Polda Dalami Laporan AWK
Kubu Sandhi Murti Tuding AWK Sengaja Pancing Keributan
Arya Wedakarna tidak merasa bersalah atas statemen kontroversialnya terkait Ida Batara dan seks bebas
DENPASAR, NusaBali
Jajaran Polda Bali masih dalami kasus dugaan penganiayaan yang dilaporkan anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS, seusai aksi demo yang berakhir ricuh di kantornya, Rabu (28/10) siang. Polisi menduga ada tiga orang yang pukul sang senator. Sementara, pihak Perguruan Sandhi Murti Bali tuding Arya Wedakarna (AWK) sengaja pancing keributan dengan acungkan tangan mengepal.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Dodi Rahmawan, mengatakan hingga Kamis (29/10) pihaknya masih memproses laporan AWK. "Kami masih memeriksa saksi-saksi. Tim juga masih kumpulkan barang bukti. Jadi, masih didalami kasusnya," ujar Kombes Dodi saat dikonfirmasi di Denpasar, Kamsi kemarin.
Kombes Dodi menyebutkan, dari penyelidikan awal, pelaku pemukulan terhadap AWK diduga berjumlah tiga orang. Salah satu dari tiga orang itu sudah teridentifikasi berinisial GAP. Namun, Kombes Dodi enngan menjelaskan apakah GAP itu yang melakukan pemukulan di bagian kepala, wajah, atau lengan AWK.
AWK sendiri sebelumnya melapor ke Mapolda Bali di Jalan WR Supratman 7 Denpasar, Rabu siang sekitar pukul 14.00 Wita. Kombes Dodi menjelaskan, laporan dilakan atas aksi demo yang ricuh dan disertai dugaan pemukulan terhadap AWK di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, siang sekitar pukul 12.30 Wita.
Dalam laporannya, AWK mengaku sudah bersedia untuk bertemu dengan perwakilan massa di lokasi kejadian. "Sekitar pukul 12.20 Wita, sekelompok massa sudah ada di depan Kantor DPD RI Provinsi Bali dan melakukan orasi yang menyerang pribadi pelapor. Kemudian, tim protokol DPD RI bersama saksi dan aparat meminta pimpinan kelompok massa mengirim perwakilan untuk bertemu dengan pelapor. Namun, permintaan ditolak dan meminta untuk ditemui langsung," papar Kombes Dodi.
Selanjutnya, AWK bersedia keluar menemui massa pendemo dan mengundang mereka untuk masuk ke gedung. Tapi, permintaan AWK ditolak. Padahal, AWK mengaku telah perintahkan tim protokol dan Pamdal DPD RI Provinsi Bali untuk membukakan pintu agar massa masuk ke gedung buat diajak dialog. Atas penolakan itu, AWK berinisiatif menemui pimpinan kelompok massa untuk mengajaknya dialog di dalam ruangan, namun tidak diindahkan. Terjadilah saling dorong antara aparat dan kelompok massa, lalu aksi pemukulan.
"Dari aksi pemukulan itu, menurut keterangan pelapor (AWK), mengenai pipi sebelah kanan hingga merasa sakit dan terlihat lebam. Juga luka lecet di tangan sebelah kanan dan kepala bagian tengah mengakibatkan rasa sakit (nyeri) yang diduga dilakukan oleh tiga orang," tabdas Kombes Dodi.
Sementara, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, mengungkapkan insiden di halaman Kantor DPD RI Dapil Bali siang itu terjadi karena AWK sendiri yang memancing kericuhan. Masalahnya, AWK keluar dari dalam kantornya sambil mengacungkan tangan mengepal.
"Itu maksudnya apa? Dia ajak berantem. Pantas saja orang terpancing,” tandas Ngurah Harta dalam keterangan persnya seusai insiden, Rabu siang. “Kalau dia (AWK) melapor ke polisi, itu hak dia. Sebenarnya, tidak ada pemukulan dalam insiden itu. Kami (massa dari Perguruan Sandhi Murti Bali, Red) tidak mau dialog, karena kami bukan kompromis. Nanti kalau dialog, dia sendiri yang bicara," terang Ngurah Harta.
Ngurah Harta terang-terangan menyebut AWK orang gila. AWK disebut sakit, karena lupa dengan pernyataannya sendiri. Menurut Ngurah Harta, massa Perguruan Sandhi Murti Bali bersama perwakilan warga Kecamatan Nusa Penida, Klungkung dan lainnya datang ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Rabu siang, karena diundang oleh AWK sendiri.
