OKP Buleleng Tolak Omnibus Law
Mahasiswa dan OKP di Buleleng menyikapi situasi nasional dengan cara elegan, menjaga keamanan dan ketertiban.
SINGARAJA, NusaBali
Sedikitnya 20 orang perwakilan anggota Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di Kabupaten Buleleng ngelurug DPRD Buleleng, Jumat (9/10) sore. Mereka melakukan orasi menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah pusat pada Senin (5/10) lalu.
OKP yang tergabung dalam gerakan ini adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singaraja, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Buleleng, Pimpinan Cabang Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Buleleng dan Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMDHI) Buleleng. Di bawah pengawalan personel Polsek Kota Singaraja, dilakukan orasi, pembacan puisi dan mengumandangkan sejumlah lagu.
Sebelumnya, perwakilan OKP sudah mengawali menyampaikan aspirasinya kepada Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna pada Jumat pagi. Kekecewaan UU Cipta Kerja oleh pemerintah pusat disebut karena terkesan terburu-buru. Terlebih saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19 yang seharusnya lebih memprioritaskan pemulihan akibat Covid-19.
Pimpinan aksi Bayu Angga Saputra mengatakan keputusan pemerintah menetapkan UU Cipta Kerja perancangannya dinilai mencederai demikrasi karena tidak melibatkan partisipasi publik. “Melihat kondisi nasional per hari ini urgensinya adalah pemulihan akibat Covid-19. Tidak ideal dan tidak etis rasanya pada masa pandemi ada penetapan UU yang tampak kucing-kucingan dilakukan,” ucap Bayu Anggara yang juga Ketua HMI Buleleng ini.
Dalam penolakan tersebut OKP pun mengajukan tujuh poin pernyataan. Pertama mereka dengan tegas menolak UU Cipta Kerja yang disahkan DPRD RI dan Pemerintah Pusat karena tidak melibatkan partisipasi publik dan mencederai demokrasi. DPR RI juga disebut gagal sebagai representasi rakyat yang haruskan menyuarakan aspirasi rakyat, yang dituliskan dalam poin kedua.
Pada poin ketiga OKP juga menyebutkan pengesahan UU Cipta Kerja tanggal 5 Oktober lalu telah mengganggu stabilitas nasional. Selain itu pada poin keempat, kegaduhan atas pengesahan UU Cipta Kerja tak sejalan dengan komitmen pemerintah dalam usaha pemulihan nasional. UU Cipta Kerja dinilai tak berpihak pada kesejahteraan rakyat dan berpotensi meresahkan, sehingga harus digagalkan karena bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. OKP juga mendorong dan menyatakan dukungan penuh pada akademisi koalisi masyarakat sipil untuk megajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.
Pernyataan terakhir, mendorong dan mendesak pemerintah Preside mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja mereka juga menyoroti pasal 196 yang menyoal penggantian kompensasi PHK yang dapat dijadikan celah modal pemilik kepentingan untuk memanfaatkan undang-undang.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna ditemui di halaman kantornya mengaku memberikan kesempatan perwakilan OKP Buleleng mengekspresikan kegelisahan mereka, sehingga agenda awal yang hanya penyampaian aspirasi difasilitasi melakukan orasi. “Kami DPRD memfasilitasi asal tetap mengikuti prokes. kami dari DPRD sangat terbuka menerima pernyataan sikap dan aspirasi yang akan ditindaklanjuti ke DPR RI dan sekretariat negara,” ungkap dia.
Sementara itu Kapolsek Kota Singaraja Kompol I Made Santika, menerjunkan tak lebih dari 10 personel untuk mengawal dan mendampingi OKP menyampaikan aspirasi mereka. “Mereka sudah ada pemberitahuan sebelumnya dan tak lebih hanya 20-25 orang karena masih dalam kondisi pandemi begini tetap harus patuhi prokes,” jelas Kapolsek anyar ini.
