Kubutambahan Gelar Upacara Madewa Saksi
Pengulu, Pemangku, Kelian Subak dan Pecalang bulatkan tekad tak ada pelepasan hak duwen pura
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah pemangku yang tergabung dalam paguyuban pemangku, kelian kubak, pecalang dan Pengulu Desa Adat Kubutambahan menggelar upacara Madewa Saksi, Saniscara Umanis Pujut, Minggu (17/10) di Pura Bale Agung Desa Adat Kubutamabahan.
Upacara nyaksiang rage itu disebut kebulatan tekad penyungsung Desa Adat Kubutambahan kepada Ida Bhatara yang berkuasa atas lahan duwen pura desa yang direncanakan sebagai lokasi Bandara Internasional Bali Utara.
Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jero Pasek Ketut Warkadea Minggu (18/10) meyebutkan dengan upacara tersebut, pengulu dan komponen desa adat lainnya menyatakan diri di hadapan Ida Bhatara yang sungsung selama ini, sebagai penguasa duwen pura. “Ini kebulatan tekad kami di hadapan Ida Ratu Ayu Manik Galih, Ida Ayu Ratu Batur dan Ida Ratu Tengahin Toya, bahwa yang hadir ini semua mendukung rencana bandara, tapi tidak untuk melepas status tanah,” tegas Jero Pasek Warkadea.
Dia yang masih aktif sebagai staf ahli Bupati Buleleng ini menekankan kembali pernyataan tersebut mengupayakan eksistensi tanah desa adat tetap utuh, tetap duwen pura desa. “Tidak bisa dialihkan ke negara apalagi investor. Silakan digunakan untuk pembangunan, namun status tanah masih duwen pura desa. tidak ada pelepasan hak,” imbuh dia.
Hal itu disebut mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Buleleng itu merupakan komitmen pengulu desa, pemangku, kelian subak dan pecalang secara niskala.
Selain melakukan pernyataan secara niskala Jero Pasek Warkadea juga menyatakan diri tak akan hadir di pertemuan rapat bandara pada Senin (19/10) hari ini di Jayasaba. Bahkan dia pun sudah membuat surat permakluman yang ditujukan kepada Gubernur Bali Wayan Koster.
Surat berkop Desa Adat Kubutambahan bernomor : 079/DAK/KBT/X/2020 tertanggal 17 Oktober 2020, membalas surat undangan rapat No : 005/6921/Dishub perihal undangan rapat. Surat yang ditandatangani langsung oleh Jero Pasek Warkadea dan Penyarikan Desa Adat Made Putu Kerta menyatakan tak dapat hadir karena sesuatu hal.
Surat yang ditembuskan ke Bupati Buleleng itu juga menekankan dalam pengambilan keputusan bersama yang berkaitan dengan desa linggih dan kelian banjar adat Desa Adat Kubutambahan seyogyanya dilakukan di paruman desa di Pura Bale Agung Desa Adat Kubutambahan. “Sebab hemat kami manut dresta, segara keputusan yang berkaitan dengan desa linggih dan kelian banjar adat seyogyanya di hadapan ida bhatara,” imbuh dia.
Pengulu desa pun menginginkan Gubernur Bali Wayan Koster hadir langusng dalam paruman desa di tengah-tengah krama sehingga dapat mendengar langsung keputusan seluruh krama. Sementara itu perkembangan rencana pembangunan bandara di Bali Utara masih terus bergulir. Pemerintah yang mencanangkan pembangunan bandara mendesak tahun ini belum memfinalisasi lokasi bandara yang pasti. Rencana pembangunan bandara di lahan duwen pura desa adat Kubutambahan dirasa buntu, karena masih terlibat sengketa sewa lahan dengan pihak ketiga.
