'Agar Jelas, Jalankan Proses Hukum'
Paiketan Puri Sejebag Bali Sikapi Persoalan Hare Krisna hingga Kontroversi Statemen AWK
Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, ingatkan janganlah mengutak-atik terkait keyakinan untuk dijadikan media politik, jika tidak paham
GIANYAR, NusaBali
Paikatan Puri Sejebag Bali menggelar paruman (pertemuan) pada Radite Umanis Merakih, Minggu (1/11) pagi, untuk membahas sejumlah permasalahan yang belakangan mengusik ketenangan masyarakat, termasuk dugaan pelecehan simbol agama yang dilakukan anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK. Dari paruman tersebut, Paiketan Puri Sejebag Bali persilakan jalankan proses hukum agar semuanya jadi jelas.
Paruman Paiketan Puri Sejebag Bali, Minggu pagi mulai pukul 10.00 Wita, digelar di Bale Pertemuan Ancak Saji Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar. Paruman ini dihadiri pula Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana, Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, hingga perwakilan puri-puri se-Bali.
Bukan hanya masalah pelecehan simbol agama yang diduga dilakukan AWK dibahas dalam paruman Paiketen Puri Sejebak Bali kemarin, namun juga permasalahan lainnya, seperti keberadaan ajarah Hare Krishna. Kordinator Paikatan Puri Sejebag Bali, Ida Tjokorda Putra Nindia, mengatakan pertemuan tersebut dilatarbelakangi perasaan yang sangat tersentuh, melihat kondisi Bali saat ini yang diterjang masalah bertubi-tubi.
"Kasihan Bali, yang selama ini sudah sangat tenang dan damai dengan agama Hindu Bali-nya yang dijaga oleh desa adat masing-masing. Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang mengancam kelangsungan pariwisata hingga ekonomi, kini timbul lagi masalah-masalah yang sangat sensitif," ujar Tjok Nindia.
Tjok Nindia menegaskan, barang siapa yang mengganggu keharmonisan masyarakat Bali, tentu harus diluruskan. Pertama, yang besangkutan harus meminta maaf kapada krama Bali, agar semuanya kambali tenang. "Terkait ucapan atau tindakan yang menggangu, kalau ada ucapan yang menyentuh Ida Sesuhunan, harus mengadakan upacara guru piduka di pura setempat," terang panglingsir Puri Agung Peliatan ini.
Terkait masalah lapor melapor, bagi yang merasa dirugikan, dipersilakan menempuh jalur sesuai dengan hukum yang berlaku. "Jagalah Bali, jangan lakukan demonstarsi. Kalau ada yang ingin menyampaikan aspirasi, sampaikanlah dengan tertulis kepada pihak berwenang. Kalau ada yang memiliki kemampuan lebih, silakan berdi-alog. Jangan seperti yang lalu (demo berakhir ricuh, Red), mengusik ke-damain masyarakat. Lakukan dengan etika-etika ke-Bali-an yang benar," tegas Tjok Nindia yang notabene mantan Sekda Kabupaten Gianyar.
Sementara, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyampaikan akar permasalahannya ini ada di kasus Hare Krishna. PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali telah melarang Hare Krishna melakukan kegiatan di luar asrama. Namun, kalau membubarkan Hare Krishna, pihaknya tidak memiliki wewenang.
Sudiana menyebutkan, sesuai rapat PHDI, yang berhak membubarkan Hare Krishna adalah melalui empat lembaga: Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Agama, Kemenkum HAM. "PHDI Bali mendukung terkait pembubaran Hare Krishna. Kita sudah puputan terkait Hare Krishna, hanya saja PHDI Pusat belum melakukan pencabutan pengayoman," tandas Sudiana.
Sedangkan terkait AWK, menurut Sudiana, kalau sebagai wakil rakyat, yang bersangkutan harus berkata sesuai tupoksinya. AWK jangan bicara dengan mengambil porsi yang bukan bidangnya. "Jangan mengambil porsi agama, kalau tidak paham. Sabda pandita ratu akan mengakibatkan dua kemungkinan: ketenangan atau perang," sindir tokoh lembaga umat yang juga akademisi dan Rektor IHDN Denpasar ini.
Sudiana juga mengingatkan jangan mengutak-atik terkait keyakinan untuk dijadikan media politik, jika tidak paham. "Meminta maaflah. Secara teologi, Ida Bhatara Dalam Ped adalah Bhatari Durga, Saktinya Siwa. Itu termuat di Lontar Dukuh Jumpungan. Tidak ada makhluk suci di dalam Hindu," tegas Sudiana.
Menurut Sudiana, PHDI juga meminta masyarakat Bali tidak terpancing terkait perkataan yang kurang menyejukkan. "Kalau ada kritik dan menghujat, jangan di media sosial. Cari saja langsung orangnya untuk bicara, biar jangan ujungnya saling lapor. Sesana Bali-lah yang dipakai. Karma tetap memargi kalau ada masalah hukum, masyarakat lakukan Dumas. PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali siap jadi saksi ahli," katanya.
Sementara itu, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mendorong masyarakat untuk menjalankan tindakan secara kesatria. Tidak ada mediasi di sini. Agar permasalahannya jelas, silakan menempuh jalur hukum.
Putra Sukahet menyebutkan, akar permasalahannya Hare Krishna bukan karena perbedaan dalam Hindu. Tapi, Hare Krishna secara masif telah menyebarkan keyakinan-keyakinan yang berbeda kepada umat yang sudah beragama.
