BI : Dunia Usaha Bali Membaik
Banyak UKM kesulitan likuiditas, Asephi lewatkan dua event untuk jualan
DENPASAR,NusaBali
Kondisi dunia usaha di Bali menunjukkan perbaikan di triwulan III 2020. Perbaikan terjadi pada semua sektor usaha. Namun demikian masih dalam kondisi terkontraksi dengan level yang lebih dalam daripada nasional. Hal tersebut terungkap dari webinar dengan topik Survei Bicara (Surya) ‘Tantangan dan Peluang Usaha Dalam Tata Kehidupan Normal Baru’ yang digelar Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Bali (KPwBI Bali), Jumat (23/10).
Berdasar Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan kondisi 4 jenis dunia usaha yakni akomodasi makanan dan minuman (Akmamin), Pertanian Kehutanan dan Perikanan, disusul Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran menunjukkan kondisi membaik tersebut.
Akmamin pada triwulan II minus – 17,55 persen. Pada triwulan III membaik menjadi -9,75 persen. Usaha Pertanian Kehutanan dan Perikanan pada triwulan II -12,18 persen, pada triwulan III membaik menjadi -8, 17 persen.
Kemudian usaha jasa konstruksi dari -8,88 persen pada triwulan II membaik kondisinya sehingga menjadi -0,00 persen. Usaha Perdagangan besar dan eceran -8,70 persen juga membaik menjadi -1,89 persen.Kondisi membaik dunia usaha ini juga didukung perkembangan kapasitas produksi.
Direktur Kantor KPwBI Bali Rizki Wimanda menyatakan kapasitas produksi sudah menunjukkan perbaikan meskipun masih dibawah kondisi normal.
Dijelaskan kapasitas produksi pada triwulan III mencapai 67,6 persen, lebih tinggi dari triwulan II sebesar 59,7 persen. Namun demikian tetap dibawah rata-rata tahun 2019 sebesar 88,3 persen.
Indikasi lain menunjukkan perbaikan ekonomi Bali adalah penjualan eceran pada triwulan III. Hal itu ditandai dengan kontraksi yang tidak sedalam triwulan sebelumnya. Dikatakan penjualan ritel pada bulan Agustus 2020 menurun -31,7 persen sedikit lebih baik dibanding kondisi Juli yang turun lebih dalam yakni 33,8 persen. Sementara itu kinerja pada bulan September diperkirakan akan membaik kembali.
Indek Keyakinan Konsumen (IKK) di Bali pada triwulan III juga menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan II. “Meskipun masih berada di level pesimis serta dibawah nasional,” ucap Rizki Wimanda. Sampai bulan Oktober, perbaikan indeks keyakinan konsumen tersebut masih berlanjut.
Di pihak lain dampak pandemi Covid-19 menyebabkan sektor usaha kecil menengah (UMKM) benar-benar terpuruk. Salah satunya industri kerajinan atau handicraft. “Dampak pandemi Covid-19 ini ke segala lini,” ujar Ketua DPD Asosiasi Produsen dan Eksportir Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Darma Siaja.
Menurut Darma Siadja, kondisi ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 beda dengan kondisi ekonomi krismon 1998. Ketika itu lanjutnya, justru UMKM yang masih mampu bertahan dan menyelamatkan ekonomi. Tetapi untuk saat ini UMKM, juga sama keadaannya. “Tidak ada yang terkecuali,” ujar pemilik CV Darma Siadja ini.
Biasanya Asephi bisa menggelar pameran rutin yakni Inacraft pada bulan April. Namun karena pandemi Covid-19, event serupa pada Oktober yakni Craftina juga tidak bisa dilakukan. Padahal kedua event tersebut merupakan moment andalan bagi pelaku industri kerajinan untuk melakukan penjualan.
Karena itulah Darma Siadja menyatakan banyak pengusaha (UMKM) yang mengalami kesulitan likuiditas. Dia pun berharap industri perbankan bisa membantu, memberi bantuan likuiditas. “Tentunya secara selektif,” harapnya.
