pekerjaannya diwaktu yang bersamaan. Sebagai orang tua cukup wajar jika merasa kelelahan saat melakukan kegiatan mengurus rumah tangga, mengerjakan pekerjaan kantor dan tetap mendampingi anak secara bersamaan, kondisi ini dapat memicu terjadinya stress dan emosional pada orang tua yang berdampak kepada pola asuh yang tidak ideal terhadap anak dan tentunya menularkan dampak negatif kepada anak tersebut.
Kondisi ini merupakan tantangan baru bagi orang tua di masa pandemi ini, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan orang tua saat menghadapi pola asuh new normal ini. Yang pertama adalah pentingnya orang tua untuk dapat membuat jadwal kegiatan sehari-hari baik untuk anak maupun diri sendiri, jadwal ini membantu orang tua untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan dilakukan sebelum memulai kegiatan sehingga kondisi rumah diharapkan lebih kondusif saat kegiatan bekerja, bersekolah anak maupun pekerjaan rumah tangga lainnya berjalan di waku yang hampir bersamaan, selain itu diharapkan dengan adanya jadwal kegiatan sehari-hari orang tua tetap memiliki waktu untuk pemenuhan kegiatan bagi dirinya.
Yang kedua adalah komunikasi orang tua kepada anak, komunikasi orang tua terhadap anak pada kondisi saat ini merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk menghadapi anak yang cenderung bosan melakukan aktivitas sehari hari hanya di rumah saja. Terdapat empat pola pengasuhan anak yaitu pertama pola asuh permisif yang cenderung tak konsisten, kedua pola asuh otoriter yaitu bersifat kaku dimana orang tua memeng kendali penuh atas anak, ketiga adalah pola asuh neglected dimana orang tua berperilaku acuh terhadap kebutuhan anak yang seharusnya dipenuhi orang tua dan yang terakhir adalah pola asuh otoritatif dimana pola asuh ini mendorong anak untuk berani mengungkapkan pendapat dan diberi ruang untuk menentukan pilihannya sementara orang tua memberikan pertimbangan atas keputusannya. Pola asuh otoritatif sangat cocok untuk kondisi anak saat ini dimana mereka diberikan kebebasan memilih namun orang tua tetap membimbing mereka sehingga dapat mengakomodasi aspirasi anak dan meningkatkan daya kritis anak.
Ketiga adalah pengendalian diri orang tua, hal ini penting karena akan berpengaruh terhadap emosional orang tua dan anak. Orang tua dapat menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu sebelum berhadapan dengan anak karena orang tua dapat menularkan energi negatif ketika orang tua sedang mengalami mood yang tidak stabil. Menyalurkan hobi, menyisihkan waktu untuk “me time” atau berolahraga dapat mengembalikan mood lebih baik lagi.
Memahami karakter anak juga merupakan hal penting yang diperlukan orang tua. Ada empat tipe kepribadian anak yaitu tipe sanguinis adalah tipe dimana anak enerjik, ramah, meberikan kesan ceria, tipe pelgmatis adalah tipe dimana anak memiliki pembawaan yang selalu merasa cukup terhadap apa yang dimiliki, sederhana, mencari kedamaian dengan lebih banyak diam, ketiga adalah koleris yang berorientasi pada tujuan, dapat mengatur sebuah tindakan dengan cepat dan terakhir tipe melankolis dimana anak memiliki ciri pendiam, pemikir dan perfeksionis. Dengan mengenal tipe kepribadian anak, pola asuh orang tua dapat menyesuaikan dengan tipe anak sehingga terciptanya kondisi Happy Parenting antara orang tua dan anak.
Dengan adanya pola asuh new normal diharapkan orang tua dapat membimbing anaknya menjadi lebih mandiri karena sistem pembelajaran virtual yang membuat anak-anak lebih aktif dan kreatif dalam memahami pembelajaran yang sebelumnya dibimbing penuh oleh guru di sekolah. Selain itu anak juga dapat mengetahui tentang dunia orang tua yang selama ini mungkin mereka belum ketahui, apa jenis pekerjaan orang tuanya dan bagaimana selama ini orang tuanya bekerja.
Parenting tidak mudah tetapi jika dimaknai sebagai seni kehidupan dan anugrah dari Tuhan maka akan menjadikannya sebuah kegiatan yang dirindukan saat usia anak beranjak dewasa. Happy Parenting
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar