Subak Munduk Pilot Project Mina Padi
Tanaman padi dikombinasikan budidaya ikan nila.
SINGARAJA, NusaBali
Lahan padi seluas satu hektare di Subak Munduk Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, dipilih menjadi proyek percontohan program mina padi.
Tanaman padi yang ditanam petani setempat ditumpang-sarikan dengan budidaya ikan nila di lahan yang sama. Sistem pertanian ini pun untuk membantu petani mendapatkan dua kali panen dalam satu musim tanam yakni panen padi dan panen ikan nila.
Proyek percontohan itu sudah dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng pada masa musim tanam dua bulan yang lalu. Satu hektare lahan padi yang ditanam petani dilepaskan 1.500 ekor bibit ikan nila.
Sistem pertanian mina padi ini merupakan solusi cerdas dan efektif meningkatkan penghasilan petani. Terlebih petani di Subak Munduk selama ini bertahan menanam padi lokal yang baru dapat dipanen setelah enam bulan.
“Sistem tumpang sari ini kami ujicobakan, setelah umur padi empat bulan ikan nila yang ditebar sudah bisa dipanen petani, sehingga mendapatkan penghasilan ganda. Paling tidak untuk kebutuhan pangan keluarga dan juga bisa dijual juga untuk menambah penghasilan,” jelas
Kepala DKPP Buleleng I Gede Melanderat, Jumat (25/9).
Mantan Sekretaris Dinas Perkimta Buleleng ini juga menambahkan untuk tahap awal lokasi yang dijadikan pilot project hanya seluas satu hektare. Sementara luas area tanam di Subak Munduk mencapai 142 hektare. Sistem itu dianggap cukup efektif dan efisien bagi petani. Sebab petani bisa menjual ikan yang telah didapat. Sehingga menjadi alternatif penyediaan pangan, utamanya pada masa pandemi.
Menurutnya pemerintah sengaja memberikan stimulan ikan nila, meskipun dikenal sebagai spesies ikan yang invasif, ikan nila dianggap cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan. “Selain itu dia juga bagus sebagai predator hama di sawah. Untuk mina padi, kami memandang spesies ini yang cocok. Karena dia bisa memangsa keong. Itu kan salah satu hama di tanaman padi. Belum lagi jamur dan serangga lain. Ini sudah kami uji coba dulu di BBI (Balai Benih Ikan) Ringdikit,” kata Melandrat.
Dalam waktu dekat ini dia mengaku akan menyasar lahan persawahan dengan varietas padi genjah dengan usia tanam lebih singkat yakni tiga bulan. Sistem pertanian tumpang sari dapat dilakukan dengan mengatur ukuran bibit ikan nila yang akan ditebar di lahan yang sudah ditanami padi. Jika di lahan padi lokal bibit ikan nila yang ditebar berukuran 5 sentimeter. Sedangkan pada lahan padi varietas genjah bibit ikan yang ditebar ukurannya lebih besar yakni 15-20 sentimeter.
“Kalau di varietas padi biasa dengan ukuran bibit lebih besar, jadi dalam waktu 2,5 bulan sudah bisa panen,” imbuhnya. Dalma program mina padi ini DKPP Buleleng sudah menyiapkan 15 ribu ekor bibit nila yang siap dibagikan secara gratis. Selain diaplikasikan di Subak Munduk, rencananya dalam waktu dekat pemerintah juga akan mengaplikasikan sistem mina padi itu di Subak Kedu Desa Panji Kecamatan Sukasada Buleleng yang juga menerapkan sistem pertanian padi organik.*k23
Lahan padi seluas satu hektare di Subak Munduk Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, dipilih menjadi proyek percontohan program mina padi.
Tanaman padi yang ditanam petani setempat ditumpang-sarikan dengan budidaya ikan nila di lahan yang sama. Sistem pertanian ini pun untuk membantu petani mendapatkan dua kali panen dalam satu musim tanam yakni panen padi dan panen ikan nila.
Proyek percontohan itu sudah dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng pada masa musim tanam dua bulan yang lalu. Satu hektare lahan padi yang ditanam petani dilepaskan 1.500 ekor bibit ikan nila.
Sistem pertanian mina padi ini merupakan solusi cerdas dan efektif meningkatkan penghasilan petani. Terlebih petani di Subak Munduk selama ini bertahan menanam padi lokal yang baru dapat dipanen setelah enam bulan.
“Sistem tumpang sari ini kami ujicobakan, setelah umur padi empat bulan ikan nila yang ditebar sudah bisa dipanen petani, sehingga mendapatkan penghasilan ganda. Paling tidak untuk kebutuhan pangan keluarga dan juga bisa dijual juga untuk menambah penghasilan,” jelas
Kepala DKPP Buleleng I Gede Melanderat, Jumat (25/9).
Mantan Sekretaris Dinas Perkimta Buleleng ini juga menambahkan untuk tahap awal lokasi yang dijadikan pilot project hanya seluas satu hektare. Sementara luas area tanam di Subak Munduk mencapai 142 hektare. Sistem itu dianggap cukup efektif dan efisien bagi petani. Sebab petani bisa menjual ikan yang telah didapat. Sehingga menjadi alternatif penyediaan pangan, utamanya pada masa pandemi.
Menurutnya pemerintah sengaja memberikan stimulan ikan nila, meskipun dikenal sebagai spesies ikan yang invasif, ikan nila dianggap cukup mudah beradaptasi dengan lingkungan. “Selain itu dia juga bagus sebagai predator hama di sawah. Untuk mina padi, kami memandang spesies ini yang cocok. Karena dia bisa memangsa keong. Itu kan salah satu hama di tanaman padi. Belum lagi jamur dan serangga lain. Ini sudah kami uji coba dulu di BBI (Balai Benih Ikan) Ringdikit,” kata Melandrat.
Dalam waktu dekat ini dia mengaku akan menyasar lahan persawahan dengan varietas padi genjah dengan usia tanam lebih singkat yakni tiga bulan. Sistem pertanian tumpang sari dapat dilakukan dengan mengatur ukuran bibit ikan nila yang akan ditebar di lahan yang sudah ditanami padi. Jika di lahan padi lokal bibit ikan nila yang ditebar berukuran 5 sentimeter. Sedangkan pada lahan padi varietas genjah bibit ikan yang ditebar ukurannya lebih besar yakni 15-20 sentimeter.
“Kalau di varietas padi biasa dengan ukuran bibit lebih besar, jadi dalam waktu 2,5 bulan sudah bisa panen,” imbuhnya. Dalma program mina padi ini DKPP Buleleng sudah menyiapkan 15 ribu ekor bibit nila yang siap dibagikan secara gratis. Selain diaplikasikan di Subak Munduk, rencananya dalam waktu dekat pemerintah juga akan mengaplikasikan sistem mina padi itu di Subak Kedu Desa Panji Kecamatan Sukasada Buleleng yang juga menerapkan sistem pertanian padi organik.*k23
Komentar