3 Gedung Bioskop di Singaraja Mati Kutu
Tiga gedung bioskop di Singaraja, Buleleng, yakni Singaraja, Wijaya, dan Mudaria Teater, kolaps alias mati kutu sejak puluhan tahun lalu.
SINGARAJA, NusaBali
Padahal, masyarakat khususnya kalangan anak muda Buleleng sangat merindukan suasana keramaian Kota Singaraja berkat hiburan film di bioskop. Pantauan NusaBali, Kamis (20/10), bekas Gedung Mudaria Teater dan lahannya di Jalan Ngurah Rai, Kelurahan Kendran, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, nampak terbengkalai. Di sampingnya terbangun sebuah pertokoan megah. Gedung bioskop ini pernah ramai pada tahun 1990an.
Kata warga sekitar, lahan tersebut sudah lama kosong dan gedungnya dibongkar puluhan tahun lalu. Karena bioskop tersebut pailit. Hal serupa juga terjadi pada bekas bioskop di Kelurahan Kampung Baru, Singaraja Teater. Lahan ini kini jadi pertokoan Singaraja Square. Keberadaan bioskop yang berjaya pada 1980-1990an tersebut mulai tergantikan bioskop mini. Namun belum bisa menandingi kenikmatan menonton film di layar lebar dalam gedung besar dengan penonton relatif banyak.
Putu Kardian, salah satu penggemar film yang juga fotografer di Singaraja, mengaku sangat mengidamkan bioskop di Buleleng. Jika ada bioskop di Buleleng, menonton film terbaru tidak mesti jauh-jauh ke Denpasar. “Sekarang kan lagi ngetren film-film baru, dan sayang sekali di Buleleng tidak ada bioskop untuk dapat menonton film-film terbaru itu,” katanya.
Hal senada diungkapkan Made Bagus Armaya, seorang guru swasta di Buleleng. Menurutnya di Buleleng sangat perlu bioskop. Selain untuk tempat rekreasi juga sebagai tempat edukasi para siswa. Ia terkenang masa-masa lampau diajak menonton film bertema sejarah Indonesia oleh gurunya di Mudaria Teater. “Siapapun tahu, film itu salah satu sarana pembelajaran sangat efektif,” ungkapnya.
Film maker asal Buleleng, Putu Satria Kusuma mengakui bioskop di kota sangat dibutuhkan sebagai tempat rekreasi, tempat berkumpulnya remaja dan kalangan lain untuk merefresh pikiran. Apalagi Buleleng sebagai salah satu kota berkembang di Bali, yang sudah lama tidak tersentuh hiburan film. “Karena sensasi menonton film di bioskop sangat berbeda dengan menonton di TV atau laptop. Bioskop tetap dibutuhkan meski sudah ada teknologi lain,” katanya.
Kata Putu, bioskop juga jadi wahana efektif bagi generasi muda untuk ngumpul bareng dan bertemu sahabat lama. Pihaknya mengharapkan di Buleleng ada investor yang berani menanamkan modal untuk membangun bioskop. Apalagi saat ini ada kebijakan dari Presiden Joko Widodo terkait penayangan film lokal Indonesia di bioskop setiap kota. ‘’Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah dan swasta harus memberi perhatian khusus pada hal ini,’’ ujarnya
Jika bioskop di Buleleng dibangun kembali, Putu yakin akan laris manis. Apalagi tempat hiburan di Buleleng belum banyak, hingga berpotensi menjadi lahan bisnis menggiurkan. Jika membuat bioskop, investor mesti ikut membangun Buleleng dengan menyediakan waktu khusus untuk pemuteran film wajib untuk umum, antara lain tentang khasanah Nusantara atau film edukatif.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng Nyoman Sutrisna, saat dikonfirmasi terpisah, setahunya ketiadaan bioskop di Buleleng ini karena menyesuaikan kondisi zaman. Ia tidak menampik, bioskop merupakan tempat hiburan masyarakat yang sangat diperlukan di luar seni tradisional. Ia mengakui, bisnis bioskop di Buleleng akan dapat menciptakan lapangan kerja baru, menggiatkan sutradara dan rumah film untuk terus berkreasi dan berinovasi.k23
Padahal, masyarakat khususnya kalangan anak muda Buleleng sangat merindukan suasana keramaian Kota Singaraja berkat hiburan film di bioskop. Pantauan NusaBali, Kamis (20/10), bekas Gedung Mudaria Teater dan lahannya di Jalan Ngurah Rai, Kelurahan Kendran, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, nampak terbengkalai. Di sampingnya terbangun sebuah pertokoan megah. Gedung bioskop ini pernah ramai pada tahun 1990an.
