Lancar Berbahasa Bali Berkat Bantuan Teks
Sesuai Surat Edaran Nomor 434/1419/BKPP, pegawai lingkup Pemkot Denpasar wajib bicara dengan Bahasa Bali sepekan sekali setiap Rabu, selain juga saat rahina Purnama dan Tilem
Pertama Kali Sidang Paripurna DPRD Denpasar Menggunakan Bahasa Bali
DENPASAR, NusaBali
Suasana berbeda terjadi dalam sidang paripurna DPRD Kota Denpasar yang digelar di Graha Sewaka Dharma Lumintang, Rabu (19/10). Inilah untuk kali pertama rapat paripur-na menggunakan Bahasa Bali. Dalam rapat paripurna tersebut, sebagian anggota Dewan bisa lancar berbahasa Bali berkat bantuan teks.
Selain menggunakan Bahasa Bali, dalam rapat paripurna yang mengagendakan bahas revisi Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2013 ini, para anggota Dewan dan jajaran eksekutif juga mengenakan pakaian adat. Hal ini dilakukan menyusul adanya Surat Edar-an Walikota Denpasar Nomor 434/1419/BKPP yang mengandung 6 poin tentang penggunaan Bahasa Bali.
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede (dari Fraksi PDIP) kemarin, hampir 100 persen menggunakan Bahasa Bali Alus Madya. Hanya ada beberapa kata atau kalimat yang menggunakan Bahasa Indonesia, terutama yang sulit diterjemahkan kedalam Bahasa Bali.
Pantauan NusaBali, dengan menggunakan Bahasa Bali dan seluruh anggota DPRD Denpasar berbusana adat, suasana aula Graha Sewaka Dharma Lumintang sekilas terasa seperti suasana paruman (pertemuan adat) di desa pakraman. Hanya saja, penggunaan Bahasa Bali jadi lancar karena disertai dengan membaca teks.
Pimpinan sidang maupun Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra yang hadir dalam rapat paripurna kemarin, terlihat dominan membaca sambutan dengan kepala tertunduk di podium, pertanda baca teks saat sampaikan pidato pengantar.
Ditemui seusai rapat pariprna kemarin, Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede mengakui bahwa penggunaan Bahasa Bali saat persidangan memang belum sempurna. “Sebenarnya penegasan dari surat edaran mulai berlaku 28 Oktober 2016 nanti. Kebetulan, Dewan ada melakukan sidang paripurna, sehingga apa salahnya kita pakai belajar. Ini sebagai awal, sehingga pelaksanaan sidang-sidang nanti bisa lebih baik (penggunaan Bahasa Bali, Red),” jelas politisi yang juga Ketua DPC PDIP Denpasar 2010-2015 dan 2015-2020 ini.
Menurut Ngurah Gede, surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali tidak berlaku untuk lembaga pemerintahan, namun juga menyentuh lembaga swasta. Hal ini juga diharapkan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya setiap Rabu, serta rahina Purnama dan Tilem.
“Kami apresiasi Pemkot Denpasar yang sudah mulai mengamankan penggunaan Bahasa Bali ini. Diharapkan, isntansi dan lembaga swasta nanti bisa mengikuti. Dengan demikian, penggunaan Bahasa Bali ini akan menjadi sebuah kebiasaan,” terang Ngurah Gede.
Sementara itu, Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan pe-nggunaan Bahasa Bali ini sebagai awal. “Tujuannya, bukan saja melestarikan Bahasa Bali, tapi untuk menguatkan. Di samping itu, harus ada kebanggaan pada bahasa Ibu,” jelas Rai Mantra.
Rai Mantra mengungkapkan, tidak ada paksaaan untuk sekolah maupun instnasi swasta untuk mengikuti surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali ini. “Kalau memang ingin harmonisasi, silakan. Sekolah non Bali pun, kalau mau terapkan silakan saja, kita hargai. Karena ini tidak bisa dipaksakan. Tapi, kalau bisa inkulturisasi, kan bagus sekali,” papar putra dari mantan Gubernur Bali (1978-1988) almarhum Prof Dr IB Mantra ini.
