2 Tahun di Rudenim, WNA Nigeria Dideportasi
Masuk Bali pada 2018 lalu, seorang WNA Nigeria diketahui memiliki tiga paspor, dua di antaranya palsu.
MANGUPURA, NusaBali
Seorang warga negara asing (WNA) bernama Awik Ayoola Kelvin, 30, dideportasi oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada Rabu (14/10). Pendeportasian WNA asal Nigeria itu karena yang bersangkutan diduga terlibat dalam tindakan pemalsuan identitas/paspor saat masuk ke Pulau Dewata. Mirisnya, pendeportasian terhadap WNA kelahiran 29 Juli 1990 itu baru terealisasi setelah yang bersangkutan mendekam di Rudenim Denpasar yang beralamat di Jalan Uluwatu Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, selama sekitar dua tahun.
Humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali I Putu Surya Darma, menerangkan pendeportasian terhadap WNA Nigeria ini dilakukan pada Rabu sore melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta. WNA Nigeria itu diberangkatkan dari Rudenim Denpasar pada Rabu pukul 12.00 Wita menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, untuk kemudian diterbangkan ke Jakarta. “Dalam pendeportasian, WNA itu dikawal oleh petugas kita. Dari Bali, dia menuju Jakarta untuk selanjutnya diterbangkan ke negara asalnya,” kata Surya Darma.
WNA Nigeria itu, lanjut Surya Darma, dideportasi menggunakan maskapai Ethiopia Airlines pada Rabu pukul 16.55 Wita. Sebelum dideportasi, WNA itu juga menjalani serangkaian pemeriksaan medis untuk memastikan yang bersangkutan dalam keadaan sehat. “Jadi sebelum dideportasi, kita periksa kesehatan seperti rapid test dan lainnya. Semuanya dinyatakan sehat dan proses pendeportasian berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Ditanya terkait pelanggaran sehingga WNA tersebut diamankan dan dijebloskan ke Rudenim, Surya Darma mengemukakan bahwa yang bersangkutan terbukti menggunakan paspor palsu saat tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, pada 2018 silam. Dari hasil pemeriksaan oleh petugas yang berdinas saat WNA itu tiba, bahwa yang bersangkutan memiliki tiga paspor sekaligus yakni paspor Prancis, paspor Afrika Selatan, dan paspor Nigeria.
“Dari ketiga paspor itu, hanya satu yang sah, yakni paspor Nigeria. Sementara, dua lainnya (paspor Prancis dan Afrika Selatan) merupakan paspor palsu. Hal itu juga diperkuat oleh pengakuan yang bersangkutan," tandas Surya Darma.
Dengan adanya temuan itu, Imigrasi langsung mengamankan WNA tersebut dan ditempatkan di Rudenim Denpasar. “Selama dua tahun yakni 2018 hingga 2020 ini, yang bersangkutan mendekam di Rudenim karena tidak memiliki biaya (untuk pulang ke negaranya, Red). Selama ini, dia mengumpulkan uang untuk proses pendeportasian, sehingga baru terlaksana hari ini (kemarin),” ungkap Surya Darma.
Untuk diketahui, proses deportasi terhadap WNA seluruhnya dibiaya oleh WNA bersangkutan.
Selain dilakukan pendeportasian, WNA Nigeria tersebut dimasukkan dalam daftar cekal alias dilarang masuk ke wilayah Indonesia selama satu tahun ke depan. Hal ini karena WNA tersebut terbukti melakukan pelanggaran sesuai Pasal 119 ayat (2) UU RI tentang Keimigrasian. “Kita sudah usulkan yang bersangkutan masuk di daftar cekal. Untuk itu, selama satu tahun ke depan, dia tidak diizinkan untuk masuk di Bali atau wilayah lainnya seluruh Indonesia,” ucap Surya Darma. *dar
Humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali I Putu Surya Darma, menerangkan pendeportasian terhadap WNA Nigeria ini dilakukan pada Rabu sore melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta. WNA Nigeria itu diberangkatkan dari Rudenim Denpasar pada Rabu pukul 12.00 Wita menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, untuk kemudian diterbangkan ke Jakarta. “Dalam pendeportasian, WNA itu dikawal oleh petugas kita. Dari Bali, dia menuju Jakarta untuk selanjutnya diterbangkan ke negara asalnya,” kata Surya Darma.
WNA Nigeria itu, lanjut Surya Darma, dideportasi menggunakan maskapai Ethiopia Airlines pada Rabu pukul 16.55 Wita. Sebelum dideportasi, WNA itu juga menjalani serangkaian pemeriksaan medis untuk memastikan yang bersangkutan dalam keadaan sehat. “Jadi sebelum dideportasi, kita periksa kesehatan seperti rapid test dan lainnya. Semuanya dinyatakan sehat dan proses pendeportasian berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Ditanya terkait pelanggaran sehingga WNA tersebut diamankan dan dijebloskan ke Rudenim, Surya Darma mengemukakan bahwa yang bersangkutan terbukti menggunakan paspor palsu saat tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, pada 2018 silam. Dari hasil pemeriksaan oleh petugas yang berdinas saat WNA itu tiba, bahwa yang bersangkutan memiliki tiga paspor sekaligus yakni paspor Prancis, paspor Afrika Selatan, dan paspor Nigeria.
“Dari ketiga paspor itu, hanya satu yang sah, yakni paspor Nigeria. Sementara, dua lainnya (paspor Prancis dan Afrika Selatan) merupakan paspor palsu. Hal itu juga diperkuat oleh pengakuan yang bersangkutan," tandas Surya Darma.
Dengan adanya temuan itu, Imigrasi langsung mengamankan WNA tersebut dan ditempatkan di Rudenim Denpasar. “Selama dua tahun yakni 2018 hingga 2020 ini, yang bersangkutan mendekam di Rudenim karena tidak memiliki biaya (untuk pulang ke negaranya, Red). Selama ini, dia mengumpulkan uang untuk proses pendeportasian, sehingga baru terlaksana hari ini (kemarin),” ungkap Surya Darma.
Untuk diketahui, proses deportasi terhadap WNA seluruhnya dibiaya oleh WNA bersangkutan.
Selain dilakukan pendeportasian, WNA Nigeria tersebut dimasukkan dalam daftar cekal alias dilarang masuk ke wilayah Indonesia selama satu tahun ke depan. Hal ini karena WNA tersebut terbukti melakukan pelanggaran sesuai Pasal 119 ayat (2) UU RI tentang Keimigrasian. “Kita sudah usulkan yang bersangkutan masuk di daftar cekal. Untuk itu, selama satu tahun ke depan, dia tidak diizinkan untuk masuk di Bali atau wilayah lainnya seluruh Indonesia,” ucap Surya Darma. *dar
Komentar