Diusulkan Dibentuk Satgas Anti Miras Oplosan
Sejumlah praktisi pendidikan yang tergabung dalam PGRI Bali mengusulkan adanya tim untuk program pendidikan berkelanjutan pencegahan anti minuman keras (miras) oplosan yang saat ini menghantui generasi muda di Bali, khususnya.
DENPASAR, NusaBali
Hal itu terungkap pada workshop 'Generasi Muda Bebas dari Minuman Oplosan Untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia' di Fave Hotel, Denpasar, Jumat (21/10).
Workshop yang digelar Program Studi Kesehatan Masyarakat Unud yang bekerjasama dengan Liam Foundation dan Methanol itu juga mengusulkan adanya Satuan Tugas (Satgas) untuk mengkampanyekan tentang bahaya minuman keras oplosan pada sekolah-sekolah yang ada di Bali.
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud), dr Made Subrata IKM, menyatakan, persoalan miras oplosan yang sudah memasuki tahap darurat sangat penting dibentuknya Satgas untuk mencegah masuknya miras oplosan pada kalangan remaja, sehingga sangat perlu adanya kampanye anti miras oplosan.
"Situasi sekarang memasuki fase darurat dimana miras oplosan yang sudah menyebabkan puluhan orang meninggal sudah masuk ke ranah remaja bahkan pada anak yang masih dalam dunia pendidikan sehingga kita perlu memberikan pengetahuan melalui pendidikan dengan mengajak para guru untuk mengkampanyekan anti miras oplosan," katanya.
Bukan hanya itu, dr Subrata juga merekomendasikan perlu adanya regulasi yang melarang semua komponen pendidikan mengkonsumsi maupun membawa minuman keras oplosan ke ranah pendidikan. Rekomendasi itu berdasarkan masukan dari peserta yang terdiri dari para guru yang tergabung dalam PGRI Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.
Sementara dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang diwakili oleh Kepala Bidang Pelayanan Dr Ni Made Laksmiwati mengatakan, pihaknya belum mendapatkan laporan pasti terkait dengan korban miras oplosan. Namun, diakuinya, korban miras oplosan memang ada tetapi pihak keluarga tidak ada yang mau melaporkan kejadian itu, kendati pihak Dinkes sudah menyediakan Institusi Pemerintah Wajib Lapor (IPWL). "Kami belum mendapatkan laporan yang pasti terkait korban miras oplosan di Bali tahun 2016 ini walaupun kita sudah menyediakan IPWL namun kemungkinan pihak keluarga tidak mau melapor karena tekanan sosial yang dialami," jelasnya.
Katanya lagi, miras oplosan yang dikonsimsi merupakan racun dimana ketika metanol yang tercampur dalam minuman dikonsumsi itu akan cepat bereaksi pada tubuh, sama halnya dengan keracunan ikan. Bahkan ketika orang yang meminum miras oplosan harus sesegera mungkin dilakukan pertolongan karena massa reaksi alkohol sangat cepat.
Ketika orang minum kurang dari 20 jam kemungkinan bisa ditanggulangi, dan secepatnya diberikan minum susu sebanyak-banyaknya untuk pertolongan pertama sebelum mendapatkan tindakan lebih lanjut. Namun ketika sudah meminum miras oplosan setelah 20-70 jam maka tubuh akan mengeluarkan reaksi pada tubuh.
"Biasanya meminum miras oplosan kalo masih umur 17 tahun belum kelihatan reaksinya, ketika sudah umur 40 tahun keatas maka reaksinya ada pada pengelihatan yang mulai rabun, mual, dan mengalami sakit pada bagian jantung. Yang paling riskan adalah jantung," jelasnya.
