RUU Ciptaker Sah Jadi UU
Pemerintah klaim negara tetap hadir melindungi korban PHK
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah dan DPR menyepakati Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) untuk disahkan menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna Senin (5/10).
UU ini disahkan meski banyak penolakan, khususnya dari para buruh. Pengesahan RUU Ciptaker dilakukan setelah fraksi-fraksi memberikan pandangan. Dari 9 fraksi yang ada, dua fraksi menolak untuk disahkan yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Setelah pandangan fraksi, pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan pendapat akhir. Airlangga kemudian mengucap terima kasih atas kerja sama yang baik semua pihak.
"Kami mewakili pemerintah bersama menteri terkait mengucap terima kasih dan penghargaan semua kerja sama yang baik pembahasan RUU Cipta Kerja," katanya seperti dilansir detikcom.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pun meminta persetujuan peserta rapat untuk pengesahan RUU ini. "Setuju," jawab peserta rapat.
Dalam pandangannya, sebagian besar fraksi setuju dan tercatat hanya 2 fraksi yang tidak menyetujui RUU ini menjadi UU. Adalah Fraksi Demokrat dan Fraksi PKSFraksi Demokrat melalui Juru Bicaranya Marwan Cik Asan menilai ada pasal yang bisa mencederai lingkungan dalam proses investasi. Demokrat juga menilai RUU ini disusun seperti terburu-buru.
"RUU Cipta Kerja harus dapat berikan road map arah Indonesia ke depan seperti apa. RUU Cipta Kerja ini ada sejumlah persoalan mendasar," kata Marwan.
Persoalan mendasar di antaranya, Demokrat berpendapat Pandemi Covid-19 harus diutamakan untuk penanganannya. Serta tercederainya hak-hak para pekerja dalam adanya RUU ini.
"RUU Cipta Kerja pembahasannya cacat prosedur. Pembahasan tidak transparan dan akuntabel dan tidak melibatkan pekerja dan civil society," katanya dikutip dari cnbcindonesia.com.
"Demokrat menyatakan menolak untuk menjadikan UU. Harus dilakukan pembahasan lebih utuh," kata Marwan.
Juru Bicara Fraksi PKS, Amin AK mengatakan adanya banyak catatan dari Fraksi PKS. "Secara substansi Fraksi PKS menilai RUU ini bertentangan dengan politik hukum dan kebangsaan. Adanya liberalisasi sumber daya alam. Melalui pemberian kemudahan kepada pihak swasta dalam investasi," imbuh Amin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim negara tetap hadir untuk melindungi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Salah satunya dengan tetap memberikan pesangon melalui jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Airlangga bilang JKP akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pemerintah berkontribusi penguatan dana di BPJS Ketenagakerjaan.
"Justru dengan UU ini (Ciptaker), kehadiran negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan tripatrit antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dengan dikeluarkannya JKP," ungkap Airlangga dalam Rapat Paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10).
Ia mengatakan JKP tak akan menghilangkan manfaat yang diberikan dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian (JK). JKP, sambung Airlangga, juga tak membebani pekerja dan pengusaha untuk membayar tambahan iuran setiap bulannya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut pemerintah dan Badan Legislasi DPR telah mengurangi nilai pesangon pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal 25 bulan saja.
Ia merinci dari 25 bulan upah, sebanyak 19 bulan upah akan dibayar oleh pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Atas dasar itulah, pihaknya menolak keras keputusan itu.
"Dari mana BPJS mendapatkan sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, tidak masuk akal," ujar Said. *
Setelah pandangan fraksi, pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan pendapat akhir. Airlangga kemudian mengucap terima kasih atas kerja sama yang baik semua pihak.
"Kami mewakili pemerintah bersama menteri terkait mengucap terima kasih dan penghargaan semua kerja sama yang baik pembahasan RUU Cipta Kerja," katanya seperti dilansir detikcom.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pun meminta persetujuan peserta rapat untuk pengesahan RUU ini. "Setuju," jawab peserta rapat.
Dalam pandangannya, sebagian besar fraksi setuju dan tercatat hanya 2 fraksi yang tidak menyetujui RUU ini menjadi UU. Adalah Fraksi Demokrat dan Fraksi PKSFraksi Demokrat melalui Juru Bicaranya Marwan Cik Asan menilai ada pasal yang bisa mencederai lingkungan dalam proses investasi. Demokrat juga menilai RUU ini disusun seperti terburu-buru.
"RUU Cipta Kerja harus dapat berikan road map arah Indonesia ke depan seperti apa. RUU Cipta Kerja ini ada sejumlah persoalan mendasar," kata Marwan.
Persoalan mendasar di antaranya, Demokrat berpendapat Pandemi Covid-19 harus diutamakan untuk penanganannya. Serta tercederainya hak-hak para pekerja dalam adanya RUU ini.
"RUU Cipta Kerja pembahasannya cacat prosedur. Pembahasan tidak transparan dan akuntabel dan tidak melibatkan pekerja dan civil society," katanya dikutip dari cnbcindonesia.com.
"Demokrat menyatakan menolak untuk menjadikan UU. Harus dilakukan pembahasan lebih utuh," kata Marwan.
Juru Bicara Fraksi PKS, Amin AK mengatakan adanya banyak catatan dari Fraksi PKS. "Secara substansi Fraksi PKS menilai RUU ini bertentangan dengan politik hukum dan kebangsaan. Adanya liberalisasi sumber daya alam. Melalui pemberian kemudahan kepada pihak swasta dalam investasi," imbuh Amin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim negara tetap hadir untuk melindungi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Salah satunya dengan tetap memberikan pesangon melalui jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Airlangga bilang JKP akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pemerintah berkontribusi penguatan dana di BPJS Ketenagakerjaan.
"Justru dengan UU ini (Ciptaker), kehadiran negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan tripatrit antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dengan dikeluarkannya JKP," ungkap Airlangga dalam Rapat Paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10).
Ia mengatakan JKP tak akan menghilangkan manfaat yang diberikan dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian (JK). JKP, sambung Airlangga, juga tak membebani pekerja dan pengusaha untuk membayar tambahan iuran setiap bulannya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut pemerintah dan Badan Legislasi DPR telah mengurangi nilai pesangon pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal 25 bulan saja.
Ia merinci dari 25 bulan upah, sebanyak 19 bulan upah akan dibayar oleh pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Atas dasar itulah, pihaknya menolak keras keputusan itu.
"Dari mana BPJS mendapatkan sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, tidak masuk akal," ujar Said. *
Komentar