Sri Wigunawati Kembali Terpilih sebagai Ketua KPPI Bali
Versi Sri Wigunawati, KPPI masih punya beban tugas berat dalam event politik, yakni mengawal kuota 30 persen perempuan di Pemilu yang selama ini selalu terancam
“Ini kepercayaan yang harus saya laksanakan, walaupun saya sebenarnya ingin ada regenerasi,” ujar Wigunawati yang mantan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Provinsi Bali dan Sekretaris DPD I Golkar Bali 2010-2012, kepada NusaBali.
Wigunawati menegaskan, dalam periode kedua kepemimpinannya selama 4 tahun ke depan, KPPI Bali memiliki fokus dan target kerja. Salah satunya, pembentukan kepengurusan KPPI Kabupaten/Kota se-Bali. Selain itu, KPPI Bali juga target bisa mengikuti Kongres KPPI di Jogjakarta. “Kita akan fokus bentuk kepengurusan KPPI di kabupaten/kota,” jelas Srikandi Golkar asal Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini.
KPPI Bali, kata Wigunawati, juga masih punya beban tugas yang berat dalam event politik, yakni mengawal kuota 30 persen perempuan di Pemilu, yang selama ini selalu terancam. “Pengawalan tentang kuota 30 persen perempuan dalam Pileg 2019 tetap jadi beban tugas berat kita,” ujar Wigunawati.
Menurut Wigunawati, pengawalan kuota 30 persen perempuan sebenarnya bukan hanya menjadi perjuangan KPPI, namun semua elemen masyarakat dan partai politik di Indonesia. Di Bali sendiri, dua Srikandi Politik sudah bisa tembus ke kursi Bupati, yakni Ni Putu Eka Wiryastuti (politisi PDIP yang kini Bupati Tabanan) dan I Gusti Ayu Mas Sumatri (mantan politisi PDIP yang kini menjadi Bupati Karangasem).
Tampinya Eka Wiryastuti dan IGA Mas Sumatri, kata Wigunawati, semua karena partai politik memberikan kesempatan kepada politisi perempuan. “Terbukti kalau partai politik memberikan kesempatan, mereka (politisi perempuan) nggak kalah kualitasnya, bahkan bisa lebih baik,” tandas mantan Calon Wakil Bupati (Cawabup) Jembrana pendamping Made Naya Sujana yang diusung Golkar dalam Pilkada 2005 ini.
Sayangnya, kata Wigunawati, politisi perempuan masih mengalami penjegalan secara politik untuk bisa tampil di kursi legislatif. Karenanya, masih minim perwakilan perempuan di kursi legislatif. “Kita ingin perjuangkan dalam regulasi atau UU Pemilu bahwa perempuan harus dimaksimalkan perannya.”
Sementara itu, Ketua Umum KPPI Pusat, Ratu Dian Hatifah, meminta KPPI Bali di bawah Sri Wigunawati agar berperan mengawal proses pembentukan UU Pemilu. “Dalam Rancangan UU Pemilu, di sana nantinya potensial memperjuangkan keterpilihan perempuan,” ujar Dian Harifah dalam sambutannya di Muswil KPPI Bali, Jumat kemarin.
Menurut Dian Hatifah, KPPI bukan sekadar menjadi wadah berkumpulnya politisi perempuan lintas partai. Namun, KPPI sekaligus sebagai alat perjuangan dalam sistem demokrasi. ”KPPI tempat untuk berbagi pengalaman, menjalin persaudaraan, bersama-sama berjuang untuk keterwakilan perempuan,” ujar Dian Hatifah. nat
Wigunawati menegaskan, dalam periode kedua kepemimpinannya selama 4 tahun ke depan, KPPI Bali memiliki fokus dan target kerja. Salah satunya, pembentukan kepengurusan KPPI Kabupaten/Kota se-Bali. Selain itu, KPPI Bali juga target bisa mengikuti Kongres KPPI di Jogjakarta. “Kita akan fokus bentuk kepengurusan KPPI di kabupaten/kota,” jelas Srikandi Golkar asal Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini.
KPPI Bali, kata Wigunawati, juga masih punya beban tugas yang berat dalam event politik, yakni mengawal kuota 30 persen perempuan di Pemilu, yang selama ini selalu terancam. “Pengawalan tentang kuota 30 persen perempuan dalam Pileg 2019 tetap jadi beban tugas berat kita,” ujar Wigunawati.
Menurut Wigunawati, pengawalan kuota 30 persen perempuan sebenarnya bukan hanya menjadi perjuangan KPPI, namun semua elemen masyarakat dan partai politik di Indonesia. Di Bali sendiri, dua Srikandi Politik sudah bisa tembus ke kursi Bupati, yakni Ni Putu Eka Wiryastuti (politisi PDIP yang kini Bupati Tabanan) dan I Gusti Ayu Mas Sumatri (mantan politisi PDIP yang kini menjadi Bupati Karangasem).
Tampinya Eka Wiryastuti dan IGA Mas Sumatri, kata Wigunawati, semua karena partai politik memberikan kesempatan kepada politisi perempuan. “Terbukti kalau partai politik memberikan kesempatan, mereka (politisi perempuan) nggak kalah kualitasnya, bahkan bisa lebih baik,” tandas mantan Calon Wakil Bupati (Cawabup) Jembrana pendamping Made Naya Sujana yang diusung Golkar dalam Pilkada 2005 ini.
Sayangnya, kata Wigunawati, politisi perempuan masih mengalami penjegalan secara politik untuk bisa tampil di kursi legislatif. Karenanya, masih minim perwakilan perempuan di kursi legislatif. “Kita ingin perjuangkan dalam regulasi atau UU Pemilu bahwa perempuan harus dimaksimalkan perannya.”
Sementara itu, Ketua Umum KPPI Pusat, Ratu Dian Hatifah, meminta KPPI Bali di bawah Sri Wigunawati agar berperan mengawal proses pembentukan UU Pemilu. “Dalam Rancangan UU Pemilu, di sana nantinya potensial memperjuangkan keterpilihan perempuan,” ujar Dian Harifah dalam sambutannya di Muswil KPPI Bali, Jumat kemarin.
Menurut Dian Hatifah, KPPI bukan sekadar menjadi wadah berkumpulnya politisi perempuan lintas partai. Namun, KPPI sekaligus sebagai alat perjuangan dalam sistem demokrasi. ”KPPI tempat untuk berbagi pengalaman, menjalin persaudaraan, bersama-sama berjuang untuk keterwakilan perempuan,” ujar Dian Hatifah. nat
1
2
Komentar