Warga Pertanyakan Patok Rencana Tol di Desa Gumbrih
NEGARA, NusaBali
Sejumlah warga Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan, Jembrana mempertanyakan pemasangan patok di lahan maupun pekarangan rumah penduduk.
Masalahnya, patok yang dipasang terkait rencana pembangunan Jalan Tol Gilimanuk (Jembrana)-Mengwi (Badung) tersebut tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Warga setempat khawatir rencana pembangunan jalan tol tanpa dibarengi sosialisasi maupun kejelasan kompensasi terhadap pemilik lahan.
Keresahan warga terkait pemasangan patok-patok tersebut sempat dilaporkan ke Kantor Desa Gumbrih dan Kecamatan Pekutatan. Namun, pihak desa maupun kecamatan tidak bisa memberikan penjelasan apa pun, karena mereka juga belum dapat pemberitahuan terkait pemasangan patok tersebut.
Karena itu, Kepala Desa (Perbekel) Gumbrih I Ketut Nurjana dan Camat Pekutatan, I Wayan Yudana, berupaya meminta kejelasan dari tim sur-vei lokasi rencana Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, di Kantor Desa Gumbrih, Rabu (14/10). Pertemuan itu dihadiri perwakilan PT Cipta Sejahtera Nusantara selaku rekanan yang melakukan survei lokasi, Tumbur Parulian.
Tumbur Parulian memaparkan, pemasangan patok-patok di kawasan Desa Gumbrih tersebut memang dilakukan oleh tim survei. Namun, titik pemasangan patok itu bukanlah lokasi yang pasti untuk pembangunan jalan tol. Menurut Tumbur, patok itu adalah patok awal untuk pengukuran lokasi.
Ditegaskan Tumbur, patok yang di sejumlah titik itu hanya dipasang satu-satu, tidak berjejer dua patok. “Memang sosialisasi tidak dilakukan, karena sifatnya baru survei wilayah. Jadi, di lokasi yang sudah dipatok itu, juga belum pasti sebagai lokasi pembangunan jalan tol,” daih Tumbur.
Untuk sosialisasi rencana pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, kata Tumbur, telah disosialisasikan Pemprov Bali dengan memanggil para bupati. Nantinya pemerintah kabupaten yang akan meneruskan sosialisasi ke bawah. Sedangkan tim yang dikoordinasikan Tumur hanya melakukan survei rencana lokasi. “Kalau untuk sosialisasi menyangkut kepastian lokasi atau masalah kompensasi, itu bukan ranah kami,” tegas Tumbur.
Meskipun patok yang dipasang bukan merupakan lokasi pasti, menurut Tumbur, tidak menutup kemungkinan lokasi jalan tol nanti tidak akan jauh bergeser dari patok-patok awal tersebut. Namun, bisa saja terseger sesuai kebijakan pemerintah. “Kami hanya bertugas melakukan survei lokasi. Bagaimana kami sosialisasi, kalau titik pembangunannya belum pasti? Karena itulah dilakukan survei lokasi. Keputusan soal di mana nanti lokasinya, itu ranahnya pemerintah,” katanya.
Dalam survei rencana lokasi Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi ini, kata Tumbur, tetap mengedepankan faktor budaya, adat, dan agama. Misalnya, di lokasi yang terhalang bangunan suci, maka rencana lokasinya perlu digeser. Selain itu, lokasi tol juga sebisa mungkin hindari perumahan warga. Namun demikian, pasti ada saja rumah warga yang terkena jalur tol.
“Terkait kompensasi, itu bukan wewenang kami. Pembebasan lahan tol akan dilakukan Pemprov Provinsi. Nanti dari pemerintah pasti akan melibatkan tim apresial untuk menentukan nilai ganti rugi lahan. Kalau tim apresial turun melakukan penilaian, juga pasti akan melihatkan jajaran pemerintah dari kecamatan, desa, dan desa adat,” tegas Tumbur.
