AWK Dipolisikan Terkait 'Penodaan' Agama
Arya Wedakarna dipolisikan balik hanya dua hari setelah anggota DPD RI ini melapor ke Polda Bali atas dugaan penganiayaan oleh pendemo
DENPASAR, NusaBali
Dua hari pasca anggota DPD RI Dapil Bali Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS melapor ke Polda Bali atas dugaan penganiayaan, Jumat (30/10) gantian sang senator yang dilaporkan ke polisi. Kali ini, Arya Wedakarna alias AWK dipolisikan atas dugaan tindak pidana penodaan agama.
Ada dua orang yang melaporkan AWK ke Dit Reskrimsus Polda Bali, Jumat pagi, masing-masing I Nengah Jana, 30 (warga Dusun Dungkap II, Desa Batu Kandik, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung) dan I Gusti Ngurah Rama Sardula, 51 (asal Banjar Pengembungan, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar). Kedua pelapor merupakan bagian dari massa pendemo yang sebelumnya dilaporkan AWK ke Dit Reskrimum Polda Bali, Rabu (28/10) siang, usai aksi demo yang berakhir ricuh di Kantor DPD RI Perwakilan Bali.
Saat mendatangi Polda Bali di Jalan WR Supratman 7 Denpasar Timur untuk melaporkan AWK, Jumat pagi pukul 10.00 Wita, kedua pelapor didampingi 6 advokat yang dikomandoi I Nengah Yasa Adi Susanto. Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, juga ikut hadir bersama beberapa orang lainnya. Pelapor Nengah Jana dan IGN Rama Sardula melapor dengan membawa bukti rekaman video pernyataan AWK yang diduga penodaan agama, hingga menyulut kontroversi.
Tiga hal menjadi dasar bagi pelapor untuk melaporkan AWK ke Polda Bali. Pertama, AWK dituding melecehkan simbol-simbol yang dipuja krama Bali. AWK tidak hanya sekadar melecehkan, tapi diduga merendahkan Ida Bhatara Dalem Ped yang berstana di Pura Dalem Ped, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
Kedua, melalui videonya yang tersebar luas di berbagai media sosial, AWK menyebutkan bahwa sosok yang disucikan oleh umat Hindu di Nusa Penida seperti Ratu Niang dan Ratu Gede, juga Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir, dikatakan bukan Dewa, tetapi sebagai mahkluk.
Ketiga, AWK membebaskan remaja untuk seks bebas asalkan pakai kondom. Pernyataan terkait seks bebas itu disampaikan AWK saat menghadiri acara di salah satu SMA di Tabanan, dengan audiens anak-anak sekolah. Bukan hanya itu, AWK juga menyatakan bahwa orang yang lahir dari ibu hamil sebelum menikah akan menjadi anggota Ormas, jadi anak bebinjat, anak yang lahir dari neraka, dan jadi orang korupsi.
Menurut penasihat hukum kedua pelapor, I Nengah Yasa Adi Susanto, ketiga poin yang menjadi dasar pelaporan tersebut terbagi dua. Pertama, ada dugaan tindak pidana yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016.
Kedua, ada dugaan tindak pidana mengeluarkan perasaan atau perbuatan atau tindakan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, khususnya Agama Hindu, sebagaimana dimaksud pada Pasal 156 KUHP dan Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. "Semua pernyataan AWK itu ada rekaman videonya. Dalam video itu, AWK mengatakan Dewa yang orang Bali puja itu adalah makhluk. Selain itu, terkait dengan pernyataan boleh seks bebas asal pakai kondom, yang dilontarkan di hadapan siswa SMA di Tabanan," papar Yasa Adi.
Yasa Adi menambahkan, pokok persoalannya adalah upload di Medsos menyangkut hal-hal yang sangat mengganggu masyarakat Bali, khususnya krama Nusa Penida. "Ungkapan AWK itu melukai perasaan masyarakat Bali yang sangat menyucikan Ratu Niang, Ratu Gede, dan Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir," tandas Yasa Adi.
Sementara, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, mengatakan statemen AWK itu merusak tatanan tradisi dan keyakinan Bali. Sebab, AWK bilang semua yang dipuja orang Bali adalah makhluk. "Masa Ratu Niang, Ratu Gede Dalem Ped, dan Bhatara Sang Hyang Tohlangkir dikatakan makhluk? Ini kebangetan. Ini tidak sesuai dengan apa yang kami yakini di Bali. Kalau dia (AWK) orang Bali, mestinya tidak berbicara seperti itu. Apalagi, dia seorang anggota DPD RI," protes Ngurah Harta.