"AWK yang ajak bertemu. Omong kosong kalau dia bilang tidak tahu. Dia kok yang undang untuk berdialog. Tapi, kami tidak mau dialog. Kami mau demo dan berorasi. Kami sebagai masyarakat Bali sangat tersinggung dengan pelecehan terhadap simbol yang dipuja krama Bali oleh lontaran AWK," katanya.
"Ratu Niang dan Ratu Gede yang merupakan sosok yang sangat disucikan oleh krama Bali, disebut makhluk oleh AWK. Dia itu manusia sakit, lupa dengan omongannya sendiri. Harusnya dia ke rumah sakit jiwa. Masa yang disucikan orang Bali dibilang makhluk? Dia kan Doktor, mestinya tidak bicara seperti itu. Jangan bicara agama kalau seperti itu. Jadi pedharma wacana saja kalau mau bicara agama," sindir Ngurah Harta.
Paparan senada disampaikan oleh Panglima Puskor Hindunesia, Dewa Made Sudewa dan perwakilan masyarakat Nusa Penida, Nengah Jana. Menurut Made Sudewa, banyak pernyataan AWK yang menyakitkan bagi masyarakat Bali. "Taksu Bali dilecehkan AWK. Setiap orang yang merasa orang Bali, pasti tersinggung dengan pernyataan AWK itu. Jadi, kami siap dukung Sandhi Murti," tegas Sudewa.
Sedangkan Nengah Jana tidak bisa menerima alasan apa pun dari AWK soal Ida Batara Ped disebut makhluk. “Bagaimana tidak, sosok yang sangat disucikan umat Hindu Bali, seperti Ratu Niang dan Ratu Gede, dibilang makhluk oleh AWK?” sergah Nengah Jana. "Kami sangat tersinggung dan marah dengan pernyataan AWK tentang Pura Dalem Ped. AWK melecehkan Ratu Gede Mecaling. Tolong AWK datang ke Nusa Penida untuk meminta maaf atas pernyataannya yang sangat mele-cehkan itu," lanjut pria asal Banjar Antap, Desa Batu Kandik, Kecamatan Nusa Penida ini.
Sementara itu, AWK tidak merasa bersalah atas statemennya yang menjadi polemik di masyarakat. Menurut AWK, statemen yang dianggap kontroversial oleh masyarakat Bali itu, semua ada dasarnya.
Setidaknya, ada dua pernyataan AWK yang memicu polemik. Pertama, statemen AWK bahwa Ida Batara Dalem Ped, Ida Batara Tohlangkir Gunung Agung, dan Ratu Niang bukanlah Dewa, melainkan makhluk suci. Penyataan ini yang memicu kemarahan besar masyarakat. Kedua, statemen AWK yang setuju anak-anak melakukan seks bebas, asalkan pakai kondom. Pernyataannya itu disampaikan dalam sebuah acara pada salah satu SMA di Tabanan.
AWK mengakui, pernyataan tentang keyakinan Hindu Bali itu sudah dilakukan klarifikasi kepada beberapa organisasi Hindu. "Itu adalah pendapat dan keyakinan saya. Sebagai orang Hindu, saya bertugas untuk berkotbah dharmawancana dalam acara resmi," kilah AWK.
Penafsiran kitab suci dan penafsiran agama oleh setiap individu, kata AWK, adalah sah-sah saja, melihat segala sesuatunya dari prespektif berbeda. "Dalam kalimat saya tidak ada yang menyinggung. Terkait hal itu pun saya terbuka. Kantor DPD RI selalu terbuka. Kalau ada yang belum jelas, ayo kita dialog dan klarifikasi," katanya.
Soal pernyataannya terkait Pura Delem Ped di Nusa Penida, menurut AWK, itu landasannya adalah kitab suci dan diajarkan oleh leluhurnya. Pernyataannya itu ada di Bhagawad Gita Bab 9 Sloka 25. "Itu ada. Apa yang saya ungkapkan itu cuma seperti membaca kitab suci saja. Terserah umat mencermatinya seperti apa. Bagi saya, itu biasa-biasa saja. Bahkan, banyak yang merasa tercerahkan," dalihnya.
Terkait pernyataannya tentang seks bebas asal pakai kondom, menurut AWK, juga ada dasarnya. Pernyataan itu ini adalah mengamanatkan Peraturan Pemerintah Tahun 2014 tentang Pencegahan Penyebaran HIV/Aids. Selain itu, juga Peraturan Pemerintah tntang Keluarga Berencana.
