Bagus Natya Pentaskan Wayang Ramayana di Korea
Wayang kulit, kini adalah kesenian yang langka peminatnya. Generasi muda yang mau sungguh-sungguh menggeluti teater tua ini tak begitu banyak.
Diantara anak muda Bali yang menekuni seni pentas bayang-bayang itu adalah I Bagus Widjna Bratanatyam yang akrab dipanggil Natya. Pemuda kelahiran 18 April 1989 ini, sejak bocah telah menggeluti kesenian wayang. Jejak-jejak pendidikan formalnya pun fokus pada seni pertunjukan boneka kulit wayang sebagai seni adi luhung Indonesia yang telah diakui badan dunia PBB bidang Kebudayaan, Unesco, yang merupakan warisan seni budaya agung dunia.
“Wayang dengan nilai-nilai luhurnya sudah sepatutnya kita sayangi, jaga keadiluhungan, dan gali kembangkan potensinya di tengah dinamika kehidupan masa kini,” ujar Natya yang kini menjadi dosen di ISI Denpasar. Apa yang terucap dari bibir dalang wayang kulit yang juga praktisi dramatari topeng ini telah ia lakoni pada karir kesenimananya dan konsentrasi akademisnya. Setelah melewati pembelajaran seni pedalangan pada masa kanak-kanak, di usia remaja, Natya mampu menunjukkan prestasinya sebagai Juara I Lomba Dalang Remaja Se-Bali pada Pesta Kesenian bali (PKB) tahun 2012. Setahun kemudian, 2013, ia diutus sebagai duta Bali dalam Festival Dalang Muda Nasional yang digelar di Jakarta.
Perjalanan Natya sebagai seniman seni pedalangan, selain mendapat tempaan dari lingkungannya di Banjar Babakan Sukawati yang dikenal sebagai salah satu kantong kesenian wayang, juga melalui pendidikan formal. Jenjang sekolah menengah atasnya ia tempuh di Kokar atau SMK Negeri 3 Sukawati dengan mengambil Jurusan Pedalangan. Demikian pula ketika menapak masa kuliah, pemuda yang gemar membaca ini, mendaki lurus menyuntuki teater wayang di Jurusan Pedalangan ISI Denpasar. Di jenjang S1 perguruan tinggi ini ia lebih memilih disiplin pengkajian. Bidang pengkajian seni diperdalam lagi oleh putra pasangan Kadek Suartaya dan Ni Made Sudiasih ini, ketika melanjutkan pendidikannya di Pasca Sarjana (S2) di ISI Denpasar.
Saat menuntaskan pendidikan S2-nya itu, Bagus Natya mengangkat tesis dengan judul ‘Karakterisasi Tokoh Sugriwa dalam Wayang Kulit Ramayana gaya Sukawati’. Selain telah terbiasa menyajikan wayang parwa yang mengangkat cerita Mahabharata, Natya menaruh perhatian terhadap keberadaan wayang Ramayana yang semakin terpinggir. “Melalui tesis itu saya mengungkap nilai-nilai keindahan, aspek filosofinya, dan kandungan pesan moral yang ada dalam wayang Ramayana,” ungkap Natya, serius. Selain melalui karya tulis ilmiah, kepeduliannya terhadap wayang Ramayana juga ditunjukkannya dengan langsung mementaskan wayang kulit Ramayana.
Sajian wayang Ramayana yang disajikan Natya bukan hanya di Bali, namun sempat juga dipertunjukkannya di luar negeri, yaitu di Korea Selatan tahun 2014 lalu. Dalam sebuah forum seni budaya yang bertajuk Storytelling Asia, Asian Myths: A Treasure Trouve for the 21 st Century Imagination, Bagus Natya menyuguhkan pementasan wayang Ramayana dengan judul “War and Peace” (Perang dan Damai) yang mengisahkan perang dahsyat antara Rama dengan Rahwana yang diakhiri dengan ungkapan cinta penuh damai pertemuan kembali Rama dengan Sita.
Penampilan Natya dikemas secara terbuka alias tanpa layar/kelir (seperti pementasan Wayang Gedog di Bali). Penonton menyimak secara menyeluruh aksi sang dalang. Mimik Natya ketika memainkan beragam karater tokoh wayang disimak dengan gamblang. Pagelaran wayang Ramayana sajian Dalang Natya mampu membuat penonton penasaran. Sehabis pementasan, penonton merangsek mendekati panggung. Kera putih Anoman yang jadi pahlawan dalam pementasan itu tampak begitu digandrungi. Meosjin, seru mereka dalam bahasa Korea yang artinya mengagumkan. “Kini di Korea, sedang tumbuh perhatian dan apresiasi tinggi terhadap seni tradisi yang sering sengaja didatangkan dari seluruh penjuru dunia, “ ujar Bagus Natya mengungkapkan kesannya pada lawatannya di Negeri Ginseng mementaskan seni tradisi Bali, wayang kulit Ramayana.
1
Komentar