Ngurah Harta mengatakan, AWK sebagai anggota DPD RI Dapil Bali telah memprovokasi masyarakat sendiri. "Seluruh masyarakat Bali marah dengan ucapannya itu. Supaya tidak terjadi anarkis, makanya kami bikin laporan ke polisi," tegas Ngurah Harta.
Ini untuk kesekian kalinya AWK dipolisikan. Sebelumnya, AWK sempat beberapa kali dilaporkan ke polisi. Termasuk dipolisikan karena mengaku dirinya sebagai Raja Majapahit, sehingga dianggap mengaburkan sejarah. Selain itu, senator yang mantan Rektor Universitas Mahendradatta Denpasar ini juga sempat dipolisikan atas dugaan melecehkan sulinggih, dilaporkan atas dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap ajudannya. Namun, semua laporan itu tidak ada kelanjutannya.
Kini, AWK kembali dilaporkan ke Polda Bali atas statemen kontroversialnya terkait Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir, Ratu Niang, dan Ratu Gede Dalem Ped disebut sebagai makhluk.
Dua hari sebelum dipolisikan, AWK lebih dulu melaporkan dugaan penganiayaan terhadap dirinya saat aksi demo di Kantor DPD RI Perwakilan Bali ke Polda Bali, Rabu siang. Massa yang demo kala itu, antara lain, dari Perguruan Sandhi Murti Bali dan perwakilan warga Nusa Penida. Aksi demo berakhir ricuh, di mana diduga ada 3 orang yang memukul AWK. Pihak pendemo mengklaim bahwa kericuhan tersebut sengaja dipancing oleh AWK.
Sementara itu, AWK menanggapi dingin laporan dugaan penodaan agama yang dilaporkan pihak pendemo. Menurut AWK, itu adalah hak masyarakat. "Terkait laporan, nggak apa, silakan saja, itu hak masyarakat. Yang pasti kan sebagai pejabat politik, saya memiliki hak untuk berpendapat. Baca UU MD3 2014, 2018, tentang hak anggota DPD. Jadi, seorang wakil rakyat, anggota DPD RI tidak bisa dituntut, karena pendapatnya terkait dengan sedang bekerja atau Tupoksi. Saya menanggapinya biasa-biasa saja," ujar AWK di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin.
AWK juga mengatakan bahwa dalam ajaran Agama Hindu, Dewa (Devagari) adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). “Saya adalah umat Hindu. Mana mungkin saya menodai agama sendiri? Apalagi di mana-mana ada umat Hindu tertindas. Saya maju untuk membela. Nah, yang diributkan sekarang itu adalah video sekitar tahun 2017. Video itu diedit dan dipotong-potong,” tandas AWK. *pol
Ada dua orang yang melaporkan AWK ke Dit Reskrimsus Polda Bali, Jumat pagi, masing-masing I Nengah Jana, 30 (warga Dusun Dungkap II, Desa Batu Kandik, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung) dan I Gusti Ngurah Rama Sardula, 51 (asal Banjar Pengembungan, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar). Kedua pelapor merupakan bagian dari massa pendemo yang sebelumnya dilaporkan AWK ke Dit Reskrimum Polda Bali, Rabu (28/10) siang, usai aksi demo yang berakhir ricuh di Kantor DPD RI Perwakilan Bali.
Saat mendatangi Polda Bali di Jalan WR Supratman 7 Denpasar Timur untuk melaporkan AWK, Jumat pagi pukul 10.00 Wita, kedua pelapor didampingi 6 advokat yang dikomandoi I Nengah Yasa Adi Susanto. Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, juga ikut hadir bersama beberapa orang lainnya. Pelapor Nengah Jana dan IGN Rama Sardula melapor dengan membawa bukti rekaman video pernyataan AWK yang diduga penodaan agama, hingga menyulut kontroversi.
Tiga hal menjadi dasar bagi pelapor untuk melaporkan AWK ke Polda Bali. Pertama, AWK dituding melecehkan simbol-simbol yang dipuja krama Bali. AWK tidak hanya sekadar melecehkan, tapi diduga merendahkan Ida Bhatara Dalem Ped yang berstana di Pura Dalem Ped, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
Kedua, melalui videonya yang tersebar luas di berbagai media sosial, AWK menyebutkan bahwa sosok yang disucikan oleh umat Hindu di Nusa Penida seperti Ratu Niang dan Ratu Gede, juga Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir, dikatakan bukan Dewa, tetapi sebagai mahkluk.
Ketiga, AWK membebaskan remaja untuk seks bebas asalkan pakai kondom. Pernyataan terkait seks bebas itu disampaikan AWK saat menghadiri acara di salah satu SMA di Tabanan, dengan audiens anak-anak sekolah. Bukan hanya itu, AWK juga menyatakan bahwa orang yang lahir dari ibu hamil sebelum menikah akan menjadi anggota Ormas, jadi anak bebinjat, anak yang lahir dari neraka, dan jadi orang korupsi.