Sesuai Surat Edaran Walikota Denpasar Nomor 434/1419/BKPP, pegawai di lingkungan Pemkot Denpasar diwajibkan berbicara dengan Bahasa Bali sepekan sekali setiap Rabu, selain juga rahina Purnama dan Tilem. Versi Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar, IB Rahoela, penggunaan Bahasa Bali ini dalam rangka menjaga dan melestarikan budaya Bali. Namun, tidak ada sanksi jika kewajiban ini diabaikan, melainkan hanya koreksi diri sendiri.
"Semua pegawai wajib menggunakan Bahasa Bali, dikecualikan bila menerima tamu dari luar daerah atau luar negeri. Untuk Bahasa Bali yang digunakan adalah Bahasa Bali Alus Madya. Harus ada suatu usaha untuk melestarikan Bahasa Bali dan aksara Bali," jelas IB Rahoela.
Agar surat edaran ini bisa berjalan dengan efektif, Rahoela meminta semua tingkat pimpinan memberikan teladan dan contoh, serta mengawasi pelaksanaanya. Bila ada hal-hal yang belum jelas, agar dikoordinasikan ke Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kota Denpasar.
Jauh sebelumnya, Pemkot Denpasar sudah menerapkan pemakaian busana adat setiap rainan Purnama dan Tilem bagi semua pegawai. Hal ini dimaksudkan untuk melestarikan budaya Bali yang menjadi warisan leluhur. Apalagi, Denpasar saat ini menjadi daerah satu-satunya di Bali telah tercatat sebagai anggota tetap Organization World Heritage City (OWHC).
Penggunaan Bahasa Bali setiap Rabu, Purnama, dan Tilem yang diberlakukan Pemkot Denpasar ini mendapat apresiasi dari pengamat kebudayaan, I Made Mudra. Menurut Made Mudra, dengan diterbitkannya surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali ini, maka kebudayaan lokal khususnya Bahasa Bali dapat dilestarikan. “Jika semua orang tidak menggunakan Bahasa Bali, maka jatidiri kita akan hilang, budaya Bali pun lenyap," papar Mudra. nvi
DENPASAR, NusaBali
Suasana berbeda terjadi dalam sidang paripurna DPRD Kota Denpasar yang digelar di Graha Sewaka Dharma Lumintang, Rabu (19/10). Inilah untuk kali pertama rapat paripur-na menggunakan Bahasa Bali. Dalam rapat paripurna tersebut, sebagian anggota Dewan bisa lancar berbahasa Bali berkat bantuan teks.
Selain menggunakan Bahasa Bali, dalam rapat paripurna yang mengagendakan bahas revisi Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2013 ini, para anggota Dewan dan jajaran eksekutif juga mengenakan pakaian adat. Hal ini dilakukan menyusul adanya Surat Edar-an Walikota Denpasar Nomor 434/1419/BKPP yang mengandung 6 poin tentang penggunaan Bahasa Bali.
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede (dari Fraksi PDIP) kemarin, hampir 100 persen menggunakan Bahasa Bali Alus Madya. Hanya ada beberapa kata atau kalimat yang menggunakan Bahasa Indonesia, terutama yang sulit diterjemahkan kedalam Bahasa Bali.
Pantauan NusaBali, dengan menggunakan Bahasa Bali dan seluruh anggota DPRD Denpasar berbusana adat, suasana aula Graha Sewaka Dharma Lumintang sekilas terasa seperti suasana paruman (pertemuan adat) di desa pakraman. Hanya saja, penggunaan Bahasa Bali jadi lancar karena disertai dengan membaca teks.
Pimpinan sidang maupun Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra yang hadir dalam rapat paripurna kemarin, terlihat dominan membaca sambutan dengan kepala tertunduk di podium, pertanda baca teks saat sampaikan pidato pengantar.