Pemerintah pekan lalu sempat mencari lahan alternatif yakni lahan milik Pemerintah Provinsi Bali di Desa Sumberkelampok Kecamatan Gerokgak. Namun tim pusat yang turun melakukan pengecekan pengukuran lahan juga menghadapi penolakan warga setempat. Warga disebut keberatan bandara dibangun di wilayahnya. Lahan milik pemprov itu juga sedang dalam kasus dengan masyarakat setempat yang sempat memohon lahan menjadi hak milik karena telah tinggal dan memanfaatkan lahan puluhan tahun.*k23
Upacara nyaksiang rage itu disebut kebulatan tekad penyungsung Desa Adat Kubutambahan kepada Ida Bhatara yang berkuasa atas lahan duwen pura desa yang direncanakan sebagai lokasi Bandara Internasional Bali Utara.
Pengulu Desa Adat Kubutambahan Jero Pasek Ketut Warkadea Minggu (18/10) meyebutkan dengan upacara tersebut, pengulu dan komponen desa adat lainnya menyatakan diri di hadapan Ida Bhatara yang sungsung selama ini, sebagai penguasa duwen pura. “Ini kebulatan tekad kami di hadapan Ida Ratu Ayu Manik Galih, Ida Ayu Ratu Batur dan Ida Ratu Tengahin Toya, bahwa yang hadir ini semua mendukung rencana bandara, tapi tidak untuk melepas status tanah,” tegas Jero Pasek Warkadea.
Dia yang masih aktif sebagai staf ahli Bupati Buleleng ini menekankan kembali pernyataan tersebut mengupayakan eksistensi tanah desa adat tetap utuh, tetap duwen pura desa. “Tidak bisa dialihkan ke negara apalagi investor. Silakan digunakan untuk pembangunan, namun status tanah masih duwen pura desa. tidak ada pelepasan hak,” imbuh dia.
Hal itu disebut mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Buleleng itu merupakan komitmen pengulu desa, pemangku, kelian subak dan pecalang secara niskala.
Selain melakukan pernyataan secara niskala Jero Pasek Warkadea juga menyatakan diri tak akan hadir di pertemuan rapat bandara pada Senin (19/10) hari ini di Jayasaba. Bahkan dia pun sudah membuat surat permakluman yang ditujukan kepada Gubernur Bali Wayan Koster.
Surat berkop Desa Adat Kubutambahan bernomor : 079/DAK/KBT/X/2020 tertanggal 17 Oktober 2020, membalas surat undangan rapat No : 005/6921/Dishub perihal undangan rapat. Surat yang ditandatangani langsung oleh Jero Pasek Warkadea dan Penyarikan Desa Adat Made Putu Kerta menyatakan tak dapat hadir karena sesuatu hal.
Surat yang ditembuskan ke Bupati Buleleng itu juga menekankan dalam pengambilan keputusan bersama yang berkaitan dengan desa linggih dan kelian banjar adat Desa Adat Kubutambahan seyogyanya dilakukan di paruman desa di Pura Bale Agung Desa Adat Kubutambahan. “Sebab hemat kami manut dresta, segara keputusan yang berkaitan dengan desa linggih dan kelian banjar adat seyogyanya di hadapan ida bhatara,” imbuh dia.
Pengulu desa pun menginginkan Gubernur Bali Wayan Koster hadir langusng dalam paruman desa di tengah-tengah krama sehingga dapat mendengar langsung keputusan seluruh krama. Sementara itu perkembangan rencana pembangunan bandara di Bali Utara masih terus bergulir. Pemerintah yang mencanangkan pembangunan bandara mendesak tahun ini belum memfinalisasi lokasi bandara yang pasti. Rencana pembangunan bandara di lahan duwen pura desa adat Kubutambahan dirasa buntu, karena masih terlibat sengketa sewa lahan dengan pihak ketiga.
Pemerintah pekan lalu sempat mencari lahan alternatif yakni lahan milik Pemerintah Provinsi Bali di Desa Sumberkelampok Kecamatan Gerokgak. Namun tim pusat yang turun melakukan pengecekan pengukuran lahan juga menghadapi penolakan warga setempat. Warga disebut keberatan bandara dibangun di wilayahnya. Lahan milik pemprov itu juga sedang dalam kasus dengan masyarakat setempat yang sempat memohon lahan menjadi hak milik karena telah tinggal dan memanfaatkan lahan puluhan tahun.*k23
1
Komentar