Tujuh Walaka Jalani Diksa Pariksa
AMLAPURA, NusaBali
Sebanyak 7 walaka menjalani diksa pariksa atau calon diksita (sulinggih). Dari tujuh walaka itu, tiga walaka berstatus kania, selebihnya pasangan suami istri.
Diksa pariksa dilakukan Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini MAg didampingi Sekretaris I Gusti Ngurah Ananjaya, dan Ida Pedanda Dharma Upapati serta Ida Pedanda Wayan Tianyar. Diksa pariksa digelar di Wantilan Nawa Satya, Kantor Bupati Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Soma Pon Pahang, Senin (19/10).
Diksa pariksa disaksikan calon guru nabe dan calon guru watra. Ketujuh walaka itu yakni Ida Bagus Gede Yadnya bersama istri Ida Ayu Kusumawati dan kakaknya Ida Ayu Swastika dari Geria Keniten, Banjar/Desa Duda, Kecamatan Selat dengan calon guru nabe Ida Pedanda Gede Putra Ngenjung, calon guru watra Ida Pedanda Istri Ngurah, dan calon guru saksi Ida Pedanda Gede Wayan Buruan. Walaka lainnya, sepasang suami istri Ida Wayan Nuaba dan Ida Ayu Wayan Sasih dari Geria Gelumpang, Kelurahan/Kecamatan Karangasem dengan calon guru nabe Ida Pedanda Istri Anom, calon guru watra Ida Pedanda Gede Putu Cau, dan calon guru saksi Ida Pedanda Gede Bajing.
Dua lainnya adalah Ida Ayu Oka dari Geria Punia, Desa Sinduwati, Kecamatan Sidemen dengan calon guru nabe Ida Pedanda Istri Ngurah, calon guru watra Ida Pedanda Gede Ketut Peling, dan calon guru saksi Ida Pedanda Gede Peling Pinatih. Satu lagi Ida Ayu Wetrawati dari Geria Punia, Desa Sinduwati, Kecamatan Sidemen dengan calon guru nabe Ida Pedanda Istri Ketut Intaran, calon guru watra Ida Pedanda Istri Rai, dan calon guru saksi Ida Pedanda Gede Wayan Tianyar. Tiga walaka yang status kania (tidak kawin) yakni Ida Ayu Swastika, Ida Ayu Oka, dan Ida Ayu Wetrawati.
Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini bersama Sekretaris PHDI I Gusti Ngurah Ananjaya mengecek syarat administrasi. Secara teknis tidak ada kendala, tinggal melanjutkan upacara diksita (sulinggih) pada Purnama Kalima, Saniscara Kliwon Krulut, Sabtu (31/10) di masing-masing geria. Dr Rustini mengingatkan tugas sulinggih cukup berat, salah satunya mesti memahami bahasa Kawi dan bahasa Sansekerta. Terutama saat dipentingkan umat menyurat nama-nama upakara menggunakan huruf Sansekerta. Tatanan kehidupan dijalani berbeda dibandingkan masih walaka. “Mulai berbusana, bertutur kata, dan berperilaku jadi sorotan masyarakat karena sulinggih sebagai lambang pembina umat sedharma,” kata Dr Rustini.
Swadarmaning sebagai sulinggih agar dipahami, menyangkut ilmu pengetahuan, yang dirasa masih kurang, mesti mohon petunjuk nabe. Ida Pedanda Dharma Upapati, Ida Pedanda Wayan Tianyar juga mengingatkan yang utama jadi sulinggih agar menjadi orang jnana yakni bagian terpenting implementasi dari Catur Marga Yoga yang merupakan empat jalan menuju Tuhan. “Nanti usai nyurya sewana, langsung baca lontar, di sana banyak ilmu pengetahuan agar terus belajar di samping menyucikan diri, dan mendoakan semesta ini agar tetap damai,” kata Ida Pedanda Wayan Tianyar. Tujuan diksa pariksa menghadirkan guru nabe karena tugasnya memberikan bimbingan dan nasihat ilmu pengetahuan suci. *k16
1
Komentar