Sadar Isu Pesisir Bali Melalui Pelatihan Cetak Cukil
Teknik cetak cukil telah digunakan dalam berbagai kampanye sosial di berbagai negara sejak lama.
DENPASAR, NusaBali
Menyuarakan isu juga bisa dilakukan melalui media seni. Rabu (30/9), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali mengadakan kegiatan pelatihan teknik cetak cukil di kantornya yang berlokasi di Jalan Dewi Madri, Sumerta Kelod, Denpasar Timur. Pelatihan yang dilakukan dengan jumlah peserta terbatas ini merupakan ruang belajar bagi peserta untuk belajar mengenai isu-isu pesisir Bali sekaligus belajar membuat media kampanye terhadap isu tersebut.
Pelatihan ini berlangsung dalam dua sesi, dengan sesi pertama yang berlangsung selama sehari pada Rabu (30/9), dan sesi kedua yang direncanakan untuk dilakukan dua minggu kemudian. Peserta yang terbatas hingga 10 orang peserta dari masyarakat umum ini tak lepas dari situasi Covid-19, kendati pelatihan ini sebenarnya menarik minat banyak orang.
Untuk tema pesisir yang menjadi topik pada pelatihan ini, tak lepas dari pengamatan Walhi Bali, di mana dalam 10 tahun terakhir pesisir Bali menghadapi semakin banyak tantangan dalam usaha pelestariannya, terutama kaitannya dengan industri pariwisata. “Industri pariwisata ini sudah berjalan secara masif, dan wilayah Bali Selatan itu sudah semakin penuh. Beberapa pembangunan mulai menyasar wilayah pesisir seperti rencana Reklamasi di Teluk Benoa,” ujar Gilang Pratama dari Divisi Kampanye Kreatif Walhi Bali.
Khusus untuk teknik cetak cukil, menurut Gilang Pratama, teknik ini telah digunakan dalam berbagai kampanye sosial di berbagai negara sejak lama. Di Bali sendiri, Denpasar Kolektif dan ForBALI juga telah menggunakan cetak cukil sebagai salah satu media kampanye. Desain dari cetak cukil ini, bisa dicetak melalui media baju atau totte bag. “Kalau di Indonesia, cetak cukil juga pernah dipakai pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Teknik cetak cukil sendiri merupakan salah satu teknik seni tradisional. Dalam teknik ini, media cukil, seperti lino dan papan kayu dicukil membentuk pola atau gambar yang telah disketsa sebelumnya. Barulah, media tersebut diberi cat untuk kemudian dicetak di atas media lain, seperti kain atau kanvas.
Dari kedua media cukil lino dan kayu, hingga saat ini media dari kayu masih lebih populer digunakan. “Sebenarnya yang lebih awet dari lino, cuma karena asalnya memang dari kayu, jadi masih banyak seniman atau beberapa komunitas dia tetap memilih pakai di kayu, MDF namanya. Karena kayunya memang seratnya empuk,” lanjutnya.
Waktu yang diperlukan dalam proses mulai pencukilan hingga mencetak desain tersebut pada media seperti baju bervariasi tergantung pada desain yang dibuat, mulai dari tiga jam hingga lebih dari sehari. Selain desain, warna-warna yang digunakan juga mempengaruhi lamanya waktu pembuatan, apalagi jika menggunakan dua warna.
“Rata-rata memang cukil itu satu warna, karena lebih simple. Sedangkan untuk dua warna, kita bikin untuk yang warna ungu dulu, setelah dicetak, kita ukir lagi untuk yang warna hitamnya. Jadi reduksi,” jelas Gilang Pratama.
Hasil cetakan teknik cukil ini pada baju, terbilang cukup awet. Memudarnya gambar hasil cetakan ini dipengaruhi oleh kondisi baju. Namun, hasil cetakan juga disebut kurang maksimal jika dituangkan pada baju berwarna hitam.*cr74
1
Komentar