Ditemui seusai rapat pariprna kemarin, Ketua DPRD Denpasar I Gusti Ngurah Gede mengakui bahwa penggunaan Bahasa Bali saat persidangan memang belum sempurna. “Sebenarnya penegasan dari surat edaran mulai berlaku 28 Oktober 2016 nanti. Kebetulan, Dewan ada melakukan sidang paripurna, sehingga apa salahnya kita pakai belajar. Ini sebagai awal, sehingga pelaksanaan sidang-sidang nanti bisa lebih baik (penggunaan Bahasa Bali, Red),” jelas politisi yang juga Ketua DPC PDIP Denpasar 2010-2015 dan 2015-2020 ini.
Menurut Ngurah Gede, surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali tidak berlaku untuk lembaga pemerintahan, namun juga menyentuh lembaga swasta. Hal ini juga diharapkan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya setiap Rabu, serta rahina Purnama dan Tilem.
“Kami apresiasi Pemkot Denpasar yang sudah mulai mengamankan penggunaan Bahasa Bali ini. Diharapkan, isntansi dan lembaga swasta nanti bisa mengikuti. Dengan demikian, penggunaan Bahasa Bali ini akan menjadi sebuah kebiasaan,” terang Ngurah Gede.
Sementara itu, Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan pe-nggunaan Bahasa Bali ini sebagai awal. “Tujuannya, bukan saja melestarikan Bahasa Bali, tapi untuk menguatkan. Di samping itu, harus ada kebanggaan pada bahasa Ibu,” jelas Rai Mantra.
Rai Mantra mengungkapkan, tidak ada paksaaan untuk sekolah maupun instnasi swasta untuk mengikuti surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali ini. “Kalau memang ingin harmonisasi, silakan. Sekolah non Bali pun, kalau mau terapkan silakan saja, kita hargai. Karena ini tidak bisa dipaksakan. Tapi, kalau bisa inkulturisasi, kan bagus sekali,” papar putra dari mantan Gubernur Bali (1978-1988) almarhum Prof Dr IB Mantra ini.
Sesuai Surat Edaran Walikota Denpasar Nomor 434/1419/BKPP, pegawai di lingkungan Pemkot Denpasar diwajibkan berbicara dengan Bahasa Bali sepekan sekali setiap Rabu, selain juga rahina Purnama dan Tilem. Versi Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar, IB Rahoela, penggunaan Bahasa Bali ini dalam rangka menjaga dan melestarikan budaya Bali. Namun, tidak ada sanksi jika kewajiban ini diabaikan, melainkan hanya koreksi diri sendiri.
"Semua pegawai wajib menggunakan Bahasa Bali, dikecualikan bila menerima tamu dari luar daerah atau luar negeri. Untuk Bahasa Bali yang digunakan adalah Bahasa Bali Alus Madya. Harus ada suatu usaha untuk melestarikan Bahasa Bali dan aksara Bali," jelas IB Rahoela.
Agar surat edaran ini bisa berjalan dengan efektif, Rahoela meminta semua tingkat pimpinan memberikan teladan dan contoh, serta mengawasi pelaksanaanya. Bila ada hal-hal yang belum jelas, agar dikoordinasikan ke Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kota Denpasar.
Jauh sebelumnya, Pemkot Denpasar sudah menerapkan pemakaian busana adat setiap rainan Purnama dan Tilem bagi semua pegawai. Hal ini dimaksudkan untuk melestarikan budaya Bali yang menjadi warisan leluhur. Apalagi, Denpasar saat ini menjadi daerah satu-satunya di Bali telah tercatat sebagai anggota tetap Organization World Heritage City (OWHC).
Penggunaan Bahasa Bali setiap Rabu, Purnama, dan Tilem yang diberlakukan Pemkot Denpasar ini mendapat apresiasi dari pengamat kebudayaan, I Made Mudra. Menurut Made Mudra, dengan diterbitkannya surat edaran tentang penggunaan Bahasa Bali ini, maka kebudayaan lokal khususnya Bahasa Bali dapat dilestarikan. “Jika semua orang tidak menggunakan Bahasa Bali, maka jatidiri kita akan hilang, budaya Bali pun lenyap," papar Mudra. nvi
Komentar