Paikatan Puri Sejebag Bali menggelar paruman (pertemuan) pada Radite Umanis Merakih, Minggu (1/11) pagi, untuk membahas sejumlah permasalahan yang belakangan mengusik ketenangan masyarakat, termasuk dugaan pelecehan simbol agama yang dilakukan anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK. Dari paruman tersebut, Paiketan Puri Sejebag Bali persilakan jalankan proses hukum agar semuanya jadi jelas.
Paruman Paiketan Puri Sejebag Bali, Minggu pagi mulai pukul 10.00 Wita, digelar di Bale Pertemuan Ancak Saji Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar. Paruman ini dihadiri pula Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana, Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, hingga perwakilan puri-puri se-Bali.
Bukan hanya masalah pelecehan simbol agama yang diduga dilakukan AWK dibahas dalam paruman Paiketen Puri Sejebak Bali kemarin, namun juga permasalahan lainnya, seperti keberadaan ajarah Hare Krishna. Kordinator Paikatan Puri Sejebag Bali, Ida Tjokorda Putra Nindia, mengatakan pertemuan tersebut dilatarbelakangi perasaan yang sangat tersentuh, melihat kondisi Bali saat ini yang diterjang masalah bertubi-tubi.
"Kasihan Bali, yang selama ini sudah sangat tenang dan damai dengan agama Hindu Bali-nya yang dijaga oleh desa adat masing-masing. Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang mengancam kelangsungan pariwisata hingga ekonomi, kini timbul lagi masalah-masalah yang sangat sensitif," ujar Tjok Nindia.
Tjok Nindia menegaskan, barang siapa yang mengganggu keharmonisan masyarakat Bali, tentu harus diluruskan. Pertama, yang besangkutan harus meminta maaf kapada krama Bali, agar semuanya kambali tenang. "Terkait ucapan atau tindakan yang menggangu, kalau ada ucapan yang menyentuh Ida Sesuhunan, harus mengadakan upacara guru piduka di pura setempat," terang panglingsir Puri Agung Peliatan ini.
Terkait masalah lapor melapor, bagi yang merasa dirugikan, dipersilakan menempuh jalur sesuai dengan hukum yang berlaku. "Jagalah Bali, jangan lakukan demonstarsi. Kalau ada yang ingin menyampaikan aspirasi, sampaikanlah dengan tertulis kepada pihak berwenang. Kalau ada yang memiliki kemampuan lebih, silakan berdi-alog. Jangan seperti yang lalu (demo berakhir ricuh, Red), mengusik ke-damain masyarakat. Lakukan dengan etika-etika ke-Bali-an yang benar," tegas Tjok Nindia yang notabene mantan Sekda Kabupaten Gianyar.
Sementara, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyampaikan akar permasalahannya ini ada di kasus Hare Krishna. PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali telah melarang Hare Krishna melakukan kegiatan di luar asrama. Namun, kalau membubarkan Hare Krishna, pihaknya tidak memiliki wewenang.
Sudiana menyebutkan, sesuai rapat PHDI, yang berhak membubarkan Hare Krishna adalah melalui empat lembaga: Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Agama, Kemenkum HAM. "PHDI Bali mendukung terkait pembubaran Hare Krishna. Kita sudah puputan terkait Hare Krishna, hanya saja PHDI Pusat belum melakukan pencabutan pengayoman," tandas Sudiana.
Sedangkan terkait AWK, menurut Sudiana, kalau sebagai wakil rakyat, yang bersangkutan harus berkata sesuai tupoksinya. AWK jangan bicara dengan mengambil porsi yang bukan bidangnya. "Jangan mengambil porsi agama, kalau tidak paham. Sabda pandita ratu akan mengakibatkan dua kemungkinan: ketenangan atau perang," sindir tokoh lembaga umat yang juga akademisi dan Rektor IHDN Denpasar ini.
Sudiana juga mengingatkan jangan mengutak-atik terkait keyakinan untuk dijadikan media politik, jika tidak paham. "Meminta maaflah. Secara teologi, Ida Bhatara Dalam Ped adalah Bhatari Durga, Saktinya Siwa. Itu termuat di Lontar Dukuh Jumpungan. Tidak ada makhluk suci di dalam Hindu," tegas Sudiana.
Menurut Sudiana, PHDI juga meminta masyarakat Bali tidak terpancing terkait perkataan yang kurang menyejukkan. "Kalau ada kritik dan menghujat, jangan di media sosial. Cari saja langsung orangnya untuk bicara, biar jangan ujungnya saling lapor. Sesana Bali-lah yang dipakai. Karma tetap memargi kalau ada masalah hukum, masyarakat lakukan Dumas. PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali siap jadi saksi ahli," katanya.
Sementara itu, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mendorong masyarakat untuk menjalankan tindakan secara kesatria. Tidak ada mediasi di sini. Agar permasalahannya jelas, silakan menempuh jalur hukum.
Putra Sukahet menyebutkan, akar permasalahannya Hare Krishna bukan karena perbedaan dalam Hindu. Tapi, Hare Krishna secara masif telah menyebarkan keyakinan-keyakinan yang berbeda kepada umat yang sudah beragama.
“Selain itu, Hare Krishna juga mendiskreditakan dan menjelek-jelekan keyakinan Hindu Bali. Kesimpulannya, agar Bali tetap ajeg, silakan bawah-lah ini ke proses hukum. Nanti pihak yang berwajib yang menentukan, agar permasalahannya jadi jelas," tegas Putra Sukahet yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali. *nvi
TONTON JUGA:
AWK Dilaporkan Lagi ke Polda Bali Terkait Simbol Agama Dan Seks Bebas Asal Pakai Kondom
AWK Dilaporkan Lagi ke Polda Bali Terkait Simbol Agama Dan Seks Bebas Asal Pakai Kondom
Komentar