Agenda Reses DPRD Bali Terancam Tidak Maksimal
DENPASAR, NusaBali
Kegiatan reses (penyerapan aspirasi) di masyarakat oleh DPRD Bali yang diagendakan digelar akhir Oktober 2020 mendatang, terancam tidak maksimal karena adanya larangan berkerumun di tengah pandemi Covid-19.
Masalahnya, hingga saat ini belum ada aturan anggota Dewan bisa reses secara virtual. Wakil Ketua Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Bali, Tjokorda Gede Asmara Putra Sukawati alias Cok Asmara, mengatakan meskipun di tengah pandemi Covid-19, tetap diagendakan reses bagi 55 anggota Dewan. "Karena sudah diatur dalam tata tertib DPRD Bali, maka agenda reses seluruh anggota Dewan tetap kami jadwalkan,” ujar Tjok Asmara yang juga Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Demokrat, di Denpasar, Kamis (1/10).
Hanya saja, Cok Asmara tetap ketar-ketir apa reses bisa jalan atau tidak, karena kondisi pandemi Covid-19. “Masalahnya, pengumpulan orang dibatasi jumlahnya. Tapi, agenda reses ini sudah masuk dalam Tatib (tata tertib). Kalau tidak dijadwalkan, nanti melanggar Tatib. Soal polanya bagaimana, nanti diatur lagi," jelas politisi asal Puri Agung Ubud, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar yang juga Ketua DPC Demokrat Gianyar ini.
Tjok Asmara mengatakan, reses adalah bagian penyerapan aspirasi yang dilakukan DPRD Bali menjelang pembahasan APBD Induk maupun APBD Perubahan. Untuk pembahasan APBD Induk 2021, reses dilaksanakan semua anggota DPRD Bali pada akhir Oktober 2020 nanti.
Menurut Tjok Asmara, reses wajib dilaksanakan untuk menampung aspirasi dan program yang diinginkan masyarakat untuk dibawa ke dalam pembahasan APBD dan program DPRD Bali. Dalam reses tersebut, masing-masing anggota DPRD Bali wajib turun bertemu masyarakat dengan biaya ditanggung APBD Bali.
Disebutkan, setiap anggota DPRD Bali dibiayai Rp 89 juta untuk turun melaksanakan reses, dengan volume pertemuan minimal 12 titik. Dalam sekali pertemuan dengan masyarakat, dijatah Rp 5 juta untuk konsumsi dan Rp 1 juta untuk sewa gedung.
"Kalau nanti per anggota Dewan tidak bisa maksimal pertemuan di 12 titik karena masa pandemi begini, ya pertanggungjawaban keuangan itu menyesuaikan dengan jumlah pertemuan yang berhasil dilakukan. Nanti sisa anggarannya dikembalikan ke kas daerah," tegas politisi yang sudah tiga periode duduk di Fraksi Demokrat DPRD Bali Dapil Gianyar ini.
Tjok Asmara sendiri akan berusaha bisa memaksimalkan pertemuan dengan masyarakat, walaupun terbatas, dalam reses nanti. "Kalau tidak saya lakukan, ya aspirasi rakyat yang kita perjuangkan kosong dong. Jadi, akan kami siasati pola resesnya, tentunya tetap dengan protokol kesehatan," katanya.
Menurut Tjok Asmara, bisa saja reses anggota Dewan disiasati dengan pertemuan virtual. Cuma, dalam Tatib DPRD Bali tidak ada diatur reses secara virtual. Sebab, di situ ada anggaran konsumsi dan sewa gedung. Ini agak ruwet juga. “Apa bisa biaya konsumsi dan sewa gedung bisa diganti dengan uang pulsa?”
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, mengatakan reses pada masa pandemi Covid-19 memang jadi kurang maksimal. "Tetapi, kami di Fraksi PDIP tetap melaksanakan reses dengan Prokes yang ketat. Saat reses, wajib menyediakan alat kesehatan seperti tempat cuci tangan di air mengalir, pakai masker, dan jaga jarak. Kalau dulu peserta reses maksimal 80-100 orang, nanti kita batasi maksimal 25 orang," ujar Dewa Jack saat dikon-firmasi NusaBali terpisah, Kamis kemarin.