Dia pun berharap pergerakan mahasiswa dan OKP di Buleleng dalam menyikapi situasi nasional ini agar menyampaikannya dengan cara elegan, menjaga keamanan dan ketertiban. “Kita di Bali dan orang Bali sendiri yang punya daerah ini, kita ikutilah filosofi orang Bali. Kalau aman sehat semua ke depannya juga tidak ada kendala,” harap Kompol Santika. *k23
Sedikitnya 20 orang perwakilan anggota Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di Kabupaten Buleleng ngelurug DPRD Buleleng, Jumat (9/10) sore. Mereka melakukan orasi menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah pusat pada Senin (5/10) lalu.
OKP yang tergabung dalam gerakan ini adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singaraja, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Buleleng, Pimpinan Cabang Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Buleleng dan Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMDHI) Buleleng. Di bawah pengawalan personel Polsek Kota Singaraja, dilakukan orasi, pembacan puisi dan mengumandangkan sejumlah lagu.
Sebelumnya, perwakilan OKP sudah mengawali menyampaikan aspirasinya kepada Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna pada Jumat pagi. Kekecewaan UU Cipta Kerja oleh pemerintah pusat disebut karena terkesan terburu-buru. Terlebih saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19 yang seharusnya lebih memprioritaskan pemulihan akibat Covid-19.
Pimpinan aksi Bayu Angga Saputra mengatakan keputusan pemerintah menetapkan UU Cipta Kerja perancangannya dinilai mencederai demikrasi karena tidak melibatkan partisipasi publik. “Melihat kondisi nasional per hari ini urgensinya adalah pemulihan akibat Covid-19. Tidak ideal dan tidak etis rasanya pada masa pandemi ada penetapan UU yang tampak kucing-kucingan dilakukan,” ucap Bayu Anggara yang juga Ketua HMI Buleleng ini.
Dalam penolakan tersebut OKP pun mengajukan tujuh poin pernyataan. Pertama mereka dengan tegas menolak UU Cipta Kerja yang disahkan DPRD RI dan Pemerintah Pusat karena tidak melibatkan partisipasi publik dan mencederai demokrasi. DPR RI juga disebut gagal sebagai representasi rakyat yang haruskan menyuarakan aspirasi rakyat, yang dituliskan dalam poin kedua.
Pada poin ketiga OKP juga menyebutkan pengesahan UU Cipta Kerja tanggal 5 Oktober lalu telah mengganggu stabilitas nasional. Selain itu pada poin keempat, kegaduhan atas pengesahan UU Cipta Kerja tak sejalan dengan komitmen pemerintah dalam usaha pemulihan nasional. UU Cipta Kerja dinilai tak berpihak pada kesejahteraan rakyat dan berpotensi meresahkan, sehingga harus digagalkan karena bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. OKP juga mendorong dan menyatakan dukungan penuh pada akademisi koalisi masyarakat sipil untuk megajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.
Pernyataan terakhir, mendorong dan mendesak pemerintah Preside mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja mereka juga menyoroti pasal 196 yang menyoal penggantian kompensasi PHK yang dapat dijadikan celah modal pemilik kepentingan untuk memanfaatkan undang-undang.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna ditemui di halaman kantornya mengaku memberikan kesempatan perwakilan OKP Buleleng mengekspresikan kegelisahan mereka, sehingga agenda awal yang hanya penyampaian aspirasi difasilitasi melakukan orasi. “Kami DPRD memfasilitasi asal tetap mengikuti prokes. kami dari DPRD sangat terbuka menerima pernyataan sikap dan aspirasi yang akan ditindaklanjuti ke DPR RI dan sekretariat negara,” ungkap dia.
Sementara itu Kapolsek Kota Singaraja Kompol I Made Santika, menerjunkan tak lebih dari 10 personel untuk mengawal dan mendampingi OKP menyampaikan aspirasi mereka. “Mereka sudah ada pemberitahuan sebelumnya dan tak lebih hanya 20-25 orang karena masih dalam kondisi pandemi begini tetap harus patuhi prokes,” jelas Kapolsek anyar ini.
Dia pun berharap pergerakan mahasiswa dan OKP di Buleleng dalam menyikapi situasi nasional ini agar menyampaikannya dengan cara elegan, menjaga keamanan dan ketertiban. “Kita di Bali dan orang Bali sendiri yang punya daerah ini, kita ikutilah filosofi orang Bali. Kalau aman sehat semua ke depannya juga tidak ada kendala,” harap Kompol Santika. *k23
1
Komentar