Menurut penasihat hukum kedua pelapor, I Nengah Yasa Adi Susanto, ketiga poin yang menjadi dasar pelaporan tersebut terbagi dua. Pertama, ada dugaan tindak pidana yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016.
Kedua, ada dugaan tindak pidana mengeluarkan perasaan atau perbuatan atau tindakan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, khususnya Agama Hindu, sebagaimana dimaksud pada Pasal 156 KUHP dan Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. "Semua pernyataan AWK itu ada rekaman videonya. Dalam video itu, AWK mengatakan Dewa yang orang Bali puja itu adalah makhluk. Selain itu, terkait dengan pernyataan boleh seks bebas asal pakai kondom, yang dilontarkan di hadapan siswa SMA di Tabanan," papar Yasa Adi.
Yasa Adi menambahkan, pokok persoalannya adalah upload di Medsos menyangkut hal-hal yang sangat mengganggu masyarakat Bali, khususnya krama Nusa Penida. "Ungkapan AWK itu melukai perasaan masyarakat Bali yang sangat menyucikan Ratu Niang, Ratu Gede, dan Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir," tandas Yasa Adi.
Sementara, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti Bali, I Gusti Ngurah Harta, mengatakan statemen AWK itu merusak tatanan tradisi dan keyakinan Bali. Sebab, AWK bilang semua yang dipuja orang Bali adalah makhluk. "Masa Ratu Niang, Ratu Gede Dalem Ped, dan Bhatara Sang Hyang Tohlangkir dikatakan makhluk? Ini kebangetan. Ini tidak sesuai dengan apa yang kami yakini di Bali. Kalau dia (AWK) orang Bali, mestinya tidak berbicara seperti itu. Apalagi, dia seorang anggota DPD RI," protes Ngurah Harta.
Ngurah Harta mengatakan, AWK sebagai anggota DPD RI Dapil Bali telah memprovokasi masyarakat sendiri. "Seluruh masyarakat Bali marah dengan ucapannya itu. Supaya tidak terjadi anarkis, makanya kami bikin laporan ke polisi," tegas Ngurah Harta.
Ini untuk kesekian kalinya AWK dipolisikan. Sebelumnya, AWK sempat beberapa kali dilaporkan ke polisi. Termasuk dipolisikan karena mengaku dirinya sebagai Raja Majapahit, sehingga dianggap mengaburkan sejarah. Selain itu, senator yang mantan Rektor Universitas Mahendradatta Denpasar ini juga sempat dipolisikan atas dugaan melecehkan sulinggih, dilaporkan atas dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap ajudannya. Namun, semua laporan itu tidak ada kelanjutannya.
Kini, AWK kembali dilaporkan ke Polda Bali atas statemen kontroversialnya terkait Ida Bhatara Sang Hyang Tohlangkir, Ratu Niang, dan Ratu Gede Dalem Ped disebut sebagai makhluk.
Dua hari sebelum dipolisikan, AWK lebih dulu melaporkan dugaan penganiayaan terhadap dirinya saat aksi demo di Kantor DPD RI Perwakilan Bali ke Polda Bali, Rabu siang. Massa yang demo kala itu, antara lain, dari Perguruan Sandhi Murti Bali dan perwakilan warga Nusa Penida. Aksi demo berakhir ricuh, di mana diduga ada 3 orang yang memukul AWK. Pihak pendemo mengklaim bahwa kericuhan tersebut sengaja dipancing oleh AWK.
Sementara itu, AWK menanggapi dingin laporan dugaan penodaan agama yang dilaporkan pihak pendemo. Menurut AWK, itu adalah hak masyarakat. "Terkait laporan, nggak apa, silakan saja, itu hak masyarakat. Yang pasti kan sebagai pejabat politik, saya memiliki hak untuk berpendapat. Baca UU MD3 2014, 2018, tentang hak anggota DPD. Jadi, seorang wakil rakyat, anggota DPD RI tidak bisa dituntut, karena pendapatnya terkait dengan sedang bekerja atau Tupoksi. Saya menanggapinya biasa-biasa saja," ujar AWK di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin.
AWK juga mengatakan bahwa dalam ajaran Agama Hindu, Dewa (Devagari) adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). “Saya adalah umat Hindu. Mana mungkin saya menodai agama sendiri? Apalagi di mana-mana ada umat Hindu tertindas. Saya maju untuk membela. Nah, yang diributkan sekarang itu adalah video sekitar tahun 2017. Video itu diedit dan dipotong-potong,” tandas AWK. *pol
Komentar