Hanya saja, kata Dewa Jack, kalau pesertanya dibatasi, maka akan dilakukan dengan pola memperbanyak titik pertemuan. Dewa Jack instruksikan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali untuk melaksanakan reses sesuai jadwal dan tatib. "Ini aturan, mau tak mau harus dilaksanakan, walaupun pandemi Covid-19. Kalau tidak, kita salah juga," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, menyatakan akan koordinasi dengan unsur Pimpinan Dewan untuk Prokes reses. "Kami akan koordinasikan, diatur jumlah maksimal peserta pertemuan, tetap dengan Prokes, yakni pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak," terang politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPD I Golkar Bali ini. *nat
Hanya saja, Cok Asmara tetap ketar-ketir apa reses bisa jalan atau tidak, karena kondisi pandemi Covid-19. “Masalahnya, pengumpulan orang dibatasi jumlahnya. Tapi, agenda reses ini sudah masuk dalam Tatib (tata tertib). Kalau tidak dijadwalkan, nanti melanggar Tatib. Soal polanya bagaimana, nanti diatur lagi," jelas politisi asal Puri Agung Ubud, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar yang juga Ketua DPC Demokrat Gianyar ini.
Tjok Asmara mengatakan, reses adalah bagian penyerapan aspirasi yang dilakukan DPRD Bali menjelang pembahasan APBD Induk maupun APBD Perubahan. Untuk pembahasan APBD Induk 2021, reses dilaksanakan semua anggota DPRD Bali pada akhir Oktober 2020 nanti.
Menurut Tjok Asmara, reses wajib dilaksanakan untuk menampung aspirasi dan program yang diinginkan masyarakat untuk dibawa ke dalam pembahasan APBD dan program DPRD Bali. Dalam reses tersebut, masing-masing anggota DPRD Bali wajib turun bertemu masyarakat dengan biaya ditanggung APBD Bali.
Disebutkan, setiap anggota DPRD Bali dibiayai Rp 89 juta untuk turun melaksanakan reses, dengan volume pertemuan minimal 12 titik. Dalam sekali pertemuan dengan masyarakat, dijatah Rp 5 juta untuk konsumsi dan Rp 1 juta untuk sewa gedung.
"Kalau nanti per anggota Dewan tidak bisa maksimal pertemuan di 12 titik karena masa pandemi begini, ya pertanggungjawaban keuangan itu menyesuaikan dengan jumlah pertemuan yang berhasil dilakukan. Nanti sisa anggarannya dikembalikan ke kas daerah," tegas politisi yang sudah tiga periode duduk di Fraksi Demokrat DPRD Bali Dapil Gianyar ini.
Tjok Asmara sendiri akan berusaha bisa memaksimalkan pertemuan dengan masyarakat, walaupun terbatas, dalam reses nanti. "Kalau tidak saya lakukan, ya aspirasi rakyat yang kita perjuangkan kosong dong. Jadi, akan kami siasati pola resesnya, tentunya tetap dengan protokol kesehatan," katanya.
Menurut Tjok Asmara, bisa saja reses anggota Dewan disiasati dengan pertemuan virtual. Cuma, dalam Tatib DPRD Bali tidak ada diatur reses secara virtual. Sebab, di situ ada anggaran konsumsi dan sewa gedung. Ini agak ruwet juga. “Apa bisa biaya konsumsi dan sewa gedung bisa diganti dengan uang pulsa?”
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, mengatakan reses pada masa pandemi Covid-19 memang jadi kurang maksimal. "Tetapi, kami di Fraksi PDIP tetap melaksanakan reses dengan Prokes yang ketat. Saat reses, wajib menyediakan alat kesehatan seperti tempat cuci tangan di air mengalir, pakai masker, dan jaga jarak. Kalau dulu peserta reses maksimal 80-100 orang, nanti kita batasi maksimal 25 orang," ujar Dewa Jack saat dikon-firmasi NusaBali terpisah, Kamis kemarin.
Hanya saja, kata Dewa Jack, kalau pesertanya dibatasi, maka akan dilakukan dengan pola memperbanyak titik pertemuan. Dewa Jack instruksikan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali untuk melaksanakan reses sesuai jadwal dan tatib. "Ini aturan, mau tak mau harus dilaksanakan, walaupun pandemi Covid-19. Kalau tidak, kita salah juga," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, menyatakan akan koordinasi dengan unsur Pimpinan Dewan untuk Prokes reses. "Kami akan koordinasikan, diatur jumlah maksimal peserta pertemuan, tetap dengan Prokes, yakni pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak," terang politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPD I Golkar Bali ini. *nat
Komentar