Sementara Ketua PGRI Bali, Dr Gede Wenten Aryasudha MPd mengatakan larangan terkait minuman keras oplosan sejatinya setiap sekolah telah mengatur dalam tata tertib sekolah, termasuk larangan membawa gambar yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan. "Edukasi terkait bahaya minuman keras oplosan juga bisa diintegrasikan di dalam pelajaran seperti Budi Pekerti sehingga dapat dikategorikan masuk kurikulum, sama halnya edukasi terkait bahaya narkoba dan HIV/AIDS," jelasnya. cr63
Workshop yang digelar Program Studi Kesehatan Masyarakat Unud yang bekerjasama dengan Liam Foundation dan Methanol itu juga mengusulkan adanya Satuan Tugas (Satgas) untuk mengkampanyekan tentang bahaya minuman keras oplosan pada sekolah-sekolah yang ada di Bali.
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud), dr Made Subrata IKM, menyatakan, persoalan miras oplosan yang sudah memasuki tahap darurat sangat penting dibentuknya Satgas untuk mencegah masuknya miras oplosan pada kalangan remaja, sehingga sangat perlu adanya kampanye anti miras oplosan.
"Situasi sekarang memasuki fase darurat dimana miras oplosan yang sudah menyebabkan puluhan orang meninggal sudah masuk ke ranah remaja bahkan pada anak yang masih dalam dunia pendidikan sehingga kita perlu memberikan pengetahuan melalui pendidikan dengan mengajak para guru untuk mengkampanyekan anti miras oplosan," katanya.
Bukan hanya itu, dr Subrata juga merekomendasikan perlu adanya regulasi yang melarang semua komponen pendidikan mengkonsumsi maupun membawa minuman keras oplosan ke ranah pendidikan. Rekomendasi itu berdasarkan masukan dari peserta yang terdiri dari para guru yang tergabung dalam PGRI Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.
Sementara dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang diwakili oleh Kepala Bidang Pelayanan Dr Ni Made Laksmiwati mengatakan, pihaknya belum mendapatkan laporan pasti terkait dengan korban miras oplosan. Namun, diakuinya, korban miras oplosan memang ada tetapi pihak keluarga tidak ada yang mau melaporkan kejadian itu, kendati pihak Dinkes sudah menyediakan Institusi Pemerintah Wajib Lapor (IPWL). "Kami belum mendapatkan laporan yang pasti terkait korban miras oplosan di Bali tahun 2016 ini walaupun kita sudah menyediakan IPWL namun kemungkinan pihak keluarga tidak mau melapor karena tekanan sosial yang dialami," jelasnya.
Katanya lagi, miras oplosan yang dikonsimsi merupakan racun dimana ketika metanol yang tercampur dalam minuman dikonsumsi itu akan cepat bereaksi pada tubuh, sama halnya dengan keracunan ikan. Bahkan ketika orang yang meminum miras oplosan harus sesegera mungkin dilakukan pertolongan karena massa reaksi alkohol sangat cepat.
Ketika orang minum kurang dari 20 jam kemungkinan bisa ditanggulangi, dan secepatnya diberikan minum susu sebanyak-banyaknya untuk pertolongan pertama sebelum mendapatkan tindakan lebih lanjut. Namun ketika sudah meminum miras oplosan setelah 20-70 jam maka tubuh akan mengeluarkan reaksi pada tubuh.
"Biasanya meminum miras oplosan kalo masih umur 17 tahun belum kelihatan reaksinya, ketika sudah umur 40 tahun keatas maka reaksinya ada pada pengelihatan yang mulai rabun, mual, dan mengalami sakit pada bagian jantung. Yang paling riskan adalah jantung," jelasnya.
Sementara Ketua PGRI Bali, Dr Gede Wenten Aryasudha MPd mengatakan larangan terkait minuman keras oplosan sejatinya setiap sekolah telah mengatur dalam tata tertib sekolah, termasuk larangan membawa gambar yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan. "Edukasi terkait bahaya minuman keras oplosan juga bisa diintegrasikan di dalam pelajaran seperti Budi Pekerti sehingga dapat dikategorikan masuk kurikulum, sama halnya edukasi terkait bahaya narkoba dan HIV/AIDS," jelasnya. cr63
1
Komentar