"Ketika saya berbicara itu, saya sedang membela peraturan perundang-undangan. Karena data yang saya peroleh, Bali masuk peringkat dua di Indonesia masalah pernikahan usia dini. Dan, fenomena itu di Bali banyak terjadi. Berbicara itu kewajiban saya sebagai anggota DPD RI. Bagi saya, ini tidak apa-apa. Ini membuka ruang untuk berdialog." *pol
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Dodi Rahmawan, mengatakan hingga Kamis (29/10) pihaknya masih memproses laporan AWK. "Kami masih memeriksa saksi-saksi. Tim juga masih kumpulkan barang bukti. Jadi, masih didalami kasusnya," ujar Kombes Dodi saat dikonfirmasi di Denpasar, Kamsi kemarin.
Kombes Dodi menyebutkan, dari penyelidikan awal, pelaku pemukulan terhadap AWK diduga berjumlah tiga orang. Salah satu dari tiga orang itu sudah teridentifikasi berinisial GAP. Namun, Kombes Dodi enngan menjelaskan apakah GAP itu yang melakukan pemukulan di bagian kepala, wajah, atau lengan AWK.
AWK sendiri sebelumnya melapor ke Mapolda Bali di Jalan WR Supratman 7 Denpasar, Rabu siang sekitar pukul 14.00 Wita. Kombes Dodi menjelaskan, laporan dilakan atas aksi demo yang ricuh dan disertai dugaan pemukulan terhadap AWK di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, siang sekitar pukul 12.30 Wita.
Dalam laporannya, AWK mengaku sudah bersedia untuk bertemu dengan perwakilan massa di lokasi kejadian. "Sekitar pukul 12.20 Wita, sekelompok massa sudah ada di depan Kantor DPD RI Provinsi Bali dan melakukan orasi yang menyerang pribadi pelapor. Kemudian, tim protokol DPD RI bersama saksi dan aparat meminta pimpinan kelompok massa mengirim perwakilan untuk bertemu dengan pelapor. Namun, permintaan ditolak dan meminta untuk ditemui langsung," papar Kombes Dodi.
Selanjutnya, AWK bersedia keluar menemui massa pendemo dan mengundang mereka untuk masuk ke gedung. Tapi, permintaan AWK ditolak. Padahal, AWK mengaku telah perintahkan tim protokol dan Pamdal DPD RI Provinsi Bali untuk membukakan pintu agar massa masuk ke gedung buat diajak dialog. Atas penolakan itu, AWK berinisiatif menemui pimpinan kelompok massa untuk mengajaknya dialog di dalam ruangan, namun tidak diindahkan. Terjadilah saling dorong antara aparat dan kelompok massa, lalu aksi pemukulan.
"Dari aksi pemukulan itu, menurut keterangan pelapor (AWK), mengenai pipi sebelah kanan hingga merasa sakit dan terlihat lebam. Juga luka lecet di tangan sebelah kanan dan kepala bagian tengah mengakibatkan rasa sakit (nyeri) yang diduga dilakukan oleh tiga orang," tabdas Kombes Dodi.
Sementara, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, mengungkapkan insiden di halaman Kantor DPD RI Dapil Bali siang itu terjadi karena AWK sendiri yang memancing kericuhan. Masalahnya, AWK keluar dari dalam kantornya sambil mengacungkan tangan mengepal.
"Itu maksudnya apa? Dia ajak berantem. Pantas saja orang terpancing,” tandas Ngurah Harta dalam keterangan persnya seusai insiden, Rabu siang. “Kalau dia (AWK) melapor ke polisi, itu hak dia. Sebenarnya, tidak ada pemukulan dalam insiden itu. Kami (massa dari Perguruan Sandhi Murti Bali, Red) tidak mau dialog, karena kami bukan kompromis. Nanti kalau dialog, dia sendiri yang bicara," terang Ngurah Harta.
Ngurah Harta terang-terangan menyebut AWK orang gila. AWK disebut sakit, karena lupa dengan pernyataannya sendiri. Menurut Ngurah Harta, massa Perguruan Sandhi Murti Bali bersama perwakilan warga Kecamatan Nusa Penida, Klungkung dan lainnya datang ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Rabu siang, karena diundang oleh AWK sendiri.
"AWK yang ajak bertemu. Omong kosong kalau dia bilang tidak tahu. Dia kok yang undang untuk berdialog. Tapi, kami tidak mau dialog. Kami mau demo dan berorasi. Kami sebagai masyarakat Bali sangat tersinggung dengan pelecehan terhadap simbol yang dipuja krama Bali oleh lontaran AWK," katanya.
