Puluhan Hektare Lahan Padi di Buleleng Gagal Panen
Sebanyak 40 hektare lahan petani padi di Kecamatan Sawan dan Kecamatan Buleleng dipastikan gagal panen.
SINGARAJA, NusaBali
Musim kemarau panjang yang masih berlangsung hingga saat ini kembali membuat petani Buleleng gigit jari. Sejumlah petani tidak dapat menikmati jerih payah mereka pada benih padi yang telah ditanam karena krisis air dalam pengairan.
Seperti yang terlihat pada lahan padi di Subak Babakan Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan. Tanaman padi yang berumur sekitar 1 bulan dibiarkan mengering di atas tanah yang juga sudah retak-retak. Bahkan tanaman padi yang sudah mulai tumbuh bulir padi, mengering karena tidak mendapatkan air.
“Laporan yang masuk sejauh ini baru delapan subak di Kecamatan Sawan dan Buleleng mudah-mudahan tidak meluas di kecamatan lain, kalau ditotal itu ada 40 hektar,” jelas Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta, Rabu (23/9).
Meski demikian Sumiarta mengaku tetap akan memantau kondisi di kecamatan lainnya. Situasi gagal panen ini disebutnya berpotensi terjadi setiap tahun jika mulai musim kemarau panjang. Kondisi ini terjadi pada sawah petani yang berada di hilir dengan sumber air terbatas baik dari saluran irigasi maupun sumur dangkal di lahan pertaniannya.
Menurut Sumiarta sejauh ini pemerintah sudah memberikan imbauan dan edukasi kepada petani soal pengaturan pola tanam. Musim tanam padi pun tak dianjurkan dilakukan di puncak musim kemarau seperti saat ini untuk menguraasi potensi kerugian bagi petani. Pada masa ini petani lebih diarahkan menanam tanaman selain padi seperti kedelai dan jagung yang tak terlalu bergantung pada ketersediaan air.
Namun kenyataannya di lapangan beberapa petani memang memilih mengambil risiko untuk mengejar hasil produksi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Dinas Pertanian mengaku akan memberikan bantuan berupa benih padi pada masa tanam selanjutnya di triwulan terakhir tahun 2020 saat memasuki musim penghujan. Bantuan yang diberikan itu untuk membantu meringankan beban petani dari kerugian yang sudah dideritanya di masa tanam sebelumnya. Selain itu Dinas Pertanian secara rutin juga mengupayakan bantuan peminjaman mesin pompa bagi petani yang memiliki sumur dangkal untuk mengairi sawah mereka.
Sementara itu dari jumlah lahan padi yang dipastikan gagal panen tahun ini disebut Kadis Sumiarta tak mempengaruhi produksi padi di Buleleng yang selalu surplus setiap tahunnya. Hal itu dikarenakan dari 9.687 hektare luasan lahan padi yang tersebar di Buleleng sebagian masih tetap bisa melakukan penanam terutama subak di bagian hulu dengan sumber air melimpah.
Dia pun mengatakan dengan produktivitas lahan padi di Buleleng 5-6 ton per hektare rata-rata dari Indek Pertanaman (IP) di Buleleng 2,5 kali dalam setahun. “Harapannya setahun bisa tiga kali musim panen tetapi karena kondisi cuaca dan topografi Buleleng ini hanya bisa rata-rata 2,5 kali dalam setahun. Memang ada beberapa bisa sampai tiga kali untuk lahan pertanian di dataran tinggi sumber airnya tetap melimpah,” jelas dia.*k23
Musim kemarau panjang yang masih berlangsung hingga saat ini kembali membuat petani Buleleng gigit jari. Sejumlah petani tidak dapat menikmati jerih payah mereka pada benih padi yang telah ditanam karena krisis air dalam pengairan.
Seperti yang terlihat pada lahan padi di Subak Babakan Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan. Tanaman padi yang berumur sekitar 1 bulan dibiarkan mengering di atas tanah yang juga sudah retak-retak. Bahkan tanaman padi yang sudah mulai tumbuh bulir padi, mengering karena tidak mendapatkan air.
“Laporan yang masuk sejauh ini baru delapan subak di Kecamatan Sawan dan Buleleng mudah-mudahan tidak meluas di kecamatan lain, kalau ditotal itu ada 40 hektar,” jelas Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta, Rabu (23/9).
Meski demikian Sumiarta mengaku tetap akan memantau kondisi di kecamatan lainnya. Situasi gagal panen ini disebutnya berpotensi terjadi setiap tahun jika mulai musim kemarau panjang. Kondisi ini terjadi pada sawah petani yang berada di hilir dengan sumber air terbatas baik dari saluran irigasi maupun sumur dangkal di lahan pertaniannya.
Menurut Sumiarta sejauh ini pemerintah sudah memberikan imbauan dan edukasi kepada petani soal pengaturan pola tanam. Musim tanam padi pun tak dianjurkan dilakukan di puncak musim kemarau seperti saat ini untuk menguraasi potensi kerugian bagi petani. Pada masa ini petani lebih diarahkan menanam tanaman selain padi seperti kedelai dan jagung yang tak terlalu bergantung pada ketersediaan air.
Namun kenyataannya di lapangan beberapa petani memang memilih mengambil risiko untuk mengejar hasil produksi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Dinas Pertanian mengaku akan memberikan bantuan berupa benih padi pada masa tanam selanjutnya di triwulan terakhir tahun 2020 saat memasuki musim penghujan. Bantuan yang diberikan itu untuk membantu meringankan beban petani dari kerugian yang sudah dideritanya di masa tanam sebelumnya. Selain itu Dinas Pertanian secara rutin juga mengupayakan bantuan peminjaman mesin pompa bagi petani yang memiliki sumur dangkal untuk mengairi sawah mereka.
Sementara itu dari jumlah lahan padi yang dipastikan gagal panen tahun ini disebut Kadis Sumiarta tak mempengaruhi produksi padi di Buleleng yang selalu surplus setiap tahunnya. Hal itu dikarenakan dari 9.687 hektare luasan lahan padi yang tersebar di Buleleng sebagian masih tetap bisa melakukan penanam terutama subak di bagian hulu dengan sumber air melimpah.
Dia pun mengatakan dengan produktivitas lahan padi di Buleleng 5-6 ton per hektare rata-rata dari Indek Pertanaman (IP) di Buleleng 2,5 kali dalam setahun. “Harapannya setahun bisa tiga kali musim panen tetapi karena kondisi cuaca dan topografi Buleleng ini hanya bisa rata-rata 2,5 kali dalam setahun. Memang ada beberapa bisa sampai tiga kali untuk lahan pertanian di dataran tinggi sumber airnya tetap melimpah,” jelas dia.*k23
Komentar