Kata warga sekitar, lahan tersebut sudah lama kosong dan gedungnya dibongkar puluhan tahun lalu. Karena bioskop tersebut pailit. Hal serupa juga terjadi pada bekas bioskop di Kelurahan Kampung Baru, Singaraja Teater. Lahan ini kini jadi pertokoan Singaraja Square. Keberadaan bioskop yang berjaya pada 1980-1990an tersebut mulai tergantikan bioskop mini. Namun belum bisa menandingi kenikmatan menonton film di layar lebar dalam gedung besar dengan penonton relatif banyak.
Putu Kardian, salah satu penggemar film yang juga fotografer di Singaraja, mengaku sangat mengidamkan bioskop di Buleleng. Jika ada bioskop di Buleleng, menonton film terbaru tidak mesti jauh-jauh ke Denpasar. “Sekarang kan lagi ngetren film-film baru, dan sayang sekali di Buleleng tidak ada bioskop untuk dapat menonton film-film terbaru itu,” katanya.
Hal senada diungkapkan Made Bagus Armaya, seorang guru swasta di Buleleng. Menurutnya di Buleleng sangat perlu bioskop. Selain untuk tempat rekreasi juga sebagai tempat edukasi para siswa. Ia terkenang masa-masa lampau diajak menonton film bertema sejarah Indonesia oleh gurunya di Mudaria Teater. “Siapapun tahu, film itu salah satu sarana pembelajaran sangat efektif,” ungkapnya.
Film maker asal Buleleng, Putu Satria Kusuma mengakui bioskop di kota sangat dibutuhkan sebagai tempat rekreasi, tempat berkumpulnya remaja dan kalangan lain untuk merefresh pikiran. Apalagi Buleleng sebagai salah satu kota berkembang di Bali, yang sudah lama tidak tersentuh hiburan film. “Karena sensasi menonton film di bioskop sangat berbeda dengan menonton di TV atau laptop. Bioskop tetap dibutuhkan meski sudah ada teknologi lain,” katanya.
Kata Putu, bioskop juga jadi wahana efektif bagi generasi muda untuk ngumpul bareng dan bertemu sahabat lama. Pihaknya mengharapkan di Buleleng ada investor yang berani menanamkan modal untuk membangun bioskop. Apalagi saat ini ada kebijakan dari Presiden Joko Widodo terkait penayangan film lokal Indonesia di bioskop setiap kota. ‘’Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah dan swasta harus memberi perhatian khusus pada hal ini,’’ ujarnya
Jika bioskop di Buleleng dibangun kembali, Putu yakin akan laris manis. Apalagi tempat hiburan di Buleleng belum banyak, hingga berpotensi menjadi lahan bisnis menggiurkan. Jika membuat bioskop, investor mesti ikut membangun Buleleng dengan menyediakan waktu khusus untuk pemuteran film wajib untuk umum, antara lain tentang khasanah Nusantara atau film edukatif.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng Nyoman Sutrisna, saat dikonfirmasi terpisah, setahunya ketiadaan bioskop di Buleleng ini karena menyesuaikan kondisi zaman. Ia tidak menampik, bioskop merupakan tempat hiburan masyarakat yang sangat diperlukan di luar seni tradisional. Ia mengakui, bisnis bioskop di Buleleng akan dapat menciptakan lapangan kerja baru, menggiatkan sutradara dan rumah film untuk terus berkreasi dan berinovasi.k23
Komentar