Musim Corona, Anyaman Kurungan Ayam Tetap Dicari
Musim pandemi sama sekali tak berpengaruh pada usaha kurungan ayam. Justru permintaan masih lumayan banyak.
SINGARAJA, NusaBali
Meskipun zaman sudah dibanjiri dengan teknologi, anyaman kurungan ayam tradisional berbahan bambu tetap tak terganti. Kurungan ayam jago yang biasa dipakai untuk keperluan matajen di desa-desa ini tetap laris manis dan banyak dicari. Termasuk di tengah merebaknya pandemi virus Corona baru atau Covid-19 saat ini.
Salah satu perajin kurungan ayam asal Banjar Dinas Corot, Desa Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng, I Wayan Mudita mengakui permintaan anyaman kurungan ayam masih cukup tinggi. Menariknya, permintaan tersebut bukan dari toko-toko penyedia kebutuhan unggas yang menjual kurungan ayam dan sangkar burung, melainkan pesanan datang langsung dari para petajen sabung ayam.
Saat pandemi memang banyak orang yang menekuni memelihara ayam aduan atau ayam tajen. Dalam satu bulan rata-rata ia bisa menerima permintaan kurungan ayam hingga 50 buah. Permintaan tersebut bukan hanya datang dari petajen di wilayah Buleleng saja, bahkan dari luar daerah. "Yang pesan ada yang dari Gianyar, Jembrana, Badung, hingga Denpasar. Musim pandemi sama sekali tak berpengaruh pada usaha kurungan ayam. Justru permintaan masih lumayan banyak," akunya saat ditemui NusaBali, Sabtu (10/10).
Untuk memenuhi permintaan tersebut, biasanya puluhan kurungan bisa dibuat bersama anggota keluarganya di rumah dalam satu hari. Namun karena saat ini sudah mulai memasuki musim petik cengkih, ia hanya mengerjakannya sendiri. Dari tangan pria berusia 70 tahun ini, dua buah kurungan ayam berdiameter sekitar 60 cm bisa selesai dikerjakan dalam satu hari.
Meskipun Mudita sudah lanjut usia, menganyam kurungan ayam baginya tetap sangat mudah. Hal ini lantaran keterampilan menganyam sudah ia tekuni hampir separuh usianya. "Sudah sejak lama, persisnya saya sendiri sudah lupa. Mungkin sudah sekitar 40 tahunan," sambungnya. Hanya saja dalam sehari ia sudah tidak bisa menyelesaikan kurungan sebanyak dulu. Dulunya ia bahkan mampu menyelesaikan hingga 10 kurungan ayam hanya dalam satu hari.
Diakui pekak yang juga melatih pencak silat di desa, menganyam kurungan ayam membutuhkan ketelatenan dan waktu yang tak singkat. Terlebih saat memecah dan menghaluskan bambu menjadi ukuran kecil. Sedangkan saat mengulat membutuhkan kehati-hatian. Untuk bahan baku bambu tali yang digunakan didapat langsung dari warga desa. "Jadi sudah ada yang menjual dan membawanya langsung ke sini," katanya.
Mudita sendiri belajar membuat kurungan ayam secara otodidak. Mulai dari menghaluskan bambu, mengulat, hingga menyusun ulatan bambu terbentuk menjadi sebuah kurungan ayam ia pelajari sendiri. Satu buah kurungan yang sudah jadi dibanderol seharga Rp 50 ribu. Selain membuat anyaman kurungan ayam, ia juga biasa membuat besek untuk menaruh ikan asin jika ada pesanan.
Sementara itu, Perbekel Desa Cempaga Putu Suarjaya saat dihubungi terpisah mengatakan, di desanya memang cukup banyak perajin kurung ayam. Biasanya mereka melakoni pekerjaan ini untuk menyambi pekerjaan utamanya berkebun cengkih. "Perajin kurungan ayam berbahan bambu ini dilakukan secara turun-temurun," ujarnya. Dulunya di desa yang merupakan Desa Bali Aga ini hampir setiap rumah ada yang menjadi perajin.