"Ratu Niang dan Ratu Gede yang merupakan sosok yang sangat disucikan oleh krama Bali, disebut makhluk oleh AWK. Dia itu manusia sakit, lupa dengan omongannya sendiri. Harusnya dia ke rumah sakit jiwa. Masa yang disucikan orang Bali dibilang makhluk? Dia kan Doktor, mestinya tidak bicara seperti itu. Jangan bicara agama kalau seperti itu. Jadi pedharma wacana saja kalau mau bicara agama," sindir Ngurah Harta.
Paparan senada disampaikan oleh Panglima Puskor Hindunesia, Dewa Made Sudewa dan perwakilan masyarakat Nusa Penida, Nengah Jana. Menurut Made Sudewa, banyak pernyataan AWK yang menyakitkan bagi masyarakat Bali. "Taksu Bali dilecehkan AWK. Setiap orang yang merasa orang Bali, pasti tersinggung dengan pernyataan AWK itu. Jadi, kami siap dukung Sandhi Murti," tegas Sudewa.
Sedangkan Nengah Jana tidak bisa menerima alasan apa pun dari AWK soal Ida Batara Ped disebut makhluk. “Bagaimana tidak, sosok yang sangat disucikan umat Hindu Bali, seperti Ratu Niang dan Ratu Gede, dibilang makhluk oleh AWK?” sergah Nengah Jana. "Kami sangat tersinggung dan marah dengan pernyataan AWK tentang Pura Dalem Ped. AWK melecehkan Ratu Gede Mecaling. Tolong AWK datang ke Nusa Penida untuk meminta maaf atas pernyataannya yang sangat mele-cehkan itu," lanjut pria asal Banjar Antap, Desa Batu Kandik, Kecamatan Nusa Penida ini.
Sementara itu, AWK tidak merasa bersalah atas statemennya yang menjadi polemik di masyarakat. Menurut AWK, statemen yang dianggap kontroversial oleh masyarakat Bali itu, semua ada dasarnya.
Setidaknya, ada dua pernyataan AWK yang memicu polemik. Pertama, statemen AWK bahwa Ida Batara Dalem Ped, Ida Batara Tohlangkir Gunung Agung, dan Ratu Niang bukanlah Dewa, melainkan makhluk suci. Penyataan ini yang memicu kemarahan besar masyarakat. Kedua, statemen AWK yang setuju anak-anak melakukan seks bebas, asalkan pakai kondom. Pernyataannya itu disampaikan dalam sebuah acara pada salah satu SMA di Tabanan.
AWK mengakui, pernyataan tentang keyakinan Hindu Bali itu sudah dilakukan klarifikasi kepada beberapa organisasi Hindu. "Itu adalah pendapat dan keyakinan saya. Sebagai orang Hindu, saya bertugas untuk berkotbah dharmawancana dalam acara resmi," kilah AWK.
Penafsiran kitab suci dan penafsiran agama oleh setiap individu, kata AWK, adalah sah-sah saja, melihat segala sesuatunya dari prespektif berbeda. "Dalam kalimat saya tidak ada yang menyinggung. Terkait hal itu pun saya terbuka. Kantor DPD RI selalu terbuka. Kalau ada yang belum jelas, ayo kita dialog dan klarifikasi," katanya.
Soal pernyataannya terkait Pura Delem Ped di Nusa Penida, menurut AWK, itu landasannya adalah kitab suci dan diajarkan oleh leluhurnya. Pernyataannya itu ada di Bhagawad Gita Bab 9 Sloka 25. "Itu ada. Apa yang saya ungkapkan itu cuma seperti membaca kitab suci saja. Terserah umat mencermatinya seperti apa. Bagi saya, itu biasa-biasa saja. Bahkan, banyak yang merasa tercerahkan," dalihnya.
Terkait pernyataannya tentang seks bebas asal pakai kondom, menurut AWK, juga ada dasarnya. Pernyataan itu ini adalah mengamanatkan Peraturan Pemerintah Tahun 2014 tentang Pencegahan Penyebaran HIV/Aids. Selain itu, juga Peraturan Pemerintah tntang Keluarga Berencana.
"Ketika saya berbicara itu, saya sedang membela peraturan perundang-undangan. Karena data yang saya peroleh, Bali masuk peringkat dua di Indonesia masalah pernikahan usia dini. Dan, fenomena itu di Bali banyak terjadi. Berbicara itu kewajiban saya sebagai anggota DPD RI. Bagi saya, ini tidak apa-apa. Ini membuka ruang untuk berdialog." *pol
1
Komentar