Webinar juga menghadirkan Ibrahim Rochman dari Chief Economist Samudra Indonesia Research Initiative. Dia menyorot salah satu kendala ekspor adalah terbatasnya box (container) yang menyebabkan fee trade meningkat. “Itu karena adanya pembatasan,” ujarnya. Misalnya dari awalnya fee trade Rp 50 juta ber box, meningkat menjadi Rp 100 juta per box. *k17
Kondisi dunia usaha di Bali menunjukkan perbaikan di triwulan III 2020. Perbaikan terjadi pada semua sektor usaha. Namun demikian masih dalam kondisi terkontraksi dengan level yang lebih dalam daripada nasional. Hal tersebut terungkap dari webinar dengan topik Survei Bicara (Surya) ‘Tantangan dan Peluang Usaha Dalam Tata Kehidupan Normal Baru’ yang digelar Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Bali (KPwBI Bali), Jumat (23/10).
Berdasar Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan kondisi 4 jenis dunia usaha yakni akomodasi makanan dan minuman (Akmamin), Pertanian Kehutanan dan Perikanan, disusul Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran menunjukkan kondisi membaik tersebut.
Akmamin pada triwulan II minus – 17,55 persen. Pada triwulan III membaik menjadi -9,75 persen. Usaha Pertanian Kehutanan dan Perikanan pada triwulan II -12,18 persen, pada triwulan III membaik menjadi -8, 17 persen.
Kemudian usaha jasa konstruksi dari -8,88 persen pada triwulan II membaik kondisinya sehingga menjadi -0,00 persen. Usaha Perdagangan besar dan eceran -8,70 persen juga membaik menjadi -1,89 persen.Kondisi membaik dunia usaha ini juga didukung perkembangan kapasitas produksi.
Direktur Kantor KPwBI Bali Rizki Wimanda menyatakan kapasitas produksi sudah menunjukkan perbaikan meskipun masih dibawah kondisi normal.
Dijelaskan kapasitas produksi pada triwulan III mencapai 67,6 persen, lebih tinggi dari triwulan II sebesar 59,7 persen. Namun demikian tetap dibawah rata-rata tahun 2019 sebesar 88,3 persen.
Indikasi lain menunjukkan perbaikan ekonomi Bali adalah penjualan eceran pada triwulan III. Hal itu ditandai dengan kontraksi yang tidak sedalam triwulan sebelumnya. Dikatakan penjualan ritel pada bulan Agustus 2020 menurun -31,7 persen sedikit lebih baik dibanding kondisi Juli yang turun lebih dalam yakni 33,8 persen. Sementara itu kinerja pada bulan September diperkirakan akan membaik kembali.
Indek Keyakinan Konsumen (IKK) di Bali pada triwulan III juga menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan II. “Meskipun masih berada di level pesimis serta dibawah nasional,” ucap Rizki Wimanda. Sampai bulan Oktober, perbaikan indeks keyakinan konsumen tersebut masih berlanjut.
Di pihak lain dampak pandemi Covid-19 menyebabkan sektor usaha kecil menengah (UMKM) benar-benar terpuruk. Salah satunya industri kerajinan atau handicraft. “Dampak pandemi Covid-19 ini ke segala lini,” ujar Ketua DPD Asosiasi Produsen dan Eksportir Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Darma Siaja.
Menurut Darma Siadja, kondisi ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 beda dengan kondisi ekonomi krismon 1998. Ketika itu lanjutnya, justru UMKM yang masih mampu bertahan dan menyelamatkan ekonomi. Tetapi untuk saat ini UMKM, juga sama keadaannya. “Tidak ada yang terkecuali,” ujar pemilik CV Darma Siadja ini.
Biasanya Asephi bisa menggelar pameran rutin yakni Inacraft pada bulan April. Namun karena pandemi Covid-19, event serupa pada Oktober yakni Craftina juga tidak bisa dilakukan. Padahal kedua event tersebut merupakan moment andalan bagi pelaku industri kerajinan untuk melakukan penjualan.
Karena itulah Darma Siadja menyatakan banyak pengusaha (UMKM) yang mengalami kesulitan likuiditas. Dia pun berharap industri perbankan bisa membantu, memberi bantuan likuiditas. “Tentunya secara selektif,” harapnya.
Webinar juga menghadirkan Ibrahim Rochman dari Chief Economist Samudra Indonesia Research Initiative. Dia menyorot salah satu kendala ekspor adalah terbatasnya box (container) yang menyebabkan fee trade meningkat. “Itu karena adanya pembatasan,” ujarnya. Misalnya dari awalnya fee trade Rp 50 juta ber box, meningkat menjadi Rp 100 juta per box. *k17
Komentar