Bendesa Muntigunung Larang Percaya Balian
Di Desa Pakraman Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, di halaman rumah warga jarang ada palinggih.
AMLAPURA, NusaBali
Bendesa Pakraman Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, Jro Mangku Gede Putu Dana, mengingatkan warganya agar tidak percaya omongan balian (dukun). Sebab, dampaknya sangat sedikit yang membangun palinggih sanggah di pekarangan rumahnya, sebagai implementasi dari konsep Tri Hita Karana. Eksesnya, hubungan manusia dengan Tuhan, belum sepenuhnya diimplementasikan oleh krama.
Karena kenyataannya omongan balian lebih diutamakan. Misalnya adanya warga yang melahirkan anak kembar, disarankan agar membuat dua palinggih, maka omongan balian itu dituruti. Jro Gede Putu Dana mengatakan hal itu di Amlapura, Senin (17/10). Menurutnya, rata-rata di Desa Pakraman Muntigunung, di halaman rumah warga jarang ada palinggih. Padahal palinggih sanggah untuk memohon keselamatan kepada sang leluhur, dan palinggih pangijeng sebagai tempat menjaga keharmonisan keluarga. Namun ternyata palinggih belum terbangun.
Padahal, lanjut Jro Gede Putu Dana, dirinya telah mencontohkan, membuat palinggih sesuai amanat ajaran Hindu. “Justru banyak warga bertanya untuk apa buat palinggih, sudah saya jelaskan tujuan dan fungsinya. Hanya saja, belum banyak yang meniru,” jelas Jro Gede Putu Dana.Bisa jadi, karena mengabaikan membangun palinggih, sehingga banyak warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan memilih menggepeng.
Perbekel Tianyar Barat dari Desa Pakraman Muntigunung I Gede Agung Pasrisak Juliawan membenarkan, banyak warga di Desa Pakraman Muntigunung, belum membangun palinggih. Rata-rata rumah warga tanpa panyengker dan tanpa palinggih, hanya mengenal upacara di Pura Desa. “Kami juga telah berkali-kali mengingatkan, hal itu. Tetapi imbauan itu, belum sepenuhnya dijalankan,” jelas Agung Pasrisak Juliawan.
SELANJUTNYA . . .
Bendesa Pakraman Muntigunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem, Jro Mangku Gede Putu Dana, mengingatkan warganya agar tidak percaya omongan balian (dukun). Sebab, dampaknya sangat sedikit yang membangun palinggih sanggah di pekarangan rumahnya, sebagai implementasi dari konsep Tri Hita Karana. Eksesnya, hubungan manusia dengan Tuhan, belum sepenuhnya diimplementasikan oleh krama.
Karena kenyataannya omongan balian lebih diutamakan. Misalnya adanya warga yang melahirkan anak kembar, disarankan agar membuat dua palinggih, maka omongan balian itu dituruti. Jro Gede Putu Dana mengatakan hal itu di Amlapura, Senin (17/10). Menurutnya, rata-rata di Desa Pakraman Muntigunung, di halaman rumah warga jarang ada palinggih. Padahal palinggih sanggah untuk memohon keselamatan kepada sang leluhur, dan palinggih pangijeng sebagai tempat menjaga keharmonisan keluarga. Namun ternyata palinggih belum terbangun.
Padahal, lanjut Jro Gede Putu Dana, dirinya telah mencontohkan, membuat palinggih sesuai amanat ajaran Hindu. “Justru banyak warga bertanya untuk apa buat palinggih, sudah saya jelaskan tujuan dan fungsinya. Hanya saja, belum banyak yang meniru,” jelas Jro Gede Putu Dana.Bisa jadi, karena mengabaikan membangun palinggih, sehingga banyak warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan memilih menggepeng.
Perbekel Tianyar Barat dari Desa Pakraman Muntigunung I Gede Agung Pasrisak Juliawan membenarkan, banyak warga di Desa Pakraman Muntigunung, belum membangun palinggih. Rata-rata rumah warga tanpa panyengker dan tanpa palinggih, hanya mengenal upacara di Pura Desa. “Kami juga telah berkali-kali mengingatkan, hal itu. Tetapi imbauan itu, belum sepenuhnya dijalankan,” jelas Agung Pasrisak Juliawan.
SELANJUTNYA . . .
Komentar