Namun seiring berjalannya waktu, pekerjaan ini mulai dilupakan. I Wayan Mudita hanyalah salah satu dari sedikit warga Desa Cempaga yang masih bertahan menekuni profesi perajin anyaman kurungan ayam. Disebutkannya, hal ini lantaran minimnya regenerasi di kalangan perajin. Bagi kalangan muda, pekerjaan ini dianggap terlalu kuno. "Banyak anak muda yang keluar memilih pekerjaan lain. Padahal dari segi penghasilan, membuat kurungan ayam lumayan," tandasnya.*cr75
Salah satu perajin kurungan ayam asal Banjar Dinas Corot, Desa Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng, I Wayan Mudita mengakui permintaan anyaman kurungan ayam masih cukup tinggi. Menariknya, permintaan tersebut bukan dari toko-toko penyedia kebutuhan unggas yang menjual kurungan ayam dan sangkar burung, melainkan pesanan datang langsung dari para petajen sabung ayam.
Saat pandemi memang banyak orang yang menekuni memelihara ayam aduan atau ayam tajen. Dalam satu bulan rata-rata ia bisa menerima permintaan kurungan ayam hingga 50 buah. Permintaan tersebut bukan hanya datang dari petajen di wilayah Buleleng saja, bahkan dari luar daerah. "Yang pesan ada yang dari Gianyar, Jembrana, Badung, hingga Denpasar. Musim pandemi sama sekali tak berpengaruh pada usaha kurungan ayam. Justru permintaan masih lumayan banyak," akunya saat ditemui NusaBali, Sabtu (10/10).
Untuk memenuhi permintaan tersebut, biasanya puluhan kurungan bisa dibuat bersama anggota keluarganya di rumah dalam satu hari. Namun karena saat ini sudah mulai memasuki musim petik cengkih, ia hanya mengerjakannya sendiri. Dari tangan pria berusia 70 tahun ini, dua buah kurungan ayam berdiameter sekitar 60 cm bisa selesai dikerjakan dalam satu hari.
Meskipun Mudita sudah lanjut usia, menganyam kurungan ayam baginya tetap sangat mudah. Hal ini lantaran keterampilan menganyam sudah ia tekuni hampir separuh usianya. "Sudah sejak lama, persisnya saya sendiri sudah lupa. Mungkin sudah sekitar 40 tahunan," sambungnya. Hanya saja dalam sehari ia sudah tidak bisa menyelesaikan kurungan sebanyak dulu. Dulunya ia bahkan mampu menyelesaikan hingga 10 kurungan ayam hanya dalam satu hari.
Diakui pekak yang juga melatih pencak silat di desa, menganyam kurungan ayam membutuhkan ketelatenan dan waktu yang tak singkat. Terlebih saat memecah dan menghaluskan bambu menjadi ukuran kecil. Sedangkan saat mengulat membutuhkan kehati-hatian. Untuk bahan baku bambu tali yang digunakan didapat langsung dari warga desa. "Jadi sudah ada yang menjual dan membawanya langsung ke sini," katanya.
Mudita sendiri belajar membuat kurungan ayam secara otodidak. Mulai dari menghaluskan bambu, mengulat, hingga menyusun ulatan bambu terbentuk menjadi sebuah kurungan ayam ia pelajari sendiri. Satu buah kurungan yang sudah jadi dibanderol seharga Rp 50 ribu. Selain membuat anyaman kurungan ayam, ia juga biasa membuat besek untuk menaruh ikan asin jika ada pesanan.
Sementara itu, Perbekel Desa Cempaga Putu Suarjaya saat dihubungi terpisah mengatakan, di desanya memang cukup banyak perajin kurung ayam. Biasanya mereka melakoni pekerjaan ini untuk menyambi pekerjaan utamanya berkebun cengkih. "Perajin kurungan ayam berbahan bambu ini dilakukan secara turun-temurun," ujarnya. Dulunya di desa yang merupakan Desa Bali Aga ini hampir setiap rumah ada yang menjadi perajin.
Namun seiring berjalannya waktu, pekerjaan ini mulai dilupakan. I Wayan Mudita hanyalah salah satu dari sedikit warga Desa Cempaga yang masih bertahan menekuni profesi perajin anyaman kurungan ayam. Disebutkannya, hal ini lantaran minimnya regenerasi di kalangan perajin. Bagi kalangan muda, pekerjaan ini dianggap terlalu kuno. "Banyak anak muda yang keluar memilih pekerjaan lain. Padahal dari segi penghasilan, membuat kurungan ayam lumayan," tandasnya.*cr75
1
Komentar