Sementara itu, Perbekel Gumbrih Ketut Nurjana berjanji akan menyampaikan penjelasan yang didapat dari tim survei pemasang patok kepada warga. Nurjana mengakui, ketika sejumlah warga bertanya terkait pemasangan patok tersebut, dirinya sama sekali tidak bisa memberikan penjelasan, karena memang belum mendapat keterangan apa pun dari pemasangan patok itu.
“Nanti akan kami sampaikan sesuai penjelasan yang kami terima dari tim yang memasang patok itu. Kami mendukung program pemerintah pusat. Tetapi, kami berharap kalau ada progres, paling tidak ada pemberitahuan, sehingga kami juga bisa memberikan penjelasan ke masyarakat,” tandas Nurjana.
Proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang panjangnya mencapai 95 kilometer, rencananya akan digarap mulai Maret 2021 dan ditarget rampung tahun 2023. Proyek infrastruktur ini menelan anggaran hingga Rp 14 triliun, yang bersumber dari pihak swasta.
Sesuai perencanaan dalam basic design, Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi memiliki panjang 95 kilometer, melintasi tiga kabupaten sekaligus: Jembrana, Tabanan, dan Badung. Sisisi barat dimulai dari Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya (Jembrana) hingga sisi timur di Desa Sembung, Kecamatan Mengwi (Badung). Khusus di Kabupaten Jembrana, ada 5 kecamatan yang bakal dilalui, yakni Kecamatan Me-laya, Kecamatan Negara, Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, dan Kecamatan Pekutatan.
Sedangkan di Kabupaten Tabanan, melintasi 6 kecamatan, yaitu Selemadeg Barat, Slemedeg, Selemadeg Timur, Kerambitan, Penebel, dan Kecamatan Tabanan. Sementara di Kabupaten Badung, hanya melintasi Kecamatan Mengwi. Di sepanjang Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, rencananya akan dibangun 3 Rest Area, sebagai tempat pemberhentian kendaraan, baik untuk sekadar beristirahat maupun mengisi BBM. Ketiga Rest Aria itu, masing-masing di Kilometer 12 Desa Melaya, Keca-matan Melaya (Jembrana), Kilometer 49 Desa Yeh Sumbul, Kecamatan Mendoyo (Jembrana), dan Kilometer 78 Desa Bajera, Kecamatan Selemedeg (Tabanan). *ode
Keresahan warga terkait pemasangan patok-patok tersebut sempat dilaporkan ke Kantor Desa Gumbrih dan Kecamatan Pekutatan. Namun, pihak desa maupun kecamatan tidak bisa memberikan penjelasan apa pun, karena mereka juga belum dapat pemberitahuan terkait pemasangan patok tersebut.
Karena itu, Kepala Desa (Perbekel) Gumbrih I Ketut Nurjana dan Camat Pekutatan, I Wayan Yudana, berupaya meminta kejelasan dari tim sur-vei lokasi rencana Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, di Kantor Desa Gumbrih, Rabu (14/10). Pertemuan itu dihadiri perwakilan PT Cipta Sejahtera Nusantara selaku rekanan yang melakukan survei lokasi, Tumbur Parulian.
Tumbur Parulian memaparkan, pemasangan patok-patok di kawasan Desa Gumbrih tersebut memang dilakukan oleh tim survei. Namun, titik pemasangan patok itu bukanlah lokasi yang pasti untuk pembangunan jalan tol. Menurut Tumbur, patok itu adalah patok awal untuk pengukuran lokasi.
Ditegaskan Tumbur, patok yang di sejumlah titik itu hanya dipasang satu-satu, tidak berjejer dua patok. “Memang sosialisasi tidak dilakukan, karena sifatnya baru survei wilayah. Jadi, di lokasi yang sudah dipatok itu, juga belum pasti sebagai lokasi pembangunan jalan tol,” daih Tumbur.
Untuk sosialisasi rencana pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, kata Tumbur, telah disosialisasikan Pemprov Bali dengan memanggil para bupati. Nantinya pemerintah kabupaten yang akan meneruskan sosialisasi ke bawah. Sedangkan tim yang dikoordinasikan Tumur hanya melakukan survei rencana lokasi. “Kalau untuk sosialisasi menyangkut kepastian lokasi atau masalah kompensasi, itu bukan ranah kami,” tegas Tumbur.
Meskipun patok yang dipasang bukan merupakan lokasi pasti, menurut Tumbur, tidak menutup kemungkinan lokasi jalan tol nanti tidak akan jauh bergeser dari patok-patok awal tersebut. Namun, bisa saja terseger sesuai kebijakan pemerintah. “Kami hanya bertugas melakukan survei lokasi. Bagaimana kami sosialisasi, kalau titik pembangunannya belum pasti? Karena itulah dilakukan survei lokasi. Keputusan soal di mana nanti lokasinya, itu ranahnya pemerintah,” katanya.
Dalam survei rencana lokasi Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi ini, kata Tumbur, tetap mengedepankan faktor budaya, adat, dan agama. Misalnya, di lokasi yang terhalang bangunan suci, maka rencana lokasinya perlu digeser. Selain itu, lokasi tol juga sebisa mungkin hindari perumahan warga. Namun demikian, pasti ada saja rumah warga yang terkena jalur tol.
“Terkait kompensasi, itu bukan wewenang kami. Pembebasan lahan tol akan dilakukan Pemprov Provinsi. Nanti dari pemerintah pasti akan melibatkan tim apresial untuk menentukan nilai ganti rugi lahan. Kalau tim apresial turun melakukan penilaian, juga pasti akan melihatkan jajaran pemerintah dari kecamatan, desa, dan desa adat,” tegas Tumbur.
Sementara itu, Perbekel Gumbrih Ketut Nurjana berjanji akan menyampaikan penjelasan yang didapat dari tim survei pemasang patok kepada warga. Nurjana mengakui, ketika sejumlah warga bertanya terkait pemasangan patok tersebut, dirinya sama sekali tidak bisa memberikan penjelasan, karena memang belum mendapat keterangan apa pun dari pemasangan patok itu.
“Nanti akan kami sampaikan sesuai penjelasan yang kami terima dari tim yang memasang patok itu. Kami mendukung program pemerintah pusat. Tetapi, kami berharap kalau ada progres, paling tidak ada pemberitahuan, sehingga kami juga bisa memberikan penjelasan ke masyarakat,” tandas Nurjana.
Proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang panjangnya mencapai 95 kilometer, rencananya akan digarap mulai Maret 2021 dan ditarget rampung tahun 2023. Proyek infrastruktur ini menelan anggaran hingga Rp 14 triliun, yang bersumber dari pihak swasta.
Sesuai perencanaan dalam basic design, Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi memiliki panjang 95 kilometer, melintasi tiga kabupaten sekaligus: Jembrana, Tabanan, dan Badung. Sisisi barat dimulai dari Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya (Jembrana) hingga sisi timur di Desa Sembung, Kecamatan Mengwi (Badung). Khusus di Kabupaten Jembrana, ada 5 kecamatan yang bakal dilalui, yakni Kecamatan Me-laya, Kecamatan Negara, Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, dan Kecamatan Pekutatan.
Sedangkan di Kabupaten Tabanan, melintasi 6 kecamatan, yaitu Selemadeg Barat, Slemedeg, Selemadeg Timur, Kerambitan, Penebel, dan Kecamatan Tabanan. Sementara di Kabupaten Badung, hanya melintasi Kecamatan Mengwi. Di sepanjang Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, rencananya akan dibangun 3 Rest Area, sebagai tempat pemberhentian kendaraan, baik untuk sekadar beristirahat maupun mengisi BBM. Ketiga Rest Aria itu, masing-masing di Kilometer 12 Desa Melaya, Keca-matan Melaya (Jembrana), Kilometer 49 Desa Yeh Sumbul, Kecamatan Mendoyo (Jembrana), dan Kilometer 78 Desa Bajera, Kecamatan Selemedeg (Tabanan